Sukses

Biasanya Ramai, Marrakesh di Maroko Lemas Tanpa Turis

Sejak pemerintah Maroko memberlakukan pembatasan ketat untuk membendung corona, industri pariwisata di Marrakesh sempoyongan.

Liputan6.com, Jakarta - Marrakesh di Maroko termasuk salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi turis dari berbagai belahan dunia. Tahun lalu, kota tersebut dikunjungi lebih dari 13 juta wisatawan. Namun, sejak pemerintah memberlakukan pembatasan yang ketat untuk membendung penyebaran corona Covid-19, industri pariwisata di Marrakesh sempoyongan.

Melansir dari Arab News, Selasa (15/9/2020), sekarang situs Warisan Dunia UNESCO abad ke-11 di Maroko ini hampir kosong, dan kota ini menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Sebelumnya, Anda harus menunggu giliran untuk mendapatkan meja,” kata Bachir, seorang pelayan yang telah bekerja di alun-alun selama dua dekade, menunjuk ke teras kafe yang kosong.

Tetangganya, Mohamed Bassir, mengkhawatirkan masa depan pariwisata di Marrakesh. “Ini pertama kalinya saya melihat Jamaa El Fna begitu kosong,” kata penjual jus jeruk, duduk di belakang kiosnya yang didekorasi dengan buah plastik. “Itu membuat saya sedih,” kata Bassir, menunggu pelanggan yang datang.

Biasanya tempat itu dipadati turis, alun-alun ini tampak menyedihkan dan kosong dari para musisi, penjual suvenir, dan peramal yang biasa berdagang. Maroko mengumumkan keadaan darurat kesehatan pada pertengahan Maret lalu dan menutup perbatasannya untuk menghentikan penyebaran virus corona.

Negara di Afrika Utara dengan 35 juta penduduk ini telah mencatat lebih dari 1.500 kematian akibat virus corona. Sementara itu,  lebih dari 86.600 kasus positif yang terkonfirmasi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jama El Fana Sepi

Sementara itu, di labirin gang yang mengarah dari Jamaa El Fna, jalan-jalan sempit yang dulunya dipenuhi kios-kios yang menjual segala sesuatu, mulai dari sandal hingga rempah-rempah sebagian besar ditutup. Hanya sedikit yang buka, tetapi pemilik toko memiliki sedikit harapan.

“Sebagian besar pedagang telah menutup toko mereka,” kata Mohamed Challah, penjual jubah kaftan."Yang lain buka untuk menghabiskan waktu karena tidak ada yang bisa dilakukan di rumah," katanya, seraya menambahkan bahwa tokonya tidak lagi menjual apa pun.

Setelah pembatasan pandemi awal dilonggarkan, pedagang dan operator wisata berharap pariwisata domestik dapat mengurangi kerugian mereka. Namun kemudian pengumuman mengejutkan tentang pembatasan baru, termasuk penutupan Marrakesh dan tujuh kota lainnya, menghancurkan harapan akan kebangkitan pariwisata kembali.

Bagi Jalil Habti Idrissi, yang menjalankan biro perjalanan berusia 45 tahun, sangat sulit untuk bangkit kembali. "Kami pernah mengalami krisis besar di masa lalu, tetapi tidak pernah sebesar ini," kata Idrissi, menambahkan bisnisnya telah "runtuh". Di media sosial, ada seruan untuk "menyelamatkan" kota, dengan banyak yang menggunakan tagar "Marrakesh mati lemas."