Sukses

Berkenalan dengan Ding Zhen, Pemuda Tibet yang Mencuri Perhatian karena Parasnya

Di tengah kepopuleran secara daring, publik justru khawatir dengan pemuda Tibet tersebut, mengapa?

Liputan6.com, Jakarta - Berkulit sawo matang dengan senyum semenawan rangkaian pegunungan Himalaya. Begitulah pemuda Tibet bernama Ding Zhen dideskripsikan tak sedikit orang.

Karena parasnya yang menawan, tak heran bila Ding sanggup mengumpulkan jutaan pengikut di media sosial dalam waktu singkat. Melansir laman South China Morning Post, Selasa (24/11/2020), popularitasnya justru dikagumi warganet Tiongkok.

Pria 20 tahun ini jadi sensasi dunia maya karena wajahnya yang dinilai rupawan, membuatnya punya tak kurang dari tiga juta pengikut. Ditambah lesung pipi, bulu mata lentik, dan alis 'penuh', figurnya membuat pujian dituliskan dengan ringan oleh sebegitu banyak orang.

Karena ketenarannya di jagat maya, pemuda Tibet ini diceritakan mendapat berbagai tawaran pekerjaan. Termasuk di dalamnya datang dari agensi para influencer dan tawaran untuk hadir di sejumlah acara televisi di Tiongkok.

Pemuda ini diketahui tinggal di wilayah Kham, Tibet. Dari sebegitu banyak tawaran, Ding dilaporkan menerima pekerjaan dari perusahaan perjalanan setempat.

Dari kerja sama ini, pemuda Tibet tersebut menerima bayaran 3,5 ribu yuan (Rp7,5 juta) per bulan, belum termasuk benefit lain. "Dengan wajah seperti itu, Anda bisa meminta lebih." komentar seorang warganet tentang bayaran Ding.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sarat Kekhawatiran

Walau dengan wajahnya Ding Zhen bisa sangat mudah terjun ke dunia hiburan, ia ternyata punya mimpi lain. Ding berharap dirinya bisa jadi pemenang lomba balap kuda di wilayahnya tinggal. 

Berdasarkan laporan What's on Weibo, ketenaran daring ini didapat secara tak disengaja setelah wajah Ding tertangkap dalam sesi fotografi blogger di Nyima County. Mimpinya untuk tetap jadi pemenang lomba balap kuda pun mendapat dukungan warganet.

Ding diharapkan tak terbuai dengan ketenaran sekejap. Pasalnya, kasus serupa pernah terjadi dan berujung kurang menyenangkan. Kasus Brother Sharp, seorana tunawisma yang juga dibanjiri pujian karena penampilannya yang bergaya, dan Profesor Gelandangan Shanghai, bisa jadi contoh.

Setelah tenar, privasi mereka terus-menerus diserang penggemar yang mencari foto atau mengambil kesempatan bertemu bintang baru. Kedua pria itu hampir tak bisa berjalan keluar tanpa dikerumuni karena kehidupan pribadi mereka telah berakhir secara efektif, semua karena mereka kebetulan populer secara daring.