Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak pernah makan kedelai? Salah satu jenis Leguminoceae ini bisa jadi sumber protein favorit orang Indonesia yang berbasis nabati. Kalau tak percaya, lihat saja bagaimana tempe laris manis di pasaran.
Meski diyakini bernutrisi, masih banyak mitos yang melingkupi kedelai. Tentu, tak semua mitos benar adanya sehingga perlu diluruskan. Berikut delapan mitos yang berkembang di masyarakat dan fakta sains yang menyanggahnya.
Advertisement
Baca Juga
1. Bukan Merupakan Sumber Protein yang Baik
Sebelum pada kesimpulan, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Rimbawan, menyebutkan kedelai mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Karbohidrat yang terkandung di dalam kedelai memiliki indeks glikemik yang rendah. Artinya, tingkat glukosa darah pengonsumsi kedelai tidak akan meningkat dengan cepat sehingga mereka merasa kenyang lebih lama.
Sementara, kedelai mengandung 30--56 persen protein dari berat keringnya. Kadar protein dalam kedelai yang telah dimasak ternyata setara dengan daging sapi berdasarkan protein digestibility corrected amino acid score (PDCAAS). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi protein kedelai berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol.
Selanjutnya, lemak yang terkandung dalam kedelai berjenis omega 3 dan omega 6. Kedua asam lemak tersebut berfungsi menurunkan risiko penyakit jantung dan kadar kolesterol. Sedangkan, serat yang terkandung dalam kedelai terdiri dari serat larut air dan tidak larut air yang bisa memperlancar buang air besar.Â
Dengan sederet nutrisi yang ada, disimpulkan bahwa mitos tersebut salah. Kedelai nyatanya merupakan sumber protein yang baik yang berbasis nabati, cocok bagi Anda yang sedang menjalankan diet berbasis nabati.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
2. Memicu Kanker
Entah darimana muncul mitos tersebut, bagaimana faktanya? Kandungan serat dalam kedelai ternyata tak hanya bisa memperlancar buang air besar tetapi juga bisa berperan dalam pembentukan short-chain fatty acid alias asam lemak rantai pendek.
Asam lemak itu dihasilkan lewat proses fermentasi oleh bakteri kolon. Fungsinya adalah meningkatkan kesehatan usus dan mengurangi risiko kanker kolon.
Sementara, sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa isoflavon dalam kedelai bisa memproteksi kanker prostat. Isoflavon adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan.
Berdasarkan hasil penelitian observasi, mengonsumsi kedelai secara rutin bisa mengurangi risiko kanker payudara. Menurut Rimbawan, efeknya akan lebih baik lagi bila konsumsi kedelai dibiasakan sejak awal, dari remaja sampai tua.
3. Membuat Pria Berperilaku Feminin
Mitos ini bisa muncul karena kandungan isoflavon yang cukup tinggi di dalam kedelai. Menurut Rimbawan, bentuk senyawa isoflavon mirip dengan estrogen, yakni hormon kewanitaan yang berperan dalam kerja organ reproduksi perempuan. Lantaran bentuknya mirip, sejumlah pihak mencoba menghubung-hubungkannya.
Padahal, tidak ada kaitannya antara isoflavon dengan perilaku feminin. Pria yang makan banyak kedelai justru memiliki risiko kanker prostat yang lebih rendah dibandingkan yang tidak rutin mengonsumsi kedelai. Kanker prostat dikenal sebagai tumor ganas yang menyerang alat reproduksi pria.
Isoflavon kedelai juga terbukti, melalui penelitian in vitro dapat menghambat enzim tirosin kinase sehingga dapat menghambat perkembangan sel-sel kanker dan angiogenesis. Hal ini berarti suatu tumor tidak dapat membuat pembuluh darah baru, sehingga tidak dapat tumbuh.
Advertisement
4. Memengaruhi Kesehatan Jantung dan Tulang
Apa yang memengaruhi kepadatan tulang? Kandungan kalsium yang terjaga dengan baik. Pada wanita menopause, proses penyerapan kalsium terganggu. Tetapi dengan intervensi pemberian isoflavon, sambung Rimbawan, bisa meningkatkan kekuatan tulang belakang pada perempuan menopause.
Pemberian isoflavon juga bisa mengurangi gejala-gejala yang kerap muncul dalam premenopause, yakni sering berkeringat dan kepanasan. Pemberiannya minimal setara tujuh gram kedelai per hari. Tapi, semua itu akan bermanfaat bila sudah disiapkan sejak dini.
"Jangan baru usia 50, baru sadar," kata Rimbawan dalam webinar Menebar Kebaikan Melalui Tulisan, beberapa waktu lalu.
Sementara, senyawa arginin yang terkandung dalam kedelai bersifat vasodilator. Artinya, melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah lebih lancar. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya gangguan kardiovaskular. Tentu, proses pemasakannya harus benar agar manfaatnya optimal.
"Yang paling baik, tempe itu dikukus bukan digoreng," imbuhnya.
5. Menyebabkan Jerawat
Kekhawatiran mengonsumsi kedelai dapat menyebabkan jerawat tidak beralasan. Merujuk sebuah studi, konsumsi kedelai justru akan memperbaiki kondisi kulit.
Disebutkan, kombinasi isoflavon, asam lemak omega-3, likopen, vitamin C, dan vitamin E yang dikonsumsi secara oral selama 14 minggu dapat mengurangi kedalaman kerutan wajah secara signifikan. Sementara, konsumsi minuman soya fermentasi maupun minuman soya juga dapat meningkatkan kondisi kesehatan kulit dengan meningkatkan absopsi isoflavon.
"Isoflavon bisa meningkatkan sintesis kolagen. Kolagen berperan dalam meningkatkan kekencangan kulit," kata Rimbawan.
6. Menyebabkan Alergi
Dalam banyak kasus, susu sapi menjadi salah satu alergen terbesar karena kandungan laktosanya. Tetapi, susu kedelai tidak mengandung senyawa itu sehingga banyak dokter merekomendasikan susu kedelai sebagai pengganti susu sapi bagi pemilik lactose intolerant.
Sejumlah studi juga menunjukkan, insiden alergi yang disebabakan kedelai jauh lebih rendah dibandingkan alergi karena kacang. Meski, kedelai dan kacang tanah masuk dalam jenis Leguminoceae. "Ada risiko kemungkinan alergi tapi proporsinya relatif lebih kecil dibandingkan yang lain," kata Rimbawan.
7. Memengaruhi Daya Ingat Lansia
Riset soal ini terbilang selalu diperbarui. Dimulai pada 2014, riset menyebut belum ada cukup bukti kuat untuk membuat rekomendasi tentang hubungan antara konsumsi isoflavon kedelai dengan daya ingat pada golongan lanjut usia.
Setahun kemudian, sambung Rimbawan, riset menunjukkan suplementasi isoflavon kedelai berpotensi positif pada peningkatan fungsi kognitif dan memori visual pada wanita pasca-menopause. Dan, riset terbaru yang dipublikasikan pada 2020 memaparkan hasil uji klinis terhadap 1386 sampel yang usianya rata-rata 60 tahun.Â
"Kesimpulannya, mendukung penemuan potensi isoflavon kedelai dalam menurunkan risiko penurunan kemampuan kognitif dan demensia," kata dia.
8. Meningkatkan Asam Urat
Mitos ini berkembang karena asumsi semata. Faktanya, kata Rimbawan, konsumsi protein kedelai bisa mengurangi angka kejadian gout alias asam urat.
Protein yang dikandung kedelai bersifat antioksidan. Stres oksidatif pun menurun.
Advertisement