Sukses

Cerita Akhir Pekan: Seberapa Efektif Penerapan Protokol CHSE di Sektor Kuliner?

Kemenparekraf meminta sektor kuliner menerapkan protokol dan sertifikasi CHSE.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) segera melaksanakan penerapan protokol CHSE (Clean, Health, Safety, Environment), yaitu kebersihan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan hidup, di sektor kuliner, seperti restoran maupun rumah makan. Namun, efektivitas tersebut sangat tergantung dengan sejumlah hal, seperti regulasi, regulasi dari pemerintah daerah, aparat, dan masyarakat.

"Menteri Kesehatan (Menkes) telah mengeluarkan protokol kesehatan. Kemudian Kemenparekraf telah mengeluarkan panduan teknis pelaksanaan protokol CHSE untuk bidang pariwisata, termasuk usaha kuliner," ujar Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Dampak Covid-19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ari Juliano Gema saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 16 Oktober 2020.

Dari situ kemudian ada turunannya, terutama dari pemerintah daerah yang membuat regulasi di daerahnya. Regulasi tersebut berdasarkan protokol kesehatan Kemenkes dan panduan teknis Kemenparekraf.

"Dari situ kemudian diketahui rule-nya, seperti sanksinya seperti apa. Jika regulasinya sudah jelas, maka aparatnya harus menerapkan sanksi secara konsisten. Contohnya, seperti sekarang ada razia, besok sudah tidak ada lagi," ujar Ari.

Selain itu, harus juga ada kesadaran dari masyarakatnya. Jika regulasinya bagus, aparat yang menegakkan sanksi harus konsisten. "Jadi, dijaga atau tidak dijaga oleh aparat, maka protokol kesehatan harus tetap dilaksanakan," imbuhnya Ari.

Dari panduan teknis dibuat oleh Kemenparekraf, lanjut Ari, kemudian nanti akan ada pernyataan dari para pelaku usaha di bidang kuliner siap untuk melaksanakan panduan tersebut. "Dari situ kemudian pihak Kemenparekraf memverifikasi tentang kesiapan mereka, mulai dari kelengkapannya, sumber daya manusia, setelah verifikasi itu, nanti akan ada satu lembaga untuk memberikan sertifikasi CHSE kepada mereka," imbuh Ari.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Antara Sukarela dan Wajib

Ari menjelaskan, sertifikasi itu bersifat sukarela. Namun, kemungkinan sertifikasi akan diwajibkan bagi usaha yang punya risiko menengah dan tinggi, seperti usaha yang melibatkan banyak pihak dan yang memudahkan kerumuman.

"Berdasarkan hal itu, penerapan sertifikasi akan diwajibkan. Namun, akan berbeda dengan usaha yang terbuka, bisa menjaga jarak, sirkulasi udaranya lancar, itu bisa dilakukan sertifikasi yang sukarela," lanjut Ari.

Kata Ari, sertifikasi CHSE berfungsi sebagai jaminan kepada masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Mereka yang mendapat lolos dari sertifikasi akan mendapat sertifikasi CHSE dan akan diberi Label InDOnesia CARE (I Do Care) oleh Kemenparekraf.

Saat ini, kata Ari, sertifikasi di bidang kuliner masih dalam proses. Nanti akan ada lembaga yang akan menjalankan proses sertifikasi tersendiri. Adanya lembaga tersebut karena jumlah titik yang disertifikasi cukup banyak.

"Diperkirakan pada 27 Oktober akan diumumkan lembaga sertifikasi CHSE yang terpilih," ucap Ari. "Sertifikasi ini akan dilaksanakan secara gratis atau tanpa dikenakan biaya," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Sukarela

Secara terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai penerapan protokol CHSE di bidang kuliner sesuatu yang baik dan bisa menjadi informasi bagi konsumen. Hal tersebut juga dilakukan di London, Inggris. "Itu yang pernah saya lihat," kata Sudaryatmo, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 16 Oktober 2020.

Dari penerapan protokol CHSE kemudian akan berlanjut ke sertifikasi. Namun, ia belum mengetahui apa kriteria sertifikasi tersebut, seperti berapa lama, siapa asesornya, apakah bersifat sukarela atau wajib.

"Sertifikasi itu biasanya ada yang voluntary (sukarela) dan mandatory (wajib). Namun, untuk saat ini lebih baik voluntary saja," kata Sudaryatmo.

Sementara itu, jika sertifikasi tersebut sesuatu yang diwajibkan, maka restoran yang tidak menjalankan sertifikasi akan dikenakan sanksi. Selain itu, persoalan lainnya adalah biaya.

"Biaya untuk sertifikasi jika dilakukan di luar kota, selain itu biaya untuk mendatangkan auditor atau asesornya kan pihak restorannya. Jadi, jangan memberatkan pihak restorannya," imbuhnya.

Selain restoran dan rumah makan, untuk tahap awal sertifikasi CHSE akan diprioritaskan pada pondok wisata/homestay, daya tarik wisata, usaha wisata arung jeram, usaha wisata selam, dan usaha lapangan golf, dan desa wisata.