Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 yang melanda seantero jagat telah menimbulkan deretan masa krisis, termasuk di Kota Aden, Yaman. Lewat video yang dilansir dari BBC, Minggu, 20 September 2020, digambarkan di kota tersebut, di mana hampir tak ada rumah sakit untuk dituju.
Ketika virus corona Covid-19 merebak, ayah seorang warga bernama Abdulkareem tengah sakit. Ia awalnya menyadari sang ayah mulai lelah dan berpikir ayahnya hanya flu biasa. Abdulkareem lantas membawa sang ayah ke rumah sakit.
Advertisement
Baca Juga
"Mereka meng X-ray dan menyebut ayah saya mengalami infeksi paru-paru yang parah. Ia butuh perawatan intensif, namun dokter mengatakan ia tidak dapat tinggal karena rumah sakit tidak menerima kasus-kasus ini. Mereka mungkin terkena virus corona," kata Abdulkareem kepada BBC.
Ia membawa sang ayah ke lima rumah sakit, namun tidak satu pun yang bisa merawat ayah Abdulkareem. Takut akan virus corona dan tidak tersedianya alat pelindung diri (APD), kebanyakan dokter melarikan diri dan rumah sakit ditutup.
Namun tidak dengan satu dokter. Ia adalah Zoha, satu-satunya dokter yang bersedia merawat pasien Covid-19. Abdulkareem menemukan sang dokter setelah seminggu pencarian.
"Ia menyebut ayahnya sekarat dan berkata untuk membawanya masuk. Saya sebut tidak ada tempat tidur, tidak ada oksigen," kata Zoha.
Kondisi ayah Abdulkareem pun memburuk dan hampir tak dapat bernapas. "Ia berteriak 'ayah saya akan meninggal, dokter, tolong'. Tidak ada yang bisa saya lakukan tetapi membawa pasien masuk dan memakaikan masker oksigen padanya," lanjut Zoha.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Krisis Covid-19
Namun 15 menit kemudian, ayah Abdulkareem meninggal dunia. Sementara, pemerintah Yaman disebutkan tidak memiliki persiapan untuk pandemi yang tengah melanda. Sebelumnya, negara ini telah dilanda krisis akibat perang.
Ketika Covid-19 menyebar ke seluruh kota, yang meninggal dunia dibawa ke pemakaman Alradhwan. Seorang penggali kubur Ghassan Ahmed, menyebut kondisi ini tidak normal, ini menjadi kali pertamanya melihat kondisi ini dan dikatakannya lebih buruk dari perang.
Sebelum Covid-19, Ghassan mengubar 10 jenazah dalam satu hari. "Kami biasa menerima jenazah tetapi tidak seperti ini. Dalam satu bulan, saya menguburkan 1.500 jenazah," jelasnya.
Hingga organisasi kesehatan Medecins Sans Frontieres (MSF) turut campur tangan membantu. "Kini, beberapa dari mereka (pasien Covid-19) dapat tetap hidup," lanjut Zoha. (Vriskey Herdiyani)
Advertisement