Sukses

Jatuh Bangun Operator Trip Hidupkan Kembali Denyut Wisata Labuan Bajo

Labuan Bajo sangat ramai pelancong sebelum pandemi Covid-19 datang. Kini, sektor wisata terseok-seok untuk bangkit kembali.

Liputan6.com, Jakarta - Siapa kini yang tak kenal dengan Labuan Bajo? Ibu kota Kabupaten Manggarai Barat itu menjadi ramai pelancong domestik dalam beberapa tahun terakhir, khususnya mereka yang ingin ke Pulau Komodo dan destinasi sekitarnya. Pembangunan infrastruktur pendukung pun digenjot habis, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Namun, itu sebelum pandemi melanda. Corona Covid-19 membuat wajah Labuan Bajo muram, khususnya mereka yang menggantungkan hidup pada sektor pariwisata. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar praktis membuat tak ada lagi kunjungan turis. 

"Orang di sini sudah kelaparan semua mulai dari Maret 2020. Sampai sekarang non-profit sama sekali," kata Rachmat Julio, founder Anjani Trip, kepada Liputan6.com, Minggu (23/8/2020).

Ia mengaku bisnisnya hampir kolaps. Situasi makin pelik di tengah masa paceklik. Saat pemasukan tak ada, istrinya hendak melahirkan. Belum lagi tanggung jawab membiayai karyawan dan biaya perawatan 30 kapal yang tetap harus dibayar.

"Ini baru saya sebagai pengusaha menengah, apa kabar yang di bawah saya? Lebih sengsara lagi," sambung dia.

Berbulan-bulan tanpa kepastian, Anjani Trip memutuskan kembali beroperasi per 14 Juli 2020 setelah pemerintah memperkenalkan masa adaptasi kebiasaan baru. Bukan hal mudah meski minat wisatawan domestik untuk berpelesir tetap ada. Pasalnya, pandemi membuat orang lebih berhati-hati ke luar rumah dan memilih trip yang dekat dan tak memakan waktu lama.

Sementara, berkunjung ke Labuan Bajo membutuhkan usaha lebih. Maka, ia dan sejumlah pengusaha operator perjalanan mengampanyekan "Kembali Berwisata" menggunakan kocek pribadi. 

"Tujuan kami tahun ini adalah tahun promosi ke publik bahwa Bajo sudah layak untuk dikunjungi. Di NTT, khususnya Taman Nasional Komodo, sudah officially dibuka tahap 2, tanggal 15 Agustus untuk wisatawan domestik dan internasional yang sudah stay per Maret 2020 di Indonesia," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bertahan di Harga Lama

Rachmat mengaku tak ada pilihan selain menggelar trip. Tur virtual yang digadang-gadang bisa membantu pelaku usaha, dinilainya kurang diminati para pelancong.

"Untuk apa virtual kalau memang destinasinya sendiri sudah dibuka?" ujarnya.

Untuk itu, protokol kesehatan menjadi pegangan agar usahanya bisa tetap berjalan, seperti wajib menggunakan masker, jaga jarak minimal dua meter, penggunaan hand sanitizer untuk menjaga kebersihan tangan, dan pengecekan suhu. Bila ditemukan tamu yang bersuhu tubuh di atas 37 derajat Celcius, pihaknya menjamin akan melarang mereka ikut trip dan mengembalikan dana yang sudah disetor.

"Ke Labuan Bajo atau destinasi yang menggunakan pesawat, wajib rapid/swab. Di sini pun udah ketahuan screening awalnya," kata dia sembari menyebut mayoritas kliennya melakukan tes swab dengan tingkat akurasi tinggi.

Dengan bertambahnya prosedur dan keribetan saat berwisata, Julio menyatakan tak ada pengaruh pada harga. Ia tetap memasang harga lama, yakni Rp2,4 juta untuk paket trip 3 hari 2 malam di kapal reguler, dan Rp3,4 juta untuk kapal pinisi.

"Intinya tahun ini enggak muluk-muluk mba. Yang penting operasi kami ketutup," kata dia.