Sukses

Gerai Starbucks di Tokyo Bikin Penasaran dengan Belasan Barista Teman Tuli

Pelayanan di kedai Starbucks tersebut memanfaatkan teknologi terkini untuk beradaptasi dengan kondisi barista teman tuli sekaligus membangkitkan kesadaran soal bahasa isyarat.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kedai Starbucks yang berada di barat Tokyo mempekerjakan banyak teman tuli sebagai staf. Kehadiran mereka kini mencuri perhatian publik terkait kesadaran soal bahasa isyarat setelah lima bulan dibuka sebagai kedai kopi pertama yang menerapkan kebijakan itu di Jepang.

Para konsumen kedai yang berlokasi di sebuah pusat perbelanjaan di Kunitachi sebenarnya tak perlu menggunakan bahasa isyarat saat akan memesan. Namun, mereka bisa mencoba mempraktikkan petunjuk sederhana yang dipasang di dinding.

"Kami harap bisa mengembangkan kedai kopi menjadi sebuah tempat di mana karyawan dan warga lokal dapat terhubung sambil membuat bahasa isyarat makin familiar bagi semua orang," kata Ayaka Yamada, juru bicara Starbucks Coffee Jepang, dikutip dari Kyodo, Senin (23/11/2020).

Total ada 23 staf dipekerjakan di kedai tersebut, 19 di antaranya merupakan teman tuli. Kedai tersebut dibuka pada Juni lalu dan menjadi satu dari lima kedai Starbucks secara global yang menerapkan bahasa isyarat sebagai cara berkomunikasi utama.

Karyawan membantu bagaimana kedai didesain dan didekorasi. Satu hal yang paling menarik perhatian konsumen sejak awal masuk adalah logo Starbucks diterangkan dalam gestur tangan sebagai petunjuk bahasa isyarat untuk masing-masing huruf.

Contoh-contoh dan penjelasan bahasa isyarat juga tertera di atas konter sepanjang 3 meter. Tempat itu biasanya untuk menaruh dan memajang papan menu.

Bagi konsumen yang ragu untuk mencoba bahasa isyarat, pesanan bisa disampaikan lewat alat piranti lunak yang bisa menstranlasi ucapan menjadi teks di meja registrasi, atau sesimpel menunjuk item di papan menu, atau menuliskannya di buku catatan digital.

Layar digital di belakang konter menunjukkan nomor pesanan yang tercetak di struk dan penjelasannya dalam bahasa isyarat. Isyarat yang sama kemudian digunakan untuk mengindikasikan kapan pesanan siap diambil.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Respons Konsumen

Ide layanan itu, kata perusahaan, adalah agar konsumen, tak peduli apakah staf memiliki keterbatasan pendengaran atau tidak, dapat menikmati pengalaman berbahasa isyarat. Itu pula yang dirasakan seorang konsumen yang tinggal dekat kedai tersebut. Ia mengaku tak masalah dengan sistem komunikasi unik yang diterapkan di gerai tersebut.

"Outlet ini tak berbeda dari gerai Starbucks lain meski bahasa isyarat digunakan di sini. Aku akan terus datang," ujar konsumen berusia 30 tahunan itu.

Lalu, bagaimana dengan tanggapan karyawan disabilitas? Ryotaro Sato yang merupakan seorang teman tuli telah bergabung dengan Starbucks sejak 2014. Ia bertanggung jawab mengatur dan mengedukasi karyawan paruh waktu di sana. Menurutnya, menjangkau komunitas adalah proses yang masih terus berjalan.

"Kami mencoba berbagai cara setiap hari untuk membiasakan komunitas lokal dengan gerai kami," katanya.

Sato bahkan merancang kafe online pada September untuk pelanggan reguler yang berharap bisa belajar bahasa isyarat. Ia mengatakan acara itu berlangsung sejak dengan peserta belajar menggunakan bahasa isyarat dan pesan tertulis untuk berkomunikasi.

Ia sangat senang menemui seseorang dari peserta acara tersebut yang mendatanginya langsung ke kedai dan berbicara kepadanya menggunakan bahasa isyarat. "Ternyata menyebar lebih luas daripada yang kukira," kata dia.