Sukses

Konsumsi Daging Turun Drastis Akibat Perubahan Pola Makan Selama Pandemi

Saat konsumsi daging menurun, permintaan untuk produk berbasis nabati meningkat sampai dengan 53 persen.

Liputan6.com, Jakarta – Konsumsi daging per-kapita di tahun ini diperkirakan menurun ke titik paling rendah dalam sembilan tahun terakhir. Penurunan sebesar 3 persen dari tahun lalu, memperlihatkan penurunan terbesar sejak tahun 2000 menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).

Badan organisasi PBB melaporkan kombinasi Covid-19 akibat kesulitan ekonomi, tantangan logistik seperti pembatasan transportasi, dan penurunan tajam permintaan dari restoran telah menyebabkan penurunan permintaan secara global.

Salah satu alasannya juga akibat kurangnya tenaga kerja di industri pengepakan daging, yang malah menjadi salah satu sumber paling serius penyebaran virus di beberapa negara di dunia. Kasus African Swine Fever di Asia juga berkontribusi dalam penurunan tersebut, yang menyebabkan seperempat babi di dunia dijagal.

Permintaan protein hewani dan pakan untuk hewan akan menyusut di Asia Tenggara, menurut perkiraan dari Rabobank. Institusi tersebut mengestimasikan konsumsi daging akan terpengaruh sebesar 9-13 persen, daging babi akan turun sebesar 4-17 persen, ikan 6-11 persen. Di Indonesia, permintaan unggas akan turun sebesar 1 persen hingga 4 persen.

Membuka jalan untuk diet baru

Saat konsumsi daging menurun, di beberapa negara seperti Amerika Serikat, permintaan untuk produk berbasis nabati meningkat sampai dengan 53 persen.

Buat mendukung konsumen yang tertarik untuk beralih ke pola makan yang lebih berkelanjutan, berwelas asih dan lebih sehat, program gratis Tantangan 21 Hari Vegan dimana para pendaftar diundang untuk mencoba pola makan baru selama 21 hari. Selama periode tersebut, mereka akan menerima email dengan resep, dukungan nutrisi serta tips bagaimana mengikuti pola makan berbasis nabati.

Disamping alasan logistik, pandemi juga menyebabkan banyak orang, berpikir ulang terhadap pola makanya. “Laporan dari PBB secara jelas menekankan bahwa pandemi baru yang serupa dengan saat ini, atau bahkan yang lebih serius dapat terjadi lagi apabila kita tidak mengubah pola makan kita,” jelas Annabella Jusuf, influencer sosial media dan co-creator Tantangan 21 Hari Vegan di Indonesia.

Meskipun asal muasal Covid-19 belum diketahui sepenuhnya, diperkirakan bahwa penyakit tersebut tersebar langsung dari hewan liar ke manusia. Risiko pandemi baru dapat terjadi karena banyaknya hewan yang dibesarkan dalam industri peternakan dalam kondisi yang sempit dan kotor.

Menurut badan PBB, 75 persen patogen yang muncul di beberapa puluh tahun terakhir berasal dari hewan, waduk, dan irigasi serta industri peternakan berkaitan terhadap 25 persen penyakit menular di manusia. Badan PBB tersebut menekankan, hubungan antara virus dan konsumsi daging.

Menurut Program Lingkungan PBB, hewan seperti sapi, babi, dan ayam dapat menyebarkan penyakit karena mayoritas saat ini mereka dibesarkan dalam kondisi yang kurang dari ideal, untuk level produksi yang tinggi, dan secara genetik sangat mirip, sehingga mereka sangat rentan dalam infeksi, dibandingkan dengan populasi yang jauh lebih beragam.

Lebih buruknya lagi, banyak hewan ternak yang ada di dalam industri peternakan, mengurung ribuan hewan secara bersamaan, dan tidak memberikan jarak fisik antara hewan. Intensifikasi industri peternakan juga menyebabkan deforestasi, perubahan iklim, hilangnya keragaman hayati dan membuat hewan- serta penyakit yang mereka bawa- lebih dekat dengan manusia.

Semua itu merupakan faktor penyebab penyebaran penyakit baru yang dapat menyebabkan adanya pandemi di masa depan. Dalam waktu yang bersamaan, penyebaran infeksi virus corona di tempat penjagalan dan pabrik pemrosesan daging--dari Amerika Serikat sampai Brazil dan Jerman--telah menyebabkan kontaminasi pekerjanya dalam sorotan.

“Dalam konteks ini, bertumbuhlah konsensus terhadap ide dalam masyarakat kita bahwa kita harus tidak terlalu bergantung pada produk hewani untuk kita agar memiliki masa depan yang lebih aman,” terang Annabella.

“Dengan permintaan daging yang menurun, disisi lain pasar berbasis nabati meningkat, hal tersebut berarti kita bersama-sama mengukir perubahan nyata dalam sistem pangan kita,” tambahnya.