Sukses

Sekolah Penggerak, Program Keroyokan agar Belajar di Sekolah Makin Menyenangkan

Sekolah Penggerak bukanlah sekolah unggulan. Mendikbud menyatakan tujuannya sama, agar sekolah menjadi lingkungan yang aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan untuk semua siswa.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim baru-baru ini meluncurkan program Sekolah Penggerak. Program jangka panjang itu digadang-gadang akan mampu mentransformasi sekolah menjadi tempat belajar yang benar-benar menyenangkan tanpa mengubah input siswa.

"Kita ingin lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan menyenangkan, dan ini yang paling penting. Kita tidak bisa menemukan optimalisasi di dalam kelas saja," kata Nadiem dalam Merdeka Belajar Episode 7: Program Sekolah Penggerak, Senin, 1 Februari 2021.

Nadiem menekankan program tersebut berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam profil pelajar Pancasila, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. 

"Kita ingin hasil belajar di atas rata-rata, numerasi, literasi harus meningkat di atas rata-rata," sambung dia.

Lewat program Sekolah Penggerak, setiap elemen di dalamnya diminta untuk bertransformasi yang bukan sekadar memenuhi syarat administratif saja. Perubahan yang diharapkan terjadi bukan hanya pada siswa, tetapi juga guru dan kepala sekolah. Program juga tidak membatasi pada tingkatan sekolah tertentu, tetapi terbuka bagi semua tingkatan sekolah yang terbagi menjadi empat tahap.

Tahap I adalah sekolah yang dinilai sangat kurang dari rata-rata dan masih menerapkan perundungan sebagai norma. Program belajar mengajar juga masih kerap alami gangguan dan para guru belum berefleksi dan saling berkolaborasi. Sementara, tahap II adalah sekolah yang sudah mendekati rata-rata dan perundungan bukan dianggap hal normal walau masih terjadi di sekolah.

Tahap III adalah sekolah yang dianggap mendapat hasil belajar yang sudah memenuhi standar dan perundungan tidak lagi terjadi di sekolah tersebut. Para guru pun mulai menerapkan pola kolaborasi dan refleksi dalam proses pengajaran walau masih di tahap awal. Sementara, tahap IV adalah gambaran sekolah yang ideal di mana siswa menjadi fokus dalam proses pembelajaran, bukan regulasi atau hal lainnya.

"Sekolah di mana dia (siswa) didengarkan dan berpartisipasi dalam pendidikan dia. Dia menjadi kontributor dalam pelajaran dia dan punya kemerdekaan. Perencanaan anggaran sudah seamless dengan program pembelajarannya," jelas Nadiem.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Intervensi Holistik

Program Sekolah Penggerak merupakan kolaborasi antara Kemendikbud dengan pemerintah daerah, dan komitmen Pemda menjadi kunci utama. Kemendikbud dan pemda akan terlibat dalam lima intervensi yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Salah satu hilang, prosesnya tidak akan berjalan optimal.

Intervensi pertama berupa pendampingan yang bersifat konsultatif dan asimetris. Kemendikbud melalui UPT di masing-masing provinsi akan turun langsung ke lapangan mendampingi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam perencanaan Program Sekolah Penggerak.

Pendampingan juga diberikan selama implementasi program, seperti memfasilitasi pemda dalam sosialisasi hingga mencarikan solusi jika terjadi kendala di lapangan. "Kemendikbud akan jadi pembantunya pemda. Kita ke sana datang untuk memberikan konsultasi dan bantuan. Bantuan juga sifatnya asimetris, enggak semuanya sama. Untuk daerah tertentu karena kondisi berbeda, ya sesuaikan dengan kondisi di sana," urai Nadiem.

Selanjutnya adalah memperkuat SDM sekolah yang melibatkan kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik dan guru. Penguatan tersebut meliputi pelatihan dan pendampingan intensif dengan pelatih ahli yang disediakan oleh Kemendikbud. Maka itu, menurut Nadiem, proporsi anggaran terbesar bukan dialokasikan untuk pembelian perangkat, tetapi lebih ke pelatihan.

Berikutnya adalah melakukan pembelajaran dengan paradigma baru yakni merancang pembelajaran berdasarkan prinsip yang terdiferensiasi sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya. Adapun perencanaan berbasis data menitikberatkan pada manajemen berbasis sekolah di mana yang dilakukan berdasarkan refleksi diri satuan pendidikan.

Terakhir, digitalisasi sekolah yaitu penggunaan berbagai platform digital yang mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dan pendekatan yang disesuaikan.

"Dalam sekolah penggerak, tidak ada yang namanya sekolah unggulan. Tidak ada yang mengubah input, tetapi mengubah proses pembelajaran dan meningkatkan kapasitas SDM," tutur Mendikbud.

3 dari 4 halaman

Program Jangka Panjang

Ruang lingkup Program Sekolah Penggerak mencakup seluruh kategori sekolah, baik negeri dan swasta. Pendampingan akan dilakukan selama tiga tahun ajaran, dan selanjutnya sekolah mengupayakan transformasi secara mandiri. Tujuan besar program ini adalah kemudian terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia dapat menjadi sekolah penggerak.

Program ini akan dilakukan secara bertahap dan terintegrasi sehingga seluruh ekosistem sekolah di Indonesia akan menjadi Sekolah Penggerak. Pada tahun ajaran 2021/2022, program ini akan melibatkan 2.500 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 110 kab/kota, disusul pada tahun ajaran 2022/2023, Kemendikbud akan melibarkan 10.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 250 kab/kota.

"Untuk tahun ajaran 2023/2024, kita akan libatkan 20.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 514 kab/kota; selanjutnya sampai 100 persen satuan pendidikan menjadi Sekolah Penggerak," jelas Mendikbud.

Ia mengundang semua kepala sekolah untuk mendaftarkan diri secara online dengan batas akhir registrasi pada 6 Maret 2021. Ia mengingatkan tahapan tersebut penting untuk menakar seberapa besar keinginan sekolah untuk berubah yang dimulai dari inisiatif kepala sekolah.

"Ini bukan perubahan yang mudah, tapi sangat berat dan menantang, tetapi dengan potensi akan mendapat hasil yang sangat baik," kata Nadiem seraya menyebut selama program Sekolah Penggerak berlangsung, tidak ada rotasi kepala sekolah dan guru selama minimal empat tahun. 

Pendaftaran dibuka untuk kepala sekolah semua jenjang mulai dari PAUD (5-6 tahun), SD, SMP, SMA, SLB. Bagi kepala sekolah yang ingin menjadi bagian dari program ini dapat segera mendaftar sebelum 6 Maret 2021 di https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/pendaftaran-sekolah-penggerak/. Informasi tentang Program Sekolah Penggerak dapat dilihat di https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/programsekolahpenggerak/

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Sekjen Kemendagri), Muhammad Hudori mewakili Mendagri mendukung program tersebut dengan mendorong agar para pemda segera memahami konsep program secara menyeluruh. Pemda juga didorong membuat kebijakan daerah sebagai tindak lanjut untuk mendukung program Sekolah Penggerak berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan Kemendikbud.

Selanjutnya, dinas terkait diminta memetakan kebutuhan untuk mendukung pelaksanaan program Sekolah Penggerak dan tidak merotasi kepala sekolah, guru, dan SDM lainnya selama minimal empat tahun (khusus untuk sekolah negeri) di Sekolah Penggerak. "Ini perlu kolaborasi, pembinaan dan pengawasan di tingkat pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota," kata Hudori.

Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mengapresiasi dan mendukung gagasan serta inisiasi Kemendikbud terkait program Sekolah Penggerak. Ia berharap kebijakan utu bisa menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap stigma sekolah unggulan. "Ini bukan pembeda antara sekolah unggulan dan sekolah pinggiran. Kita akan terus pantau pelaksanaannya di lapangan agar tidak ada jarak antara perencanaan dan implementasi," ucap dia.

4 dari 4 halaman

Rencana Pembukaan Kembali Sekolah Tatap Muka