Sukses

Pentingnya Divestasi Industri Peternakan untuk Cegah Titik Kritis Iklim Bumi

Sekitar 14,5 persen dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan manusia dikeluarkan dari sektor industri peternakan.

Liputan6.com, Jakarta -  Pada tahun 2020, semua mata tertuju pada Covid-19. Namun seiring meningkatnya ekspektasi untuk vaksinasi massal pada 2021, tahun ini dijanjikan sebagai waktu untuk fokus pada tantangan lain, yang sama besarnya: mitigasi perubahan iklim.

Untuk mencegah planet mencapai titik terpanas dalam sejarah, LSM internasional Sinergia Animal dan organisasi mitra lainya mendesak bank pembangunan internasional untuk mengumumkan divestasi besar-besaran terhadap industri peternakan. Menurut FAO, setidaknya 14,5 persen dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia dikeluarkan dari sektor industri peternakan.

“Lembaga keuangan ini memiliki peran besar dalam melakukan mitigasi perubahan iklim dengan membentuk rantai produksi. Mereka dapat memutuskan untuk mendanai praktik pertanian berkelanjutan, atau terus meminjamkan dana miliaran kepada industri peternakan. Selain tidak ramah lingkungan, industri ini juga menempatkan kita pada risiko pandemi baru, ancaman ketahanan pangan, dan juga kekejaman terhadap hewan dan manusia, ”jelas Anggodaka, Campaign Manager Act for Farmed Animals (AFFA).

Bank pembangunan Internasional, seperti Bank Dunia dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD), merupakan lembaga keuangan yang dibentuk untuk melakukan investasi bagi sektor produktif dan infrastruktur, yang sebagian besar ada di Negara-Negara Dunia Selatan.

Pada November lalu, 450 bank pembangunan publik di dunia mengumumkan, melalui deklarasi bersama, janji untuk menyelaraskan keputusan pendanaan dengan Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim.

Dalam surat tersebut, mereka menyatakan bahwa “konservasi, pengelolaan dan perlindungan berkelanjutan [keanekaragaman hayati, lautan, dan alam] merupakan fondasi yang penting untuk pembangunan dan kesejahteraan semua masyarakat, termasuk dalam merancang sistem pangan yang berkelanjutan”.

Meskipun demikian, tidak ada hasil yang menyatakan secara eksplisit tentang adanya rencana divestasi terhadap sektor industri peternakan.

“Berdasarkan bukti saintifik, kami dapat mengatakan bahwa tidak mungkin untuk menciptakan sistem pangan yang aman, berkelanjutan, dan adil saat kita tahu bahwa sistem tersebut sangat bergantung pada produksi hewan, terutama dalam sistem industri kita saat ini,” kata Anggodaka.

Sinergia Animal merekomendasikan agar investasi pada industri peternakan dihentikan dan beralih ke sistem agroekologi, sistem pertanian asli, agroforestri, pertanian organik, sistem pangan nabati, sistem silvo-pastoral ( sistem penggunaan lahan yang menggabungkan penanaman tanaman penghasil makanan ternak dan pepohonan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus memelihara ternak) serta inisiatif sistem padang rumput permanen dengan intensitas rendah (untuk mengurangi dampak buruk kepada lingkungan).

Sebuah studi terbaru oleh Inter-American Development Bank (IDB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan manfaat tambahan ketika beralih ke ekonomi dengan emisi nol yang bersih, yang mencakup penambahan pola makan berbasis nabati: dapat menciptakan 15 juta pekerjaan baru di Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2030.