Liputan6.com, Jakarta - Menstruasi merupakan salah satu fase tumbuh kembang seorang perempuan. Meski lumrah, hal itu tak berbanding lurus dengan pengetahuan menstruasi yang dimiliki para remaja putri.
Berdasarkan survei demografi UI pada 2017, satu dari lima remaja putri tidak mendiskusikan soal menstruasi sebelum mereka mengalaminya. Sebelumnya, hasil riset yang dilakukan UNICEF pada 2016 menemukan bahwa gadis-gadis di Asia Tenggara merasa kaget saat menstruasi pertama datang. Mereka tidak mengetahui apa yang terjadi dengan tubuh mereka.
Advertisement
Baca Juga
"Kenapa? Kalau di negara berkembang seperti itu sehingga butuh diperhatikan lagi. Gadis-gadis menjadi stres, malu, bingung, takut karena kurang pengetahuan soal menarche (menstruasi pertama)," kata Devi Sani, psikolog anak dan remaja, dalam jumpa pers peluncuran Charm Microsite, Kamis (12/11/2020).
Maka itu, pengetahuan soal menstruasi harus diajarkan sejak awal. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut usia ideal mengajarkan hal itu sebelum delapan tahun. Momen tersebut dinilai tepat karena biasanya tanda-tanda perubahan pada tubuh sudah mulai terjadi, seperti perubahan bentuk payudara dan tumbuhnya rambut kemaluan serta rambut ketiak.
"Kalau terlalu awal, ada kecenderungan gampang dilupakan. Intinya, kalau berkepentingan, dia akan lebih mudah mengingat," kata Hasto.
Edukasi ini penting untuk menghindari misinformasi yang diterima anak. Informasi yang salah berisiko mengganggu kesehatan reproduksi, apalagi organ reproduksi perempuan rentan terinfeksi saat menstruasi.
"Banyak orang yang tidak paham, menstruasi sesuatu yang normal. Terjadi karena pengelupasan rutin dari dalam rongga rahim ke luar. Tetapi ada risiko infeksi karena organ reproduksi perempuan, semua berlubang sampai ke perut. Karena itu kalau keputihan, bakteri bisa masuk ke rongga perut dan bernanah di serviks," ujar Hasto.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bagaimana Cara Menyampaikannya?
Mengingat masih banyak yang menganggap tabu atau malu berkaitan dengan menstruasi, hal pertama yang harus dibenahi kata Devi adalah memperbaiki cara pandang orangtua dan pendidik tentang hal itu. "Soalnya masih banyak yang anggap menstruasi itu penyakit, menjijikan. Nah, kita cek dulu sebagai pendidik baik di sekolah maupun di rumah, bagaimana pandangan kita tentang menstruasi," ujarnya.
Berikutnya, penyampaian semestinya mengedepankan pemberdayaan bahwa saat menstruasi, anak masih bisa beraktivitas. "Bukannya malah ditakut-takutin," kata dia lagi.
Devi kemudian menyinggung soal eksplorasi alat yang dibutuhkan ketika menstruasi, seperti menstrual pad. Begitu pula soal platform menstruasi mengingat kini tersedia situs valid yang bisa menyediakan informasi tersebut.
Selanjutnya, anak juga diberdayakan untuk mengatur kebutuhan menstruasinya. "Misalnya kalau tembus di sekolah gimana, apakah harus bawa pouch menstrual pad?" kata Devi.
Orangtua juga diminta untuk menghindari fokus pada gejala negatif. Dalam penyampaian itu, tak hanya ibu yang bertanggung jawab, para ayah juga harus dilibatkan untuk menghindari anak merasa malu. "Padahal bukan harus dipermalukan. Menstruasi kan berarti fase bertumbuh," sahutnya.
Advertisement