Sukses

Perjuangan Pebalet Profesional Berhijab Pertama di Dunia Hadapi Diskriminasi dan Islamofobia

Sempat diolok dan menerima berbagai ujaran kebencian tak mematahkan semangatnya, justru ia ingin memperkenalkan dunia balet pada perempuan muslim lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Sempat diolok dan didiskriminasi karena mengenakan hijab, pebalet keturunan Australia-Rusia, Stephanie Kurlow tidak menggantungkan mimpinya dan menyerah begitu saja. Berkat kegigihan dan kepercayaan dirinya, ia berhasil menjadi pebalet berhijab pertama dalam sejarah dunia. Sekarang, ia bermimpi untuk membangun sekolah balet dan memperkenalkannya kepada perempuan muslim lainnya.

Pebalet profesional yang telah meraih berbagai pengghargaan itu mengaku sudah gemar menari balet sejak usia dua tahun. Namun, di usianya ke 9 tahun, saat ia dan keluarganya menjadi mualaf, dirinya kesulitan menemukan sekolah balet yang mau menerima penampilan barunya dengan berhijab.

"Saya tidak pernah melihat balerina berhijab, jadi saat itu saya pikir itu tidak mungkin terjadi," katanya, melansir AJ Plus, Kamis (8/10/2020).

Tetapi, suatu waktu ia melihat Zahra Lari, pemain skateboard asal Uni Emirat Arab pertama yang mengenakan hijab. Saat itulah, harapan Stephanie muncul dan berupaya kembali menggapai impiannya.

Melihat putrinya kesulitan mencari sekolah balet yang mau menerimanya, ibunda Stephanie akhirnya membuka sebuah akademi balet. Sang putri pun dapat menari sesuka hatinya. Hingga pada usianya yang ke-14 tahun, ia menjejakkan kaki sebagai penari balet profesional, mengikuti berbagai kompetisi dan pertunjukkan.

Bersama grup musik Australia, The Wiggles, ia pun mulai mengikuti tur pertunjukkan keliling Eropa dan Australia saat itu. Ia juga meraih berbagai beasiswa balet dan dilirik oleh beberapa brand ternama untuk dijadikan bintang iklan dan model produk. Namun, Stephanie mengaku tidak jarang berbagai komentar diskriminasi dan tidak menyenangkan terkait penampilan berhijabnya.

"Saya menerima banyak ujaran kebencian dan komentar islamofobia, dan saya hanya 14 tahun saat itu. Ada banyak, bahkan ribuan orang mengatakan bahwa saya tidak seharusnya memakai hijab, atau melakukan ini dan itu," ceritanya. "Itu adalah hal yang sangat sulit untuk diproses di usia yang sangat muda," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ingin Bangun Sekolah Balet

Di balik kisah perjuangannya itu, pebalet 18 tahun ini memiliki impian lain, yakni untuk membangun sekolah balet yang lebih terbuka kepada siapa saja yang ingin belajar, tanpa memandang ras ataupun agama. Ia berharap dapat menginspirasi perempuan berhijab lain yang ingin menjadi balerina untuk lebih percaya diri.

"Jika Anda tidak pernah melihat representasi itu di atas panggung atau di layar itu tidak masuk akal karena kita hidup berdampingan datu sama lain di dunia," ungkap gadis 18 tahun itu.

Stephanie juga mengatakan bahwa semua orang perlu menyadari bahwa menjadi berbeda adalah sesuatu yang harus dibanggakan dan dirangkul. Baginya, bentuk seni selalu berkembang dan dengan memperkenalkan ada banyak balerina yang beragam justru akan menciptakan  dunia yang lebih indah nantinya.

"Dan untuk saya ini sangat penting, ketika saya dapat memiliki ruang untuk dapat memberikan sesuatu pada mereka yang tidak memilikinya. Semoga saja, saya bisa meraihnya suatu hari nanti," tutupnya. (Brigitta Valencia Bellion)