Sukses

Jutaan Wanita India Pilih Melajang Meski Dilematis

Banyak wanita India yang melajang dengan alasan kebebasan, tetapi konsekuensi pengucilan oleh masyarakat juga membayangi mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Tercatat banyak wanita di India saat ini yang lebih memilih untuk melajang ketimbang mengarungi kehidupan rumah tangga, termasuk mereka yang belum menikah, tidak mau menikah, bercerai, ditinggalkan secara sengaja atau yang dipisahkan oleh maut. Mereka disebut-sebut sebagai wanita yang keras kepala dan egois hanya karena memilih tak bersuami.

Melansir South China Morning Post, Selasa, 17 November 2020, saat ini, angka wanita lajang di India mencapai sekitar 21 persen dari total populasi wanita di India. Sepanjang sejarah di Negara Barata itu, angka ini termasuk yang paling tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Menurut sensus kependudukan India 2001, hanya ada sekitar 51 juta wanita yang tidak terikat pernikahan. Jumlah itu meningkat hampir 40 persen dalam satu dekade berikutnya hingga mencapai 71,4 juta pada sensus 2011.

Wanita lajang di India memiliki lebih banyak kebebasan untuk mendapatkan pendidikan, mengejar karier mereka, dan menjalani hidup dengan cara mereka sendiri. Kebebasan ini bagi wanita di India berarti bebas dari tekanan keluarga, yang menganggap kehidupan pernikahan sebagai salah bentuk kepatuhan anak perempuan dalam kebanyakan budaya India.

Banyak yang memilih melajang juga demi menghindari terjebak dalam pernikahan yang tidak harmonis, atau menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Tetapi, para pengamat mengatakan bahwa meningkatnya jumlah wanita lajang tidak selalu merujuk pada peningkatan pemberdayaan perempuan.

Patricia Uberoi, sosiolog di New Delhi, mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat India masih berpangku pada budaya patriarki, diikuti dengan adanya ketidaksetaraan gender. Para wanita lajang pun sering distereotipkan sebagai individu yang pemilih, longgar secara moral, atau dianggap keras kepala.

"Pemikirannya tetap mengacu bahwa seorang wanita lajang tanpa ditemani oleh seorang laki-laki (kerabat atau pasangan) dapat menimbulkan risiko bagi dirinya sendiri, kehormatan keluarga, dan masyarakat pada umumnya," katanya. "Meskipun banyak wanita sekarang dan di masa lalu telah melanggar stereotip itu, mereka melakukannya dengan risiko sendiri," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tak Bangga dengan Status Lajang

Sreemoyee Piu Kundu, jurnalis, kolumnis gender, dan penulis buku Status Single: The Truth about Being a Single Woman in India, mengatakan hampir dari 3.000 wanita lajang yang ia wawancarai untuk bukunya masih harus berjuang menghadapi stereotip dan pengucilan sosial dalam keseharian mereka.

"Beberapa wanita yang setuju untuk diwawancarai akhirnya menarik diri pada tahap pengeditan buku karena takut keluarganya mengetahui perasaan mereka yang sebenarnya, (sementara) yang lain ingin agar identitas mereka tidak diungkapkan. Yang saya temukan adalah perempuan tidak terlalu bangga menjadi lajang," ujarnya, mengutip SCMP.

"Kesendirian juga menyangkut tentang kesepian, kesehatan mental, kenyataan ditolaknya di perumahan, atau pinjaman bank, atau hak untuk melakukan aborsi. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk menulis buku," tambahnya mengaku prihatin akan kondisi tersebut.

Melalui kanal YouTube-nya, Kundu secara teratur menyoroti kisah-kisah wanita lajang yang sukses dalam pendidikan dan karier mereka. Namun, ia menemukan bahwa banyak wanita India yang memilih untuk menikah justru harus menjalani peran yang sangat berbeda.

"Kebanyakan pria yang saya temui menginginkan pengganti mumi, karung tinju, atau pacar (yang dianggap) piala," kata Preeti Zachariah, seorang pendidik dan penulis berusia 34 tahun di Chennai.

"Saya ingin pasangan yang sangat berkembang, mendukung, dan baik hati, dan belum pernah menemuinya. Saya memiliki lingkaran teman wanita yang luar biasa dan semakin tua, saya terus terang, itu menjadi lebih penting daripada hubungan romantis," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Sulit Hindari Pelecehan

Banyak wanita India yang tidak menginginkan perjodohan, seperti yang biasa terjadi pada wanita lajang di India. Renu Addlakha, Profesor Lembaga Penelitian dan Advokasi Pusat Studi Pembangunan Wanita di Delhi, mengatakan keinginan untuk "pendidikan, pekerjaan, dan kebebasan" mendorong banyak wanita India untuk mendorong usia pernikahan melampaui usia 20-an.

"Dengan putusnya jaringan keluarga dan pencari jodoh tradisional, pekerjaan mencari pasangan jatuh pada wanita itu sendiri," katanya. "Kebanyakan wanita India menginginkan semuanya dan tidak menemukannya, memutuskan untuk tetap melajang daripada berkompromi," papar Addlakha.

Budaya dikatakan India masih mengharapkan wanita untuk menikah di usia tertentu, dan dianggap sebagai objek rasa kasihan dan orang yang keras kepala di lingkungannya. Bahkan di kota paling kosmopolitan di India, wanita lajang mengalami kesulitan menghadapi pelecehan dari pria yang menganggap mereka terbiasa berhubungan seks bebas, dan perlakuan diskriminatif dari calon majikan, tuan tanah, dan sejenisnya. Namun, kehidupan bahkan lebih sulit di daerah pedesaan saat mereka harus melawan stereotip dan bertahan hidup.

Sementara itu, beberapa perubahan aturan tentang wanita lajang di India saat ini dianggap mulai mempermudah kehidupan mereka. "Masyarakat India umumnya (saat ini) lebih menerima perempuan lajang daripada sebelumnya, tetapi perempuan yang mendorong batas dan menantang stereotip patriarki juga telah memicu meningkatnya kekerasan terhadap perempuan," tambah Addlakha. (Brigitta Valencia Bellion)

 

Â