Liputan6.com, Jakarta - Seiring target menurunkan berat badan menjelma jadi resolusi tahun baru yang populer, ragam tren diet pun silih berganti munucul. Tahun ini pendekatannya boleh jadi berbeda, mengingat pandemi COVID-19 membatasi aktivitas sosial, seperti olahraga di pusat kebugaran, studio yoga, bahkan taman.
Di antara pembatasan tersebut, diet kebingungan metabolik dipuji sebagai cara menurunkan berat badan tanpa mengecualikan kelompok makanan atau menerapkan batasan tak berkelanjutan. Ahli nutrisi dari University of Surrey, Inggris, Adam Collins, menjelaskan mengapa cara makan baru ini berhasil merengkuh popularitas.
Melansir laman Biz News, Selasa, 5 Januari 2021, sebagai awalan, Collins menegaskan dengan membantah mitos bahwa diet ini akan meningkatkan metabolisme. "Tidak (meningkatkan metabolisme tubuh), tapi dapat memiliki manfaat lain," ucapnya.
Advertisement
Baca Juga
Seperti banyak "diet iseng," cara makan ini menjanjikan Anda bisa menurunkan berat badan sambil tetap makan apa yang diinginkan. Penggemar diet mengklaim bahwa dengan beralih antara hari-hari dengan konsumsi kalori sangat rendah, namun tinggi di lain waktu, Anda dapat menurunkan berat badan.
Diet kebingungan metabolik sebenarnya mirip dengan puasa intermiten, tapi tanpa pembatasan energi, dalam kasus ini kalori, secara ekstrem. Seseorang yang sedang diet, misalnya, hanya makan 1,2 ribu kalori sehari, kemudian makan dua ribu kalori di hari berikutnya.
"Meski belum ada penelitian secara khusus pada diet kebingungan metabolik, kami dapat membandingkan dengan bentuk puasa intermiten yang populer, yakni diet 5:2, di mana Anda makan seperti biasa selama lima hari, lalu berpuasa selama dua hari atau hanya makan sekitar 500 kalori," tutur Collins.
Meski bisa makan sebanyak yang Anda suka pada lima hari, orang mungkin tak merasa lebih lapar dan pada akhirnya tetap makan lebih sedikit secara keseluruhan, bahkan lebih sedikit dari hari puasa intermiten.
Ini mendukung gagasan bahwa puasa intermiten dapat menyebabkan penurunan berat badan yang sebanding dengan diet konvensional, di mana Anda membatasi kalori setiap hari.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mengenali Risikonya
Namun, meski mungkin berhasil membuat orang makan lebih sedikit, di sisi lain, diet ini sebenarnya dapat memperkuat kebiasaan makan yang buruk, seperti mengonsumsi makanan dan minuman berenergi tinggi.
Pasalnya, orang mungkin berpikir mereka dapat "mengobati" diri pada hari-hari rendah kalori. Sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang yang mengikuti diet 5: 2 mengonsumsi lebih banyak kalori sebelum hari-hari puasa secara tidak sadar, di mana ini juga dapat terjadi pada diet kebingungan metabolik.
Alasan lain untuk popularitas diet kebingungan metabolik adalah karena para penggemar diet mengklaim bahwa beralih antara hari-hari rendah dan tinggi kalori membuat metabolisme tetap aktif, akibatnya Anda membakar lebih banyak kalori.
Dipercaya juga bahwa "kebingungan" ini akan menghentikan resistensi biologis, seperti peningkatan nafsu makan, terhadap diet yang dapat menggagalkan penurunan berat badan. Padahal, ketika menurunkan berat badan, tubuh secara otomatis membutuhkan lebih sedikit kalori untuk bertahan hidup.
Nilai jual lain dari diet kebingungan metabolik adalah mencegah metabolisme Anda melambat saat menurunkan berat badan. Namun, ketika melihat studi tentang puasa intermiten, Collins mencatat penurunan yang sama dalam tingkat metabolisme tampak seperti yang dilakukan pada diet tradisional terbatas kalori.
Â
Advertisement
Fakta tentang Metabolisme Tubuh
Studi aneh yang menyarankan puasa intermiten meningkatkan laju metabolisme Anda seringkali dapat dijelaskan dengan dimasukkannya puasa total. Puasa menyebabkan respons kelaparan metabolik akut, menyebabkan tubuh membakar lebih banyak bahan bakar yang dicadangkan selama sekitar 24--48 jam setelah berpuasa.
Semua tindakan manajemen bahan bakar darurat jangka pendek ini bermaksud mensuplai glukosa ke otak. Tapi, bahkan dalam kasus ini, setiap peningkatan sementara dalam metabolisme mungkin hampir tak dapat dideteksi. Juga, beberapa penelitian sebenarnya menunjukkan penurunan laju metabolisme cenderung lebih tinggi dengan puasa intermiten.
Faktanya adalah tak peduli bagaimana Anda menurunkan berat badan, laju metabolisme akan menurun. Bahkan, jenis olahraga tertentu belum tentu bisa meningkatkan metabolisme. Ini berdasarkan studi tentang pelatihan ketahanan, seperti lari jarak jauh, yang menunjukkan bahwa laju metabolisme melambat untuk menggunakan energi secara lebih efisien selama berolahraga.
Namun, tubuh membakar lebih banyak kalori segera setelah berolahraga untuk membantu pemulihan otot, terutama setelah olahraga dengan intensitas lebih tinggi. Latihan beban secara teratur justru berpotensi menghasilkan tingkat metabolisme lebih tinggi.
5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar
Advertisement