Sukses

Tanggapan Kemenparekraf soal Instruksi Pangkas Libur Panjang Akhir Tahun dari Jokowi

Pengalaman dua kali libur panjang di masa pandemi menunjukkan angka kasus positif Covid-19 naik signifikan. Apakah tetap perlu diadakan?

Liputan6.com, Jakarta - Sudah dua kali momen libur panjang terjadi di masa pandemi. Dua kali pula kejadian positif Covid-19 di Indonesia naik signifikan seusai liburan. Tak mau lagi kecolongan, Presiden Joko Widodo menaruh perhatian khusus terhadap momen libur panjang jelang akhir tahun mendatang.

"Secara khusus nanti akan kita bicarakan mengenai libur panjang yang nanti juga akan ada di bulan Desember. Ini akan kita bicarakan nanti dalam rapat hari ini secara khusus," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas dari Istana Merdeka Jakarta, Senin, 23 November 2020.

Jokowi pun meminta agar jatah libur panjang akhir tahun 2020 dikurangi. Meski begitu, pemerintah belum memutuskan jumlah jatah libur panjang yang akan dikurangi. 

"Masalah libur, cuti bersama akhir tahun termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," ujar Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy usai rapat bersama Presiden.

Berdasarkan rencana awal, libur panjang akan terjadi mulai 24 Desember hingga 27 Desember 2020. Tanggal 24 Desember ditetapkan sebagai cuti bersama oleh pemerintah menyambut Hari Natal yang jatuh pada Jumat, 25 Desember 2020. Melihat pengalaman sebelumnya, banyak masyarakat yang memanfaatkan waktu tersebut untuk pulang kampung atau bahkan berwisata ke daerah lain.

Namun, bagaimana bila jatah libur akhir tahun dipangkas? Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan mendukung kebijakan apapun yang digariskan Presiden Jokowi. 

"Sesuai arahan Presiden bahwa kesehatan masyarakat adalah yang utama, Kemenparekraf mendukung kebijakan apa pun terkait dgn kesehatan masyarakat. Pariwisata harus tumbuh atas dasar masyarakat yang sehat dan aman. Sementara itu, Kemenparekraf akan terus menyosialisasikan protokol CHSE bagi destinasi wisata agar lebih siap dalam menyambut wisatawan pada waktunya," kata Juru Bicara Kemeparekraf Prabu Revolusi kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (24/11/2020).

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Gencarkan CHSE

Prabu meyakini para pelaku usaha wisata dan pihak terkait bakal memahami situasi bila pemerintah benar-benar memangkas jatah hari libur. Bagaimana pun, kesehatan adalah yang utama sehingga baik wisatawan maupun pelaku wisata dituntut untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Di samping itu, Kemenparekraf menilai pemangkasan hari libur memberi kesempatan lebih banyak bagi pelaku wisata untuk segera mengadopsi CHSE. Saat ini, pihaknya menggencarkan sertifikasi CHSE untuk ribuan pelaku usaha wisata, termasuk hotel dan restoran, agar wisatawan merasa aman dan nyaman saat mengunjungi tempat-tempat tersebut.

"Sekarang masih banyak yang belum adopsi CHSE karena program ini juga baru berjalan sebulan lebih. Tapi dengan cara ini, wisatawan bakal tahun mana yang lebih aman untuk didatangi," kata Prabu.

Sertifikasi tersebut melalui proses panjang yang dimulai dengan mengisi form assessment mandiri oleh pelaku wisata. Selanjutnya, tim akan menjadwalkan visitasi untuk menilai apakah pernyataan yang disampaikan dalam laporan awal sesuai dengan fakta di lapangan.

"Kalau belum sesuai, yang harus dibenahi, diperbaiki. Itu prosesnya panjang. Kami pun enggak pengen instan," ujar Prabu.

Sementara bagi para pelancong, Prabu kembali mengingatkan wisatawan untuk melakukan perjalanan yang bertanggung jawab, baik untuk diri sendiri ataupun sesama. "Pakai masker selalu, cuci tangan dan jaga jarak. Kita jaga kesehatan diri dan orang lain bersama-sama," sambung dia.