Liputan6.com, Jakarta -Â Pandemi corona Covid-19 membuat banyak bidang usaha terpuruk. Namun di sisi lain, banyak pengusaha muda yang muncul dan menaruh harapannya di pertanian dengan menjadi petani. Mereka membuat usaha yang bergerak di komoditas sayuran.
Adalah, Tran Thi Khanh Trang, pria asal Vietnam yang memegang gelar MBA dari Colorado State University di Amerika Serikat (AS). Menurutnya, bertani bukanlah pilihan karier yang trendi di negara agraris. Orangtua mereka mengharapkan anak-anaknya sukses dan dapat pekerjaan yang bagus di kota.
Trang yang berusia 34 tahun itu adalah pendiri dari FarGreen, sebuah rintisan pertanian organik. Ia adalah orang pertama dalam keluarganya, yang memiliki gelar pendidikan tinggi. Trang memulai bisnisnya bersama lima temannya. Mereka sebelumnya memiliki profesi masing-masing seperti konsultan pajak, analis keuangan, pemasar, pekerja industri kreatif, dan aktivis hak asasi manusia.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari Asiaone, Rabu, 11 November 2020, mereka juga bermitra dengan praktisi pertanian organik senior. Salah satu teman usaha Trang adalah Ha Nam yang berasal dari kota kecil di utara Vietnam, Pada 2015, Nam menciptakan sistem produksi pertanian, tanpa limbah berdasarkan penggunaan jerami padi.
Trang membangun jaringan petani lokal, di Vietnam Utara. Ia mengumpulkan jerami padi dan menanam jamur gourmet, agar bisa dibudidayakan. Setelah sisa jamur dan produk sampingannya dipakai, mereka akan gunakan pupuk hayati untuk tanah, agar padi dan tanaman sayuran lainnya menjadi lebih subur.
Kini, produk mereka sudah menjadi langgangan berbagai hotel dan restoran kelas atas, khususnya target pasar dari rintisan Thang. Salah satu pelanggannya adalah Hotel Metropole Hanoi, tempat Presiden AS Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, bertemu di tahun lalu.
Teman Trang lainnya adalah Andreas Ismar, seorang jurnalis keuangan Indonesia berusia 38 tahun. Ia memilih meninggalkan kota, dan menjalani hidup barunya di pedesaan, untuk mewujudkan mimpinya menjadi petani.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tanaman dan Panen Berkelanjutan
Andreas termasuk petani muda berpendidikan tinggi. Ia juga bagian dari gerakan "Kerah Hijau" atau petani muda yang baru lahir. Ia sudah bekerja sama dengan 600 petani lokal, di sekitar pertaniannya sendiri, di desa Sirnajaya, Jawa Barat untuk menjalankan bisnisnya yaitu perusahaan Horekultura.
Ia sengaja menambahkan kata ‘hore’ dan mengganti kata pertanian dengan ‘kultura’ untuk membangkitkan minat sektor yang dihindari, dan dianggap tidak seksi oleh kaum muda. Horekultura juga mengadakan program kesempatan magang, untuk menarik pemuda Indonesia ke dalam industri pertanian serta menawarkan pendidikan manajemen keuangan bagi para petani.
Dari bisnisnya ini, Andreas ingin menghasilkan daun bawang, lalu menjualnya ke pedagang pasar basah dan penjual makanan jalanan. Dalam setahun ia bisa menghasilkan tiga kali panen.
Ia juga telah menanam bunga matahari, yang akan dibudidayakan untuk benih kunyah, dan rencananya akan dijual ke toko makanan, dan makanan ringan di daerah tersebut. Andreas pun ingin membantu petani lokal untuk merangkul teknologi, seperti menggunakan mikroba dan rumput lokal agar tanah lebih sehat, dan menghasilkan tanaman yang lebih kuat dan panen berkelanjutan.
Advertisement
Bertani di Saat Resesi
Pengusaha lainnya, Audria Evelinn, seorang pendiri dan direktur pertanian Little Spoon Farm di Bali yang berusia 28 tahun. Audria memiliki gelar sarjana dalam studi lingkungan dari Seattle University di AS pada 2014, dengan jurusan kelestarian perkotaan.
Ia bekerja sebagai koordinator penelitian, di sebuah perusahaan rintisan pertanian yang berbasis di Seattle sebelum kembali ke Indonesia pada 2015.
Kuntoro Boga Andri, Direktur Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Indonesia, mengatakan ada sekitar 32 juta pekerja pertanian di Indonesia, yang berpenduduk sekitar 270 juta jiwa. Indonesia sudah resmi jatuh ke dalam resesi di masa pandemi ini, namun, sektor pertaniannya tumbuh 2,15 persen.
Sementara itu, Nguyen Duc Loc, direktur sebuah lembaga penelitian ilmu sosial independen yang berbasis di Ho Chi Minh, mengatakan rata-rata orang Vietnam berusia 20-an dan 30-an tak mampu membeli rumah. Situasi itu membuat mereka pergi ke daerah pedesaan dan bahkan ada yang menjadi petani.
Menurut Mervin Chunyi Ang, seorang ilmuwan peneliti di Disruptive & Sustainable Technologies for Agricultural Precision (DiSTAP) di Singapura, pertanian berteknologi tinggi saat ini telah banyak diterima sebagai opsi karier yang layak karena industrinya sudah sangat berkembang. (Vriskey Herdiyani)