Sukses

Kupas Tuntas Keberhasilan Bisnis Streetwear dan Diskusi Film di IDGAF SoundLiveFest

IDGAF SoundLiveFest mengusung slogan #BikinApaanSikJadiAsik. IDGAF hadir sebagai manifestasi perasaan, pemikiran, dan emosi di tahun yang penuh dengan ketidakpastian.

Liputan6.com, Jakarta Banyak perubahan yang terjadi selama pandemi. Banyak pula adaptasi yang mesti dijalankan, apalagi jika sudah menyangkut rasa bocan. Biasanya untuk memecah kebosanan kita menikmati karya musisi favorit lewat konser atau datang ke ajang diskusi yang menginspirasi.

Namun di tengah dituasi yang menantang ini, konser dan diskusi digelar secara virtual alias lewat streaming. Nah untuk menikmati akhir pekanmu sebelum melewati beberapa minggu lagi menuju akhir tahun, mending refreshing diri lewat I Dont Give a Fest (IDGAF) SoundLiveFest 2020.

IDGAF SoundLiveFest mengusung slogan #BikinApaanSikJadiAsik. IDGAF hadir sebagai manifestasi perasaan, pemikiran, dan emosi di tahun yang penuh dengan ketidakpastian. Ya, lewat acara streaming ini, kamu bukan hanya bisa refresh your mind, tapi juga bisa mendapatkan inspirasi baru yang datang dari generasi muda sukses.

Nah kira-kira ada apa aja sih di SoundLiveFest ini? Berikut line up-nya:

2 dari 4 halaman

I Dont Give a Fest #Film

Sesi pertama Talks ini mengangkat tema Cinema and Chill: Storytelling for Quarantine and Uncertainty dan menghadirkan narasumber Jason Iskandar. Dalam kesempatan ini, selain berbagi pengalamannya menggeluti industri perfilman Tanah Air, Jason juga menjelaskan tentang persiapan sutradara dan timnya menggarap film di masa pandemi.

"Di tengah pandemi sebagai director dipaksa mikir tentang pertimbangan kreatif. Hal ini berpengaruh sekali di masa pandemi. Misalnya mempertimabngkan adegan besar, tetap diceritain sesuai dengan cerita scale down-nya. Gimana caranya scene building ini impact-nya bisa sama ke penonton," kata Jason.

Selain itu, saat proses penggarapan film, dengan sangat terpaksa dia harus mengurangi jumlah kru. Di balik persiapan produksi, para produser mewajibkan agar semua kru terkait melakukan PCR atau swab test.

"Di tengah pandemi semua harus PCR/Swab Test sebelum syuting. Bukan hanya kru inti, semuanya, sampai driver tapi juga pengawal genset. Kami juga membentuk tim satgas Covid-19 yang bawa hand sanitizer dan ingetin harus pakai masker setiap saat, dia menyediakan disinfektan chamber, cuci tangan, cek suhu dan baru boleh masuk lokasi set," jelasnya.

Meski proses penggarapan jadi lebih 'disiplin' namun tak dapat dipungkiri konsumsi masyarakat terhadap konten layanan on demand meningkat. Lalu bagimana cara Jason dan timnya memaksimalkan film garapannya agar diminati masyakarat?

"Basically story is a strory. Story selalu mngomongin karakter dan karekter selalu ngomongin emosi. Baik layar lebar atau on demand kita selalu ngomongin basic human emotion. Gw ngeliat fenomena Tilik, untuk pertama kalinya film pendek diomongin seluruh Indonesia, massif banget. Kalau ditarik, Tilik itu relatable dengan kondisi sekarang" kata Director & Founder of Studio Antelope ini.

3 dari 4 halaman

I Dont Give a Fest #StreetwearFashion

Faktanya menjalani bisnis tak semudah membalikkan telapak tangan. Tujuh tahun lalu, Arya Dibi membangun dan menjalankan bisnis streetwear dengan label Take Craft. Dinilai Arya, bisnis streetwear itu berangkat dari konsep independen.

"Di mata gue, segala yang berangkat dari independe itu dikategorikan sebagai streetwear label. Di bisnis ini, spirit independen itu penting," jelas Arya yang kali pertama hadir di hadapan khalayak publik dan berbagi pengalaman di Talks sesi kedua bertajuk Skin to Skin with Streetwear Business: Oportunity from Limitation.

Lalu bagaimana Arya menjalankan dan bertahan bisnis ini? Diakuinya, Taka Craft dibangun dengan ide yang ada di kepala. Meski minim modal, namun Arya beruntung karena memiliki teman yang bisa diajak berdiskusi tentang bagaimana caranya menjalankan bisnis.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan Arya diawal membangun bisnis ini. Pertama melakukan riset pasar, produk, harga jual.

"Semua di-breakdown. Jangan sampai ambil keputusan tanpa ke depannya tanpa dasar."

Kedua ideation. Taka, katanya, terinspirasi dari budaya pop di tahun 90-an.

"Bagi gue, tahun itu adalah wave yang besar dan banyak budaya pop yang di-difuse ke Taka, termasuk musik, film, dan koleksi print Taka dari salah satu film."

Lalu yang berikutnya adalah konsisten dan adaptasi. Tanpa kedua hal ini, bisnis sulit berjalan lancar dan bertahan lama. Apalagi di tengah kondisi pandemi dan serba keterbatasan. Para pelaku bisnis, wajib putar otak untuk memberikan inovasi dan beradaptasi. 

4 dari 4 halaman

I Dont Give a Fest #Musik

Setelah mendapat banyak insight dari narasumber, tiba saatnya mendengarkan karya dari musisi terfavorit Tanah Air. Hondo adalah duo musik beranggotakan Kamga dan Chevrina. Dengan genre music balada, mereka membawakan lagu-lagu yang liriknya mewakili kegelisahan manusia.

Dibuka dengan lagu berjudul Mountain, lalu Hondo membawakan single keduanya yang dirilis pada Maret berjudul River. Tak lupa lagu Kamadela dan Soldier yang menemani para pendengar untuk menemani masa-masa sulit seperti sekarang ini.

"Buat lo yang lagi down dan nggak siap hadapin 2021, please jangan gitu karena kita nggak akan pernah tahu apa yang dihadepin besok," ujar Kamga sebelum menyanyikan lagu Soldier.

Selain Hondo, juga ada penampilan dari Kapal Kapal Udara dan ditutup dengan dengan lagu bernuansa elektrik dari Doctoryez. Ya, DJ asal Bali ini berhasil menghilangkan kepenatan dan menutup akhir pekan jadi lebih spesial.

Untuk diketahui, IDGAF akan digelar selama dua hari, yaitu pada 19-20 Desember 2020. Pagelaran virtual ini dimulai pukul 18.30-23.00 dan dapat disaksikan gratis melalui live streaming di Vidio dan www.soundlivefest.id.

 

(*)

Video Terkini