Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi ini, kesehatan jadi hal terpenting, termasuk di dunia pendidikan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, serta pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjalankan program penanaman perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada para siswa sekolah dan pondok pesantren.
Menurut Kasubdit Potensi Sumber Daya Promosi Kesehatan, Direktorat Promkes, Kementerian Kesehatan, Bambang Purwanto Cadrana, kolaborasi itu sebenarnya menjadi bagian strategi Kemenkes dalam mempromosikan kesehatan di sekolah. Salah satu tujuannya, agar warga sekolah tahu, mau, dan mampu menerapkan PHBS.
"Strategi promosi kesehatan sekolah ada tiga. Pertama, mengadvokasi. Jadi teman-teman di puskesmas, dinas kesehatan mengadvokasi ke stakeholder, komite sekolah. Kedua, bermitra. Kami berterima kasih pada Unilever Foundation sudah bermitra. Lalu, pemberdayaan masyarakatnya supaya PHBS di sekolah itu langgeng," terangnya dalam webinar Program Sekolah dan Pesantren Sehat di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kamis, 24 September 2020.
Advertisement
Baca Juga
Pendapat itu juga didukung Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Ia mengatakan akses pendidikan bagi anak yang menjadi prioritas semestinya tak mengabaikan aspek kesehatan.
"Sebelum melepas mereka kembali bersekolah, kita harus membiasakan PHBS sejak dini sebagai kunci mengendalikan penyebaran COVID-19 di lingkungan pendidikan," ucapnya.
Sementara, Head of Corporate Affair & Sustainability Unilever Indonesia, Nurdiana Darus mengungkapkan para pemangku kepentingan, terutama pimpinan dan pengajar melalui Training of Trainers (ToT) dilibatkan melalui "Program Sekolah dan Pesantren Sehat" yang tahun ini pelaksanaannnya dilakukan secara daring ini.
Mereka didorong untuk membina dan mengembangkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pesantren Sehat menuju better hygiene, better nutrition, dan better environment. Para orangtua juga dirangkul agar anak-anak mendapat support system yang lengkap untuk mendampingi mereka di era adaptasi kebiasaan baru.
Pemberian informasi dan pelatihan dilakukan secara online didukung dengan modul pembelajaran yang menarik bagi anak serta pendampingan bagi para pengajar. "Hasil evaluasi terhadap efektivitas program menunjukkan data menggembirakan, program ini berhasil mengubah kebiasaan 43 persen anak untuk terbiasa mencuci tangan di lima waktu penting, dibandingkan sebelumnya yang hanya tiga kali sehari saja," jelas Nurdiana.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Peran Pengajar dan Orangtua
Di sisi lain, pakar kesehatan anak dr. Mesty Ariotedjo menyambut positif kolaborasi tiga kementerian bersama pihak swasta dan LSM dalam mendukung kesehatan anak di sekolah sekaligus menekan laju penularan COVID-19 pada anak.
"Ini jadi tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab pemerintah, sekolah tetapi juga orangtua dan seluruh masyarakat. Karena untuk menekan pandemi ini membutuhkan kerja sama semua orang untuk menjaga kedisiplinan dalam protokol kesehatan," tuturnya.
Mesty berharap para pengajar serta orangtua terus menanamkan pentingnya protokol kesehatan, seperti memakai masker, sering mencuci tangan dan menjaga jarak aman lebih dari dua meter, agar anak dapat lebih siap ketika nanti diperbolehkan kembali bersekolah.
"Hal ini menjadi sangat penting karena pakar kesehatan mengatakan bahwa perubahan perilaku berkontribusi 80 persen dalam mengendalikan kurva pandemi. Anak-anak contohnya, mereka terbiasa melakukan sesuatu seperti bersih-bersih karena melihat orang terdekatnya dalam hal ini orangtua mereka, jadi para orangtua harus mencontohkan pada anak bukan hanya lewat omongan tapi tindakan nyata," sambungnya
Advertisement