Sukses

Mengapa Pesawat Terbang Komersial Tidak Sediakan Parasut untuk Penumpang?

Parasut secara umum dapat digunakan untuk memperlambat gerak turun seseorang, termasuk penumpang yang jatuh dari pesawat terbang.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat terbang khusus seperti pesawat militer biasanya dilengkapi dengan parasut untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat. Pesawat militer, seperti jet tempur, memiliki beberapa parasut yang bisa digunakan penumpang pesawat saat keadaan darurat yang ekstrem.

Parasut biasanya berfungsi sebagai alat penyelamat awak pesawat. Para penumpang nantinya akan melakukan pendaratan saat pesawat terbang mengalami kondisi bahaya. Dalam situsi seperti itu, melompat keluar dari pesawat bisa menjadi satu-satunya pilihan untuk bertahan hidup.

Kalau dilihat dari fungsinya, parasut secara umum dapat digunakan untuk memperlambat gerak turun seseorang. Jadi saat berada pada kondisi darurat di ketinggian tertentu, setidaknya dapat menolong penumpang, salah satunya saat pesawat jatuh. Kalau parasut bisa menolong penumpang, kenapa tidak ada parasut di pesawat terbang komersial?

Dilansir dari laman Conde Nast Traveler, 29 Januari 2021, salah satu alasan pesawat terbang komersial tidak dilengkapi dengan parasut karena penumpang tidak terlatih menggunakan parasut ketika menyelamatkan diri saat kondisi darurat.

Selain itu, penumpang juga tidak dibekali bagaimana cara mendarat dengan benar. Bahkan, seorang penerjun payung pun membutuhkan pelatihan dan beberapa persiapan sebelum melakukan aksinya.

"Saat seorang penerjun payung jatuh dari pesawat dan parasut dikembangkan, biasanya butuh waktu empat sampai lima jam pelatihan," terang Jim Crouch, Director of Safety and Training for the U.S Parachute Association.

"Bahkan mereka yang sudah terlatih untuk memakai parasut, dalam kondisi pesawat komersial yang biasanya melintas di ketinggian 35.000 kaki, hal itu pun juga tidak pantas dilakukan," tambahnya.

Di sisi lain, parasut juga tak bisa dipakai semudah menggunakan pelampung penyelamat. Ukurannya juga harus pas dengan tubuh masing-masing penumpang. Terjun dengan parasut ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Menurut USPA USParachute Association, terjun tandem adalah cara termudah dan terpopuler untuk melakukan terjun payung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Didampingi Instruktur Berpengalaman

Peserta yang belum pernah melakukan terjun payung sebelumnya perlu waktu setengah jam untuk mengikuti instruksi di darat. Setelah itu, penerjunan akan dilakukan dari ketinggian sekitar 13.000 kaki, bersama dengan instruktur berpengalaman.

Sementara itu, pada penerjunan Accelerated Freefall, penerjun dengan sistem parasut yang terpasang harus ditemani oleh dua instruktur di sisi kiri dan kanannya. Pada tahap ini, penerjun pemula harus menghabiskan empat sampai lima jam kelas pelajaran di darat sebelum terbang. Para instruktur akan memegangi tali pengaman penerjun pemula, hingga ia mengembangkan parasutnya.

Selanjutnya, pemanduan akan dilakukan melalui instruksi radio agar pendaratan bisa dilakukan dengan selamat. Selain itu, penerjun berpengalaman juga hanya bisa melakukan terjun payung pada ketinggian tidak lebih dari 15.000 kaki. New Zealand Parachute Industry Association bahkan tidak mengizinkan anggota penerjunnya untuk terjun pada ketinggian lebih dari 16.500 kaki.

Uniknya, perusahaan penerbangan ternyata pernah menyediakan parasut bagi penumpangnya untuk pesawat berkecepatan 90 knot atau 166 kilometer per jam.

Salah satu penerbangan dengan parasut sebagai alat keselamatan dilakukan di atas pesawat Boeing Model 40 yang hanya memuat dua orang. Tapi kemudian, pada 1920-an parasut tak pernah digunakan lagi untuk para penumpang pesawat sampai saat ini.

3 dari 3 halaman

6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat