Liputan6.com, Jakarta - Per 1 Juli 2020, Malaysia memberlakukan Perintah Kawalan Pergerakan Pemulihan (PKPP). Sejumlah kelonggaran diberikan, termasuk izin masuk bagi pasien dari luar negeri. Namun, mereka yang bisa masuk tak sembarangan.
"Kami beri sokongan, bukan dari segi biaya. Kalau dari segi biaya, lebih baik diisi untuk pasien lain daripada kosongkan ruang untuk isolasi. Ini semata basic human right," kata Yazmin Azman, Chief Comercial Officer Malaysia Healthcare Travel Council, dalam diskusi virtual Jumat, 17 Juli 2020.
Sementara itu, Vice President Facilitation, MHTC, Norhaslina Othman mengatakan pada fase pertama PKPP, pasien asing yang diperbolehkan berobat ke Malaysia adalah mereka yang memiliki dua kondisi. Pertama, memiliki masalah kesehatan kritikal. Kedua, pasien yang telah mendapat pengobatan tahun lalu dan harus meneruskannya pada tahun ini.
Advertisement
Baca Juga
Contoh kasus adalah pasien yang memiliki penyakit jantung dan kanker. Pasien pun hanya diperbolehkan berobat ke rumah sakit yang terdaftar sebagai anggota MHTC.
Bila memenuhi salah satu dari dua kriteria itu, pasien selanjutnya harus membuat janji pertemuan dengan rumah sakit yang dituju. Pihak rumah sakit akan berkoordinasi dengan dokter terkait agar bisa mengeluarkan surat dokter.
Surat dokter tersebut dikirimkan ke MHTC untuk selanjutnya MHTC yang mengurus semua perizinan berhubungan dengan keimigrasian.
"MHTC berhubungan dengan imigrasi untuk dapat kelulusan, baru dikeluarkan izin masuk Malaysia untuk perawatan medis," sambung perempuan yang akrab disapa Lin tersebut.
Izin masuk ke Malaysia tak selalu menjamin pasien bisa langsung berobat. Pasien harus lolos rapid test yang berlaku maksimal tiga hari setelah pengujian sebelum bisa diizinkan masuk.Â
"Kenapa tiga hari? Waktu dia terbatas. Kalau (batasnya) tujuh hari, pasien sudah bisa ke mana-mana, jadi tidak valid lagi. Kami diamanahkan Kemenkes (Malaysia) agar pasien luar negara tidak membahayakan warga di dalam negeri. Pasien harus aman, warga Malaysia juga harus aman,"Â Lin menjelaskan.
Siapa pun yang tak lolos PCR meski sudah mengantongi izin, tidak akan bisa memasuki wilayah Malaysia. Hal itu juga terjadi pada satu dari tiga pasien Indonesia yang sudah mendapat izin berobat ke Malaysia selama Juli 2020 ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Satu Pendamping Saja
Pasien juga diminta untuk mengunggah aplikasi MySejahtera yang fungsinya serupa aplikasi PeduliLindungi di Indonesia. Selanjutnya, pasien menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan dan menyerahkan pada petugas MHTC yang menjemput di bandara.
Menurut Lin, sementara ini, akses menuju Malaysia hanya bisa dijangkau dengan ambulans udara atau pesawat jet pribadi/sewaan.Â
Pasien boleh didampingi satu orang saja dalam menjalani seluruh proses perawatan di Malaysia. Baik pasien dan pendamping, wajib kembali mengikuti tes PCR pada hari kedua kedatangan mereka. Mereka juga harus menjalani proses isolasi 14 hari yang bertempat di rumah sakit tempat pasien dirawat.
"Hanya satu orang yang akan mendampingi selama seluruh proses isolasi. Kalau bisa digantikan, nanti pasien sudah selesai isolasi 14 hari, pendampingnya belum. Jadinya rumit," kata Yazmin.
Pada hari ke-13, pasien dan pendamping kembali menjalani tes Covid-19. Kalau perawatan sudah cukup, pada hari ke-14 pasien dan pendamping bisa kembali ke Indonesia. Kalau pun masih harus dirawat, pendamping atau pasien bisa melanjutkan tinggal di apartemen atau rumah di Malaysia.
"Rumah sakit yang sudah siap punya ruang isolasi sendiri, pasien dan pendamping bisa satu kamar, makanan juga diantar ke kamar. Estimasi biayanya enam ribu ringgit ke atas, termasuk dua kali tes PCR untuk pasien dan pendamping," sambung Lin.
Yazmin memberi gambaran jumlah kunjungan wisatawan kesehatan dari Indonesia ke Malaysia setiap tahunnya antara 700--800 ribu orang. Namun, setelah wabah COVID-19, otomatis kunjungan pasien dari Indonesia ke Malaysia disetop.
Selain Indonesia, Malaysia juga memberi kesempatan pasien dari Singapura, Brunei Darussalam, dan Timor Leste untuk berobat di masa PKPP.
Advertisement