Liputan6.com, Jakarta - Begitu lekat dengan pariwisata membuat pelaku sektor ini, salah satunya di Bali, terseok-seok menghadapi dampak pandemi COVID-19. Karena belum tahu masih akan berlangsung sampai kapan, adaptasi yang cepat dan tepat pun perlu dilakukan, termasuk di tahun baru 2021. Lalu, bagaimana sebenarnya wajah pariwisata Pulau Dewata tahun ini?
Saat jumpa pers akhir tahun 2020, Selasa, 29 Desember 2020, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno, menegaskan bahwa citra pariwisata Bali tak akan diubah. Ini merujuk pada gagasan wisata halal yang beberapa waktu lalu sempat menimbulkan perdebatan.
Sejalan dengan narasi itu, Sandi memastikan bahwa Bali akan mengedepankan pariwisata berbasis budaya, kearifan lokal, kesehatan, dan keberlanjutan. Ia pun menyatakan pemerintah mendukung sepenuhnya keputusan Gubernur Bali, I Wayan Koster, bersama jajarannya, dan berharap tak ada lagi silang pendapat di masyarakat soal isu wisata halal di Bali.
Advertisement
Baca Juga
Soal rencana fokus pariwisata Bali, Ketua DPD ASITA Bali, Komang Takuaki Banuartha, mengatakan bahwa itu merupakan wacana yang sudah akrab di kalangan pelaku sektor tersebut. "Kalau berbicara pantai, tempat lain juga punya pantai yang bagus. Tapi, soal kultur, Bali memang dikenal karena kulturnya," tutur Banu melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Kamis, 31 Desember 2020.
Demi mendukung fokus kesehatan, sambung Banu, sertifikasi Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan) alias CHSE masih akan berlangsung pada 2021. "Sekarang sudah hampir 50 persen (anggota ASITA yang melakukan sertifikasi CHSE). Bakal terus berlanjut karena itu merupakan syarat mutlak yang tak bisa ditawar," tegasnya.
Ini juga selaras dengan ucapan Menparekraf yang akan terus melakukan sosialsiasi CHSE. Menurut Banu, memberi rasa aman dan menjaga citra sebuah destinasi merupakan kunci dalam menggerakkan sektor ini, terutama di masa krisis kesehatan global.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Status Ketersediaan SDM
Masih di faktor kesehatan, Banu mengatakan, sejak beberapa tahun lalu, sebenarnya sudah ada hotel yang terkenal lewat aktivitas wellness tourism. "Jenis pengobatan juga banyak. Nantinya akan ditambah lagi dan dikemas dengan lebih baik," tuturnya.
Dalam praktiknya, Banu beranggapan sudah ada sumber daya manusia (SDM) untuk menjalankan jenis pariwisata ini. Tapi, tak menutup kemungkinan akan ada upgrade di sana-sini untuk lebih mematangkan konsep sehingga memberi hasil yang terlihat secara konkret.
Menegaskan poin-poin esensial dalam praktik pariwisata Bali sepanjang 2021, Banu mengatakan, adanya screening awal COVID-19 punya peran kunci. Pulau tetangga Lombok ini memang tengah memberlakukan syarat penyertaan hasil negatif uji swab PCR untuk penumpang pesawat dan rapid test antigen bagi pengguna transportasi darat dan laut.
"Itu (tes COVID-19) jadi sesuatu yang membuat wisawatan dan warga lokal merasa lebih nyaman," tuturnya. "Protokol kesehatan tentunya harus tetap berlaku. Dengan begitu, kita sama-sama menjaga Bali supaya wisatawan pun bisa segera berkunjung kembali."
Juga, mengingat pemulihan perjalanan internasional sepertinya masih akan perlu waktu lebih lama, pihaknya akan lebih fokus pada wisatawan domestik.
Advertisement
Bali Jadi Simbol Kebangkitan Pariwisata Indonesia
Sandi optimis, dengan segala kesiapan destinasi wisata dan ekonomi kreatif, Bali bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi sekaligus jadi contoh untuk daerah lain di Indonesia.
"Saya mendorong program inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Dalam rangka kolaborasi, saya butuh masukan dari juara pelaku ekonomi kreatif (pelaku sektor pariwisata Bali). Saya akan pelajari masukan-masukan ini untuk nantinya jadi bahan kita membangkitkan ekonomi," kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.
Bersama dengan itu, Banu mengatakan, bantuan sosial pada 2021 tetap dibutuhkan sebagai titik awal menggairahkan kembali sektor pariwisata Pulau Dewata. Mengingat arahnya memang ke quality tourism, ia menegaskan praktiknya bukan berarti mahal.
"Pandemi membuat semua pengusaha tentu harus belajar kembali melihat situasi. Misal, baru ramai, jangan langsung tiba-tiba harganya jadi mahal. Tapi, jangan banting harga juga. Lebih baik kasih benefit lebih ke wisatawan," ungkapnya.
Sandi menuturkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memang memintanya fokus pada lima destinasi super prioritas. Namun, menurutnya, Bali justru bisa jadi contoh bagi lima destinasi super prioritas dalam periode recovery.
Soal ini, kata Banu, memerhatikan kualitas SDM jadi satu yang tak bisa ditawar. "Karena soal karakter kan pasti beda-beda. Wilayah lain tidak perlu jadi Bali karena mereka pastinya punya keunikan masing-masing. Satu yang bisa diambil dari Bali adalah tentang bagaimana hubungan antarmanusia, hospitality," katanya.
Karenanya, ia membuka peluang mengadakan pertukaran SDM, yang dibantu pemerintah, untuk memberi seminar maupun langsung melatih di wilayah tertentu. "Atau, bisa juga dengan meningkatkan kualitas sekolah pariwisata di sana dengan pendidik berpengalaman," tandas Banu.
Tips Libur Panjang Bebas COVID-19
Advertisement