Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka peringatan Hari Gizi Nasional yang jatuh pada Senin, 25 Januari 2021, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) meluncurkan dokumen bertajuk "Bahaya Terselubung dari Makanan Ultra Proses.” Ini merupakan dokumen terbitan Breastfeeding Promotion Network of India (BPNI) yang merupakan mitra kerja AIMI di International Baby Food Action Network (IBFAN).
"Dalam konteks Indonesia, kami melihat promosi makanan ultra proses sangatlah masif, tak hanya di kota besar namun sampai di pelosok. Makanan pabrikan sangat mudah dijumpai dan sering kali jadi makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dari semua kalangan," kata Nia Umar, ketua umum AIMI, dalam jumpa pers virtual, Jumat (29/1/2021).
Lebih lanjut Nia menjelaskan, ada beberapa identifikasi mudah untuk mengenali makanan ultra proses. Pertama, makanan ultra proses dibuat di pabrik dalam jumlah besar dan dijual menggunakan kemasan. Jenis ini biasanya dipasarkan dalam bentuk produk cepat saji yang diolah dengan berbagai cara, seperti pemadatan, karbonasi, pengocokan, penambahan massa, dan pemipihan.
Advertisement
Baca Juga
"Lalu, dipromosikan secara komersil dengan klaim-klaim tertentu. Juga, sebagai pengganti konsumsi makanan asli, serta memiliki rantai produksi yang prosesnya panjang," imbuh Nia.
Terakhir, makanan ultra proses biasanya punya lima atau lebih kandungan bahan pangan. "Bahan-bahan ini juga biasanya tak bisa kita jumpai di dapur sendiri. Misalnya, penstabil, kasein, dan laktosa," tuturnya.
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi makanan ultra proses menyebabkan peningkatan nafsu makan dan kenaikan berat badan yang lebih besar daripada makanan tak diproses, meski jumlah kalorinya sama.
Dampak buruk kesehatannya adalah obesitas, asma dan mengi pada anak, peningkatan berat badan berlebih, diabetes tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, depresi, sindrom iritasi usus besar, dispepsia, kelemahan, termasuk kelelahan dan kelemahan otot, serta "semua penyebab kematian" pada orang dewasa.
"Selain itu, kemasan produk makanan ultra proses juga sudah jadi masalah limbah serius yang mengotori Bumi, Bumi kita satu-satunya. Jadi, dengan menghindari konsumsi produk makanan ultra proses juga turut mengurangi beban Bumi," ungkap Nia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Memahami Klasifikasi NOVA
Dalam klasifikasi NOVA, terdapat empat kelompok makanan. Kelompok satu adalah makanan yang tak diproses atau diproses secara minimal. "Makanan ini bagian dari tumbuhan, seperti buah, umbi, sayur, maupun kacang-kacangan," kata Nia.
"Kemudian, bisa juga dari hewan, seperti daging ayam, ikan, sapi, dan kambing, yang dapat diolah dengan cara direbus, dipanggang, dan sebagainya," sambungnya, menambahkan bahwa menu makanan kelompok satu ini tak dipersiapkan tanpa diproduksi melalui pabrik.
Kelompok dua adalah bahan pangan olahan industri. Ini merupakan kelompok makanan hasil proses makanan kelompok satu. Proses produksinya meliputi antara lain penyulingan, penggilingan, penggerusan, dan pengeringan. "Misal, minyak, gula, garam, rempah bumbu, mentega, dan asam cuka," Nia menjelaskan.
Selanjutnya, kelompok tiga adalah makanan olahan. Ini dihasilkan dari makanan kelompok satu ditambah gula, garam, atau minyak untuk meingkatkan daya tahan produk maupun memodifikasi rasa. Konsumsi makanan kelompok tiga, kata Nia, harus diperhatikan kandungan gula dan garamnya.
Bila terlalu banyak, atau dikonsumsi terlalu sering, kelompok makanan ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Terakhir, makanan ultra proses yang konsumsinya direkomendasikan untuk dihindari, minimal mulai dikurangi.
"Kita juga jangan mudah tergoda promosi. Jangan juga mudah terperdaya jargon-jargon, serta penggunaan tokoh tertentu dalam memasarkan makanan ultra proses," kata Nia. Kemudian, publik juga disarankan untuk mencari sumber terpercaya yang tak memiliki kaitan maupun konflik kepentingan dengan industri untuk mencari tahu soal makanan ultra proses.
"Pemerintah juga perlu mengatur pemasaran produk makanan ultra proses agar tak merugikan kesehatan rakyat, di samping mengatasi dampak lain, seperti limbah sampah," tandasnya.
Advertisement