Sukses

Cerita Akhir Pekan: Adakah Wisata-Wisata Aman Saat Krisis Pandemi?

Benarkah sulit wujudkan wisata aman karena penerapan protokol kesehatan di sejumlah tempat wisata dikabarkan agak renggang?

Liputan6.com, Jakarta -  Di masa transisi menuju era kenormalan baru, beberapa kawasan wisata sudah mulai dibuka secara bertahap. Namun karena berpotensi menjadi lokus penyebaran wabah COVID-19, diperlukan penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan di tempat dan fasilitas umum termasuk kawasan wisata.

Namun , seperti di beberapa tempat umum lainnya, penerapan protokol kesehatan di sejumlah tempat wisata dikabarkan agak renggang dan bahkan mulai kurang disiplin.

Salah satu contohnya adalah kejadian di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR). Mereka menutup sementara destinasi wisata Bukit Propok di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, setelah video pengunjung yang diduga melanggar protokol kesehatan Covid-19 viral di masyarakat.

Menurut Kepala BTNGR Dedy Asriady, kejadian tersebut bisa menjadi satu proses pembelajaran kepada semua pengunjung, bahwa beraktivitas wisata harus sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.

Lalu, apakah memang banyak tempat wisata yang agak longgar dalam menerapkan protokol kesehatan maupun mengingatkan pengunjung sehingga sulit menemui wisata-wisata aman saat ini? Salah satu tempat wisata yang punya banyak pengunjung adalah Taman Safari Indonesia (TSI) di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Mereka menegaskan tetap menjalankan protokol kesehatan dengan konsisten agar semua pihak merasa aman karena kecil kemungkinan bisa terpapar wabah Covid-19. Menurut Humas TSI, Yulius H Suprihardo, pihak pengelola rutin dan konsisten menjalankan setidaknya enam langkah utama protokol kesehatan sejak dibuka kembali pada 15 Juni 2020.

Enam langkah tersebut adalah, pengecekan suhu ke karyawan maupun pengunjung. penyemprotan kendaraan dgn disenfektan pada kendaraan karyawan maupun pengunjung. wajib menggunakan masker bagi pengunjung maupun karyawan, tetap jaga jarak selama berada di area rekreasi, pembatasan tempat duduk di tempat-tempat pertunjukan dan menyediakan tambahan tempat cuci tangan maupun hand sanitizer di tempat tempat strategis.

"Kita juga menganjurkan menggunakan pembayaran dengan kartu untuk pembelian tiket di loket masuk. Kami juga melakukan simulasi protokol kesehatan di masa pandemi ini sesuai arahan Pemkab Bogor dan Gugus Tugas Covid-19," jelas Yulius dalam pesan pada Liputan6.com, Kamis, 6 Agustus 2020.

"Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga mengapresiasi protokol kesehatan yang kami lakukan karena penerapannya berlapis. Dan kami juga tidak ada PHK walaupun sempat tutup sementara karena pandemi," sambungnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

Wajib Mengingatkan Pengunjung

Ridwan Kamil memang sempat meninjau TSI pada 26 Juni 2020. Ia menerangkan beberapa alasan mengenai diperbolehkannya bukanya kembali wisata satwa itu, seperti penerapan pemesanan tiket secara daring yang dianggap aman untuk mencegah penularan virus Corona Covid-19.

"Jadi tidak ada lagi bersentuhan uang kas atau karcis. Itu bisa menjadi standar normal baru. Kedua, proses pengecekan berlapis saya kira itu sudah dilakukan," terang Ridwan Kamil.

Yulius menambahkan, pihak TSI berusaha tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan termausk dalam mengawasi atau mengingatkan pengunjung. Para petugas memberikan layanan prima dan ramah tapi tetap wajib mengingatkan pengunjung. Selain itu, dilakukan juga dengan pengumuman melalui pengeras suara atau di bagian informasi.

"Di gerbang sebelum masuk menuju arah loket selalu ada petugas menngunakan APD lengkap. Bukan hanya pihak pengelola, sampai saat ini para pengunjung juga punya kesadaran yang cukup baik, mereka mengikuti aturan dan penerapan protokol kesehatan dengan baik," tutup Yulius.

Tak hanya Taman Safari Indonesia, Desa Wisata Nglanggeran di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, juga menjalankan pola wisata aman. Sebelum dibuka kembali, mereka sudah melakukan ujicoba pelayanan protokol kesehatan selama satu minggu pada akhir Juni 2020.

Kegiatan simulasi dilakukan mulai dari wisatawan datang di lokasi parkir, diarahkan oleh petugas parkir dengan menggunakan masker dan face shield. Wisatawan selanjutnya diarahkan untuk mencuci tangan sebelum menuju loket. Sebelum sampai di petugas loket, akan ada satu petugas yang menunggu untuk melakukan cek suhu wisatawan menggunakan Thermo Gun.

Selanjutnya menuju ke loket, di loket pembelian tiket masuk akan dilayani petugas loket, wisatawan menunjukkan bukti booking kegiatan dan melakukan pembayaran. Pembayaran disarankan dengan melakukan pembayaran non tunai. Setelah itu, wisatawan bisa melakukan kegiatan dengan tetap memakai masker, menjaga jarak antar wisatawan, dan direkomendasikan menggunakan pemandu.

