Liputan6.com, Jakarta - Kultur Asia, menurut Nadya Hutagalung, sedikit-banyak membuat anak lebih sulit berkomunikasi secara terbuka pada orangtua. Padahal, sebagai pihak terdekat, orangtua harus memahami secara utuh kondisi si buah hati untuk benar-benar mendukung mereka, entah secara psikis maupun lewat tindakan tertentu.
Kendati telah berlangsung selama beberapa generasi, dengan kebiasaan-kebiasaan sederhana, jarak ini bisa sedikit demi sedikit ditutup. "Dimulai dengan tidak judge siapa pun atau apa pun di sekitar kita," kata ibu tiga anak ini dalam virtual media group interview peluncuran cetakan kedua bukunya, Walk with Me, Jumat, 18 Desember 2020.
Dengan menormalisasi kebiasaan tersebut, anak merasa lebih aman berkomunikasi karena tak punya ketakutan akan dihakimi orangtua sendiri. "Jadi, ia tidak takut mengatakan sesuatu," imbuh perempuan 46 tahun tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Kemudian, sudah lama sejak keluarganya selalu membiasakan duduk dan makan malam bersama. Di kegiatan itu, mereka akan bergantian bercerita tentang hari yang dilalui, entah itu mencakup pengalaman menyenangkan atau sebaiknya.
"Tanya (ke anak) apa yang jelek dan bagus hari itu. Kalau jelek, tanya lagi apa jeleknya. Kalau bagus, ditanya juga apa yang bagus menurutnya. Semua yang ada di meja itu akan berbagi cerita," tuturnya.
Latihan sederhana ini, kata Nadya Hutagalung, merupakan salah satu kunci melihat ke dalam dunia anak. Apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan mereka. "Itu akhirnya sudah jadi sesuatu yang normal sekarang," imbuh aktris sekaligus model tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harus Sehat untuk Jadi Bagian Solusi
Nadya Hutagalung menyampaikan bahwa ia ingin membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, tak hanya anak, namun juga orangtua dan guru. Karenanya, sebagian hasil penjualan buku Walk with Me akan didonasikan untuk menerjemahkan kurikulum garapan The Contentment Foundation.
"Isinya data dan analisa, serta kearifan berusia dua ribuan tahun dari kehidupan masyarakat dunia," katanya. Nadya menjelaskan, pihaknya sekarang sedang mencari pilot school untuk diberi materi kurikulum tersebut.
"Sekolah dua bahasa yang lagi dituju. Supaya tak hanya murid yang diberi pemahaman, namun juga guru dan keluarga. Karena bagaimana bisa mengajarkan anak-anak bila mereka sendiri merasa tak baik-baik saja," tuturnya.
Menurut Nadya, memastikan kesehatan mental terjaga adalah gerbang supaya manusia bisa sama-sama jadi bagian dari solusi. Cakupannya pun bisa beragam, termasuk penyelamatan lingkungan dan hewan.
Advertisement