Liputan6.com, Jakarta - Ada perspektif berbeda yang muncul di perayaan Hari Tanpa Bra tahun ini. Senada dengan situasi pandemi yang tengah berlangsung, aturan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) diklaim bakal mengubah kebiasaan memakai pakaian dalam.
Melansir laman Wall Street Journal, Selasa (13/10/2020), baik secara bukti anekdot maupun angka penjualan yang menurun, di era WFH, penolakan terhadap pemakaian bra dilaporkan meningkat. Kendati, masih ada beberapa wanita merasa tak berpakaian lengkap tanpa bra.
Tapi bagi perempuan seperti Daniela Polimeni, seorang produser televisi Brooklyn, pandemi adalah titik kritis dalam 'hubungan yang sudah tegang' dengan bra. "Saya tak bekerja (dari rumah), dan saya merasa seperti saya bisa tak memakai bra," katanya.
Advertisement
Baca Juga
Paten paling awal untuk benda "pendukung payudara" diajukan selama abad ke-19, namun bra sebenarnya berasal dari awal abad ke-20, ketika wanita melepaskan korset. Di era 1920-an, bra tercatat jadi standar isi laci pakaian dalam perempuan.
Hingga satu dekade setelahnya, ukuran cup berbeda untuk bra mulai diciptakan, dan para perempuan menggunakan kombinasi bra dan celana dalam yang masih dipakai hingga saat ini. Desainnya lebih agresif pada 1940-an, dengan sisipan push-up bra. Dengan berakhirnya perang, dan dengan itu penggunaan logam, gaya kawat bawah berlipat ganda pada bra pun muncul.
Seperti semua pakaian dalam, bra mencerminkan apa yang sedang terjadi dalam mode secara luas. Ini bisa berarti perubahan 'dangkal', seperti gerakan tanpa bra yang dipatenkan Rudi Gernreich pada 1967. Inovasinya mengingatkan publik pada tampilan model Yves Saint Laurent berbusana atasan tipis yang memperlihatkan payudaranya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masa Depan Dunia Mode
Apa yang diinginkan sebagian besar perempuan, dan sekarang telah diakui, adalah kenyamanan. Ini menjelaskan popularitas bra dan bralette olahraga, termasuk bra lembut seperti bra kasmir dari Khaite yang dikenakan Katie Holmes tahun lalu.
Araks Yeramyan yang soft-cup bra warna-warninya telah memikat banyak orang mengaitkan kenyamanan dengan kesederhanaan yang menipu. "Saya ingin tampilan jadi cantik, tak berkerut atau disempurnakan," katanya.Â
Bagi mereka yang menginginkan penyangga, tapi tak dapat memakai bra yang lembut, Who Shirt Company menawarkan solusi lain, yakni kaus dan sweater kasmir dengan bra bawaan. Tanggapan sejak awal pandemi sangat luar biasa, kata pendiri Libby Haan, seorang penyintas kanker payudara yang tak dapat memakai bra berkawat.
"Kami mendapat banyak komentar tentang bagaimana busana tersebut adalah atasan yang sempurna untuk saat ini. Penggunaannya memungkinkan Anda tampil tanpa bra, tapi tetap rapi," imbuhnya.
Kebutuhan rapat daring dijelaskan sebagai tolak ukur yang digunakan dalam memperkirakan mode sekarang. Tak akan bertahan lama memang, tapi kualitas yang dihargai pengguna, yakni fleksibilitas dan kenyamanan, akan berdampak lama pada cara perempuan berpakaian.
Christian Dior mengamati bahwa tanpa dasar, tak akan ada mode. Maksudnya, dalam sebagian penjelasan, tubuh yang modis tak pernah alami. Jika perempuan secara permanen melepaskan bra, itu bisa sangat mengubah mode.
Dalam prosesnya, kemungkinan besar perempuan akan memilih membeli bra tak terlalu ketat, sebagaimana dikatakan Polimeni, "Saya tak memakainya (bra) untuk membuat orang lain nyaman lagi."
Advertisement