Liputan6.com, Jakarta - Bagaimana gambaran keparahan industri pariwisata Indonesia yang terimbas pandemi Covid-19? Penjelasan Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Agustini Rahayu bisa mewakili.Â
Ia menyebut berdasarkan angka kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia, kondisi pandemi tak ubahnya situasi sektor pariwisata dalam negeri pada 20 tahun lalu. Angka wisman saat itu hanya 5,3 juta. Saat ini, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia baru 3,5 juta orang dan ditargetkan pada akhir tahun bisa mencapai 6 juta orang.
Advertisement
Baca Juga
"Dengan angka sekarang, kita mundur ke 20 tahun lalu," kata Ayu, akrab disapa, dalam acara Persiapan Destinasi dan MICE Malang Raya Sambut Nataru dalam Adaptasi Kebiasaan Baru di Malang, Selasa, 8 Desember 2020.
Kondisi itu disumbang oleh penutupan lintas batas yang diambil Indonesia merespons tindakan serupa yang diambil negara lain. Hal itu demi memutus penyebaran infeksi Covid-19 oleh mobilitas orang. Efeknya nyata, jumlah kedatangan turis asing ke Indonesia minus 87 persen. Tingkat hunian hotel menurun drastis, begitu pula dengan jumlah penerbangan yang tersisa hanya 70 dari 79 ribu penerbangan.Â
"Di era Covid ini semua terdampak, termasuk pergerakan manusia dihentikan. Kalau dihentikan, ya grafik ini terjadi," sambung Ayu.
Fenomena itu bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi berlaku global. Bahkan, UNWTO -lembaga PBB bidang pariwisata- menyatakan pariwisata dunia turun tajam sampai sekitar 80 persen. Prediksi juga menyebut sektor ini akan paling lama pulihnya dibandingkan sektor lain.
"Kita enggak boleh diam aja, karena kalau diam aja, kita makin terpuruk," ujarnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bisnis Kepercayaan
Pariwisata sampai tahun lalu masih duduki posisi kontributor kedua perekonomian nasional. Untuk itu, ada tiga program utama yang disiapkan untuk memitigasi pandemi Covid-19 sesuai arahan Presiden Joko Widodo, yakni perlindungan sosial, program padat karya, dan program stimulus.
Karena pandemi pula, Kemenparekraf mengubah strategi dari yang menitikberatkan pada angka menjadi kualitas. Pariwisata berkualitas tak hanya soal menaikkan harga layanan, tetapi juga menyertakan keberlanjutan lingkungan sebagai unsur yang tak terpisahkan dari pariwisata.
Ditambah lagi, mengingat pariwisata adalah bisnis kepercayaan, konsumen yang ditargetkan juga wajib diyakinkan lewat beragam upaya. Salah satunya lewat penerapan CHSE secara disiplin. Sertifikasi CHSE digencarkan agar pelaku usaha siap menyambut tamu dengan adaptasi kebiasaan baru.
Kemenparekraf juga kembali mendorong geliat MICE dengan jumlah yang lebih sedikit. Diharapkan, MICE bisa menghasilkan multiplier effect di destinasi-destinasi wisata yang terdampak.
Â
Â
Advertisement