Sukses

Benarkah Pakaian Antimikroba Melindungi Anda dari COVID-19?

Sejumlah merek, termasuk Burberry, berbondong-bondong merilis produk pakaian antimikroba dengan beberapa di antaranya mengklaim perlindungan dari COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVDI-19 yang masih belum diketahui kapan berakhirnya membuat sederet lini busana dan merek pakaian olahraga dengan cepat mengadaptasi produk mereka. Salah satunya lewat masker beraksen logo dan pola bergaya tertentu.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) masker kain berbahan tradisional dapat membantu memperlambat penyebaran COVID-19, beberapa label memutuskan melangkah lebih jauh. Melansir laman CNN, Kamis, 15 Oktober 2020, mereka memanfaatkan pakaian antimikroba yang dipercaya menghambat pertumbuhan mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur.

Bahkan, jenis pakaian ini disebut sanggup mengurangi aktivitas virus. Tapi, apa fungsi ini dapat memberi perlindungan ekstra selama pandemi?

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah merek, termasuk Burberry, telah memperkenalkan masker yang menurut mereka melindungi pengguna dari mikroba dan kuman. Desain masker Burberry yang bakal rilis dengan warna beige dan biru ada di daftar tersebut.

Lalu, UA Sportsmask multi-lapis Under Armour yang dipasarkan memiliki sifat antimikroba terjual habis dalam waktu kurang dari satu jam saat dirilis musim panas kemarin. Disusul, Dan Diesel dengan klaim denim bisa melawan virus.

Merek Italia, ViralOff, mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan teknologi yang secara fisik dijelaskan menghentikan 99 persen aktivitas mikroba di sejumlah item dalam koleksi Spring/Summer 2021. Formulasinya berupa protein kunci guna menghambat virus menempel pada serat tekstil.

Tanpa pengujian ilmiah yang baik oleh merek secara menyeluruh, sulit menilai apakah pakaian antimikroba dapat melindungi pemakainya dari virus corona baru, menurut Amy Price, seorang ilmuwan peneliti senior di Stanford Anesthesia Informatics and Media (AIM) Lab.

"Tantangannya adalah kadang-kadang klaim dibuat, tapi tidak diuji pada masker atau dengan virus yang sebenarnya," katanya. "Jadi, seperti tipu muslihat."

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Banyak Variabel Belum Pasti

Beberapa perusahaan mengatakan, mereka telah menguji produk dengan SARS-CoV-2, seperti PROTX2 AV IFTNA dan Viroblock dari HeiQ yang menurut situs web perusahaan digunakan banyak merek untuk memproduksi masker yang dapat digunakan kembali, mantel, bahkan kasur.

IFTNA mengatakan, pengujian lab baru-baru ini menunjukkan keefektifan PROTX2 AV terhadap COVID-19. Sementara, HeiQ mengklaim bahwa Viroblock telah teruji efektif melawan Sars-CoV-2. Terlepas dari itu, belum ada perusahaan yang mengungkap virus apa yang diuji pada produk mereka sampai mengklaim sebagai antimikroba.

Price yang mempelajari keefektifan masker kain bersama direktur AIM Lab, Larry Chu, mengatakan, ada sejumlah variabel penentu seberapa besar perlindungan yang ditawarkan suatu produk. “Seringkali, bakteri dan virus punya cara reproduksi berbeda, sehingga butuh medium lain untuk melawannya,” jelasnya.

Meski pakaian Anda diklaim bebas virus, masih banyak variabel yang belum diketahui tentang SARS-CoV-2. Rute utama penularannya saja masih diperdebatkan, juga jumlah virus yang dibutuhkan untuk membuat seseorang sakit.

Prince menjelaskan, kemungkinan manfaat dari pakaian antimikroba bahkan lebih tak jelas untuk pakaian yang biasanya tak bersentuhan dengan wajah, seperti jeans.

Plus, meski perawatan tekstil terbukti mengurangi aktivitas virus tertentu, itu belum tentu membuatnya praktis untuk semua jenis pakaian. Harga tak mengurangi nilai potensial dari tekstil antimikroba, tapi sejauh ini, kata Prince, studi tersebut menawarkan gambaran tak lengkap.

"Apakah ini harus diuji? Ya," katanya. "(Tapi) itu sama sekali tidak boleh dipasarkan ke publik melalui siaran pers dan brosur industri sebelum hasilnya diperiksa dan direplikasi dalam uji pengobatan yang adil, seperti uji klinis acak yang dijalankan dengan baik."

"Jika seseorang merasa lebih aman memakai tekstil antimikroba, dan keamanan ini hanya ilusi pemasaran, itu bisa mengorbankan nyawa atau kesehatan mereka," tandasnya.