Untuk jalur treking sudah disiapkan satu jalur antara jalur naik dan turun diminimalisir untuk bisa berpapasan dan terjadi kerumunan wisatawan. Setelah turun, juga disediakan tempat cuci tangan dan wisatawan wajib cuci tangan kemudian menuju lokasi parkir untuk mengambil kendaraannya kembali pulang meninggalkan Desa Wisata Nglanggeran.

Menurut salah seorang pengelola, Sugeng Handoko, pihaknya juga tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan, apalagi sekarang pengunjung sudah cukup banyak.

3 dari 4 halaman

Selalu Berusaha Konsisten

"Iya pengunjung kita sudah mulai banyak. Kita selalu lakukan edukasi dan upaya sosialisasi tentang protokol kesehatan yang harus dijalani, bahkan sebelum mereka datang ke Desa Nglanggeran, dan alhamdulillah mereka bisa mengikutinya dengan baik," kata Sugeng pada Liputan6.com, Kamis, 6 Agustus 2020.

Pihaknya pun paham betul masalah disiplin sebagian masyarakat Indonesia. Karena itu para pengunjung harus selalu diingatkan tentunya dengan cara yang baik dan tidak menganggu kenyamanan mereka. "Jadi kita ada tim yang bertugas utk 'greteh" yang mengingatkan wisatawan untuk mematuhi protokol kesehatan, itu selalu kita lakukan," lanjut Sugeng.

Masih di Yogyakarta, penerapan serupa juga diterapkan kawasan wisata Omah Kecebong di kawasan Sleman. Tempat ini menyediakan wisata budaya untuk segala umur mulai dari anak-anak sampai dengan lansia. Anda bisa menikmati berbagai permainan tradisional serta kehidupan khas pedesaan, tempat penginapan dan restoran.

Menurut sang pemilik, Hasan Prayogo, pengunjung sudah mulai banyak tapi kebanyakan masih penduduk lokal dan sebagian besar keluarga atau perorangan. Baru di bulan ini sudah ada beberapa grup wisatawan yang mau berkunjung.

Ia mengakui pengunjung belum begitu banyak terutama dari luar kota, karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi kalau ingin ke luar kota. Untuk protokol kesehatan, Hasan mengatakan selalu berusaha konsisten untuk menerapkannya.

"Tempat kami ada petugas mulai dari depan, mereka yang datang diharuskan pakai masker. Kami juga cek suhu tubih dengan thermo gun dan wajib cuci tangan sebelum dan sesudah kunjungan serta di dalam kawasan wisata," terangnya dalam pesan pada Liputan6.com, Kamis, 6 Agustus 2020.

"Di dalam kawasan wisata juga harus jaga jarak. Soal pelayanan dan protokol kesehatan juga sangat kami jaga, karena kami berpikir kami harus menjaga untuk kami sendiri disini dan selain untuk pengunjung juga tentunya," lanjutnya.

Ia mengakui di berbagai tempat wisata maupun tempat umum kerap melihat ada yang kurang disiplin menerapkan protokol kesehatan. Hasan mengatakan, perlu peran petugas terkait yang menindak dengan tegas, dan harus ada sanksi yang tegas dimana saja dan tidak hanya di tempat wisata.

4 dari 4 halaman

Jangan Kaku dan Perlu Inovasi

"Cara paling efektif sepertinya tetap diterapkan screening di setiap tempat umum, mulai dari tingkat RW atau desa dan dusun, dimana warganya wajib pakai masker, dan wajib ada tempat cuci tangan. Jadi mulai dari lingkungan rumah dulu, mudah-mudahan dengan begitu bisa banyak yang terbiasa dengan aturan protokol kesehatan," tuturnya.

Sementara itu, menurut pengamat pariwisata, Robert Alexander Moningka, terjadinya pelanggaran dalam menjalankan protokol kesehatan memang menjadi masalah yang tidak mudah. Penutupan tempat wisata yang sudah dibuka misalnya, menandakan mereka lebih mengedepankan aspek kesehatan dan keamanan. Hal itu terjadi karena wisatawan yang tidak bisa mematuhi protokol kesehatan yang ada.

"Tapi bisa juga karena wisatawan tidak mengerti bahwa adaptasi kebiasaan baru dalam berwisata tidak seperti dulu. Bagi wisatawan, berwisata adalah mereka bisa bergembira, beraktivitas, keluar dari kegiatan rutin. Sedangkan berwisata dalam kondisi new normal harus mematuhi tata aturan yang ada," terangnya pada Liputan6.com, Jumat, 7 Agustus 2020.

Dosen Politeknik Sahid ini meyakini tempat-tempat wisata bisa tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Mereka butuh pemasukan supaya kegiatan ekonomi bisa berjalan. Namun dalam pelaksanaan, tidak bisa ditetapkan secara kaku. "Jadi diperlukan inovasi supaya bisa tetap berjalan. Dari segi prinsip tetap berjalan, namun kreativitas dalam penyelenggaraan kegiatan berwisata juga diperlukan," tambahnya.

Di sisi lain, ia juga memaklumi para wisatawan masih belum terbiasa dengan situasi di masa krisis pandemi ini. Menurutnya, suatu kebiasaan timbul dari perilaku yang berulang-ulang. Untuk itu perlu diingatkan berulang pula.

"Jadi pengelola harus mengingatkan secara berulang. Bisa dilakukan melalui ‘public system’ yang ada, seperti papan pengumuman, spanduk ataupun dari alat audio publik (sound system) yang ada. Sampai nantinya wisatawan bisa beradaptasi dengan kebiasaan yang baru," tutupnya.