Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan keberatan dan kecewa atas usulan memangkas jumlah hari libur akhir tahun. Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menyatakan wacana yang mengemuka telah menurunkan tingkat kepercayaan publik.
Menurut Alan, wisatawan pastinya telah merancang rencana perjalanan akhir tahun mereka sejak lama. Apalagi, mereka sudah menunggu momen untuk berlibur sejak beberapa libur panjang diubah oleh pemerintah karena kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB).Â
Advertisement
Baca Juga
"Kalau pemerintah selalu mendadak, akan membuat public trust hilang, seperti DKI dulu yang mendadak memberlakukan kembali PSBB. Orang akan khawatir untuk melakukan perjalanan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (27/11/2020).
Di sisi lain, ia menyebut pemangkasan hari libur akhir tahun membuat kesempatan para pelaku wisata mendapatkan tambahan pemasukan hilang. Situasi tersebut merugikan kalangan pengusaha yang selama berbulan-bulan harus beroperasi dengan jumlah permintaan yang rendah.
"Kalau bicara hotel, dari Maret sampai November rata-rata tingkat okupansinya rendah, hanya sekitar 20--30 persen. Otomatis ini kondisi kritis bagi bisnis hotel karena di luar masa pandemi, tingkat okupansi terendah itu hanya 40 persen, itu pun terjadi hanya sebulan dalam setahun," terangnya.
Ia juga mengingatkan musim libur panjang adalah kesempatan untuk memperpanjang napas usaha lantaran mulai Januari--Maret 2021, sektor wisata kembali memasuki low season. "Kalau bisnis enggak kuat, rontok satu per satu. Pekerjaan pun benar-benar hilang. Berapa banyak lagi pekerja yang akan kehilangan mata pencaharian?" ucapnya seraya menyebut 50 persen dari 400 ribu pekerja sektor hotel dan restoran sudah tidak lagi bekerja akibat imbas pandemi Covid-19.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Momen Edukasi
Alan menyarankan untuk tetap mempertahankan rencana awal libur akhir tahun. Momen tersebut, kata dia, justru strategis untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya disiplin menerapkan protokol kesehatan 3 M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.
"Manfaatkan momentum ini untuk mengubah perilaku masyarakat dengan terus mengedukasi soal 3 M. (Libur panjang) momentum geliat ekonomi yang pasti berdampak di destinasi tersebut. Bukan hanya hotel, tapi juga untuk UKM makanan dan minuman, UKM suvenir. Justru, kerumunan masyarakat yang enggak jadi sesuatu yang berdampak, malah tidak diperdebatkan, seperti pesta politik," kata dia.
Kalau pun ada penambahan kasus Covid-19, ia menyatakan hal itu semestinya dijadikan bahan evaluasi untuk dicarikan solusi. Menurut dia, masyarakat harus dibiasakan untuk kembali berkegiatan dengan perilaku yang sesuai protokol kesehatan. Apalagi, tidak ada yang bisa menjamin pandemi akan berakhir dalam waktu dekat meski vaksin sudah ditemukan.
"Jadi bukan mengurangi liburnya, tapi dilakukan evaluasi. Kenapa terjadi? Oh ternyata pengawasannya kurang jadi harus diperketat sambil mereka mengedukasi perubahan perilaku," sambung dia.
Advertisement