Sukses

Chef Muslim di Inggris Bertahun-tahun Alami Perlakuan Rasis Usai Buat Pastel Isi Apel

Chef bernama Nadiya Hussain itu mengaku perlakuan rasis yang diterimanya memengaruhi kesehatan mentalnya.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang chef asal Inggris berdarah Bangladesh mengungkapkan pengalaman buruk soal perlakuan rasis yang diterimanya setelah mengubah resep asli kudapan semacam pastel bernama Cornish pasty. Nadiya Hussain, nama chef tersebut, mengaku diperlakukan rasis dalam lima tahun terakhir, lebih sering dibandingkan seluruh hidupnya.

Mantan pemenang acara memasak Bake Off pada 2015 itu menuturkan ujaran kebencian makin sering diterimanya setelah menggantikan isian Cornish Pasti dengan apel, alih-alih daging dan rutabaga - sejenis sayuran perpaduan antara lobak dan kubis. Momen itu terjadi pada 2017 lalu saat tampil di acaranya, Nadiya's British Food Adventure.

"Aku menerima banyak kekerasan di media sosial," ujar ibu tiga anak itu saat diwawancarai Radio Times, dikutip dari Daily Mail, Selasa (1/9/2020).

"Apa yang aku selalu baca adalah 'apa hakku untuk membuat Cornish pasty?' Dan itu sangat memengaruhiku," imbuh perempuan berturban itu.

Nadiya, putri seorang imigran asal Bangladesh itu menilai perlakuan rasis yang diterimanya belum akan berakhir. Bahkan, mereka yang berlaku rasis bebas melenggang tanpa menerima konsekuensi.

"Aku belajar menebalkan kulitku dalam beberapa tahun terakhir, tapi aku juga belajar bahwa sangat penting untuk menyuarakan sesuatu dan tidak menahannya untuk sendiri saja," kata dia.

Nadiya kini kembali ke layar kaca dengan tampil di acara Nadiya Bakes yang ditayangkan di BBC setiap Rabu. Dalam program itu, ia akan membuat kue-kue, aneka panggangan, dan pastri rumahan buatannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kesehatan Mental

Berbicara soal pekerjaannya, Nadiya terbilang figur yang langka di industri penyiaran, khususnya yang tampil di TV ternama. Ia menjadi salah satu perempuan kulit berwarna dan berhijab dari sedikit perempuan yang bisa dapat kesempatan serupa.

"Aku sekarang bekerja di industri yang bisa dikatakan sangat didominasi mereka berusia pertengahan, kaukasian, lelaki, dan ada aku, seorang perempuan Muslim berkulit cokelat dengan tinggi lima kaki, dan ini bukanlah duniaku. Kami kemudian bertanya mengapa tidak ada lebih banyak orang kulit berwarna yang bekerja di televisi, penerbitan, dan industri hospitaliti," celotehnya.

Nadiya kini tinggal di Milton Keynes bersama sang suami, Abdal, dan tiga anak mereka. Ia mengakui sangat sulit untuk bersuara tentang perasaannya karena khawatir akan memengaruhi pekerjaaannya di TV bila ia terlihat selalu mengeluh tentang segala sesuatu.

"Aku punya ketakutan yang luar biasa tentang tidak ada lagi orang yang mau bekerja denganku. Aku sangat takut. Saat saya mengatakannya, aku menemui beberapa hal negatif yang sangat serius...Aku berusaha lebih baik," kata dia.

Nadiya yang menerima penghargaan atas kinerjanya di dunia penyiaran dan seni kuliner di New Year Honours pada 2019 itu sudah membuat serial dokumenter tentang kisah perjuangannya melawan kecemasan. Tayangan itu sudah disiarkan tahun lalu. Ia mengaku kesehatan mentalnya memburuk selama lockdown berlangsung.

"Lockdown menyebabkan penurunan masif atas kesehatan mentalku, dan aku memiliki hari yang sangat-sangat buruk, meski sesekali aku memiliki hari yang sangat baik," ucapnya.

Â