Sukses

Mumi Kanibal Legendaris di Thailand Dikebumikan Setelah 60 Tahun Jadi Pajangan

Beberapa tahun belakangan, lebih banyak orang mempertanyakan keadilan hukuman yang djatuhkan pada mumi kanibal tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Si Quey Sae-Ung, pembunuh sadis berujung jadi mumi yang dilaporkan memakan jasad korbannya sendiri. Melansir laman Vice US, Senin, 27 Juli 2020, saking dikenal mengerikan, nama Sae-Ung acap kali digunakan para orangtua di Thailand untuk menakuti anaknya saat tak menurut.

Setelah dieksekusi, tubuh imigran Tionghoa ini dijadikan mumi dan didaftarkan sebagai salah satu koleksi Museum Medis Bangkok, Thailand. Berdasarkan laporan The Nation, 60 tahun kemudian, jasad Sae-Ung akhirnya dibiarkan beristirahat secara layak.

Menurut Khaosod, Sae-Ung dikremasi di Wat Bang Phraek Tai, kota Nonthaburi, Thailand. Prosesi ini dihadiri warga Prachuap Khiri Khan, tempat di mana cerita kanibal Sae-Ung pertama kali terdengar.

"Saya sangat lega tubuhnya akhirnya dibiarkan bebas," ucap seorang aktor yang berperan dalam film tentang lelaki disebut kanibal tersebut, Terdporn Manopaibul. "Saya datang ke sini karena saya merasa berutang padanya. Saya terkenal karenanya,"

Film dan cerita horor menggambarkan Sae-Ung sebagai kanibal yang memakan anak nakal. Seiring bergulirnya waktu, orang-orang mulai mempertanyakan kebenarannya. Pasal, muncul dugaan lelaki berujung dijadikan mumi ini merupakan kambing hitam di tengah sentimen anti-Cina selama Perang Dingin.

Sae-Ung sendiri ditangkap di 1958 setelah diduga membunuh tujuh anak. Setelah sembilan hari menjalani persidangan, ia mengaku, dengan sebagian besarnya dibantu juru bahasa, bertanggung jawab atas tuduhan tersebut. Setahun kemudian, Sae-Ung dieksekusi regu tembak, dan jasadnya disumbangkan untuk keperluan riset.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ragu akan Penetapan Hukuman

Khaosod menerangkan, hukuman Sae-Ung didasarkan sepenuhnya pada pengakuan itu. Dalam beberapa tahun terakhir, publik makin gencar mempertanyakan bagaimana mungkin imigran miskin yang kurang fasih bahasa Thailand bisa berkelana jauh untuk memangsa anak-anak.

Pengakuannya diduga bertentangan dengan bukti. Mengutip South China Morning Post, sejarawan Thailand Wasana Wongsurawat menyebut, sistem hukum telah memperlakukan Sae-Ung dengan tak adil.

Tahun lalu, muncul petisi menuntut dibersihkannya nama Sae-Ung karena tidak ada bukti pasti ia melakukan kejahatan yang dituduhkan. Mereka juga mendesak agar jasadnya diberi pemakaman sebagaimana mestinya.

Universitas Mahidol kemudian mengalah dan mencabut label kanibal dari lemari kacanya. Kendati, nama "tawanan pria" tetap disematkan di peti abu Sae-Ung.