Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini berbagai bencana terutama bencana alam melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Meski membuat kita prihatin, di satu sisi kita juga harus bersyukur karena masih banyak masyarakat yang nemberikan bantuan atau donasi kepada mereka yang membutuhkan. Meski pandemi corona Covid-19 belum reda, situasi itu sepertinya tidak jadi alasan untuk tidak memberi donasi pada sesama.
Namun seperti pernah terjadi dalam beberapa kesempatan, terkadang bantuan yang diberikan, terutama berupa barang, kurang tepat sasaran sehingga terbuang dan bahkan menjadi sampah yang bisa menambah pencemaran lingkungan. Contohnya saja pakaian.
Advertisement
Baca Juga
Terkadang donasi pakaian yang kurang tepat sasaran atau mungkin banyak yang tidak layak lagi, membuatnya harus dibuang sehinga justru menjadi sampah. Dengan bertambahnya sampah apalagi kalau dibuang sembarangan, hal itu bisa nenjadi ironi, karena bisa saja memicu masalah lain atau menimbulkan bencana lainnya di kemudian hari.
Tentunya kita semua tidak ingin situasi seperti itu terjadi lagi. Lalu, bagaimana caranya agar hasil donasi tidak sia-sia dan justru menjadi sampah?
Beberapa yayasan yang sering memberikan dan menyalurkan donasi pada korban bencana memgakui, tiap pemberian bantuan sebaiknya memang harus tepat sasaran. Caranya dengan terjun langsung dan mengamati serta mengumpulkan informasi di kawasan yang terkena bencana. Hal itu dilakukan, salah satunya oleh yayasan Aksi Peduli Bangsa (APB).
"Biasanya kami ada donasi pakaian layak pakai, yang penyalurannya dilakukan langsung oleh tim kami," terang Raisya dari APB saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Februari 2021.
"Dari sini biasanya kami salurkan ke daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), dimana masyarakatnya banyak yang kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok sehingga kita tahu betul apa saja kebutuhan mereka. Dengan begitu bantuan atau donasi berupa barang tidak sia-sia karena tepat sasaran," lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Turun Langsung Mencari Informasi
Sementara itu Yayasan Rumah Welas Asih juga melakukan cara yang tidak jauh berbeda. "Di saat pandemi, dan ditambah dengan banyaknya bencana saat ini, kami mencoba membantu semaksimal kami. Sebelum kita melakukan penyaluran donasi kepada penerima, kami melakukan pencarian data kepada penerima, apa saja yang mereka butuhkan," terang Yayasan Rumah Welas Asih dalam pesan pada Liputan6.com, Kamis, 11 Februari 2021.
Dengan begitu, mereka tidak sekadar membagikan donasi. Contohnya, kalau ingin membagikan bantuan di bencana Merapi, mereka informasi, mendata apa saya yang dibutuhkan di pengungsian Merapi.
"Kemudian kita membawakan apa yang dibutuhkan disana. Soalnya kebanyakan orang memberi bantuan yang umum-umum aja, Jadi kalau semua orang memberi barang yang sama, bantuan itu bisa terbuang sia-sia," sambung mereka.
Menurut pihak yayasan yang berpusat di Yogyakarta ini, terkadang kita tidak memikirkan bantuan peralatan pribadi, seperti gayung dan handuk yang juga banyak dibutuhkan para korban bencana. Rumah Welas Asih biasanya membangun posko di beberapa daerah yang terkena bencana untuk kemudian menyalurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan secara langsung.
Dengan menyampaikan secara langsung atau mendatangi secara langsung, mereka mengaku jadi lebih tahu bantuan berupa barang apa saja yang diperlukan para korban bencana. Mengetahui kebutuhan mereka yang akan diberikan donasi memang sangat penting, agar tidak sia-sia dan malah langsung menjadi sampah.
Advertisement
Fenomena Fast Fashion
Menurut Managing Director Waste4Change M. Bijaksana Juneresano, ketika kita berniat untuk melakukan donasi pakaian bekas, memang sebaiknya ditanyakan terlebih dahulu kepada calon penerima.
Apakah mereka masih membutuhkan donasi pakaian? Pakaian apa saja yang paling dibutuhkan, apakah pakaian anak, dewasa perempuan atau laki-laki? Hal ini perlu dilakukan agar apa yang kita berikan, sesuai dengan kebutuhan.
"Terjadinya penumpukan donasi pakaian pada lokasi-lokasi bencana juga menunjukkan fenomena fast fashion. Fast fashion ini menunjukkan ketidakseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan masyarakat akan sandangnya,” terang pria yang akrab disapa Sano ini lewat pesan pada Liputan6.com, Sabtu, 13 Februari 2021.
Ia menambahkan, dengan maraknya promosi pada dunia fesyen, membuat banyak masyarakat merasa membutuhkan lebih banyak dari yang seharusnya. Sehingga pada akhirnya yang mereka belanjakan menumpuk dan akhirnya salah satu jalur yang dipilih untuk mengurangi jumlahnya adalah melalui donasi.
"Donasi ini dinilai baik dibanding langsung dibuang, tetapi seharusnya hal ini perlu dibarengi dengan pengurangan belanja fesyen. Dengan begitu proses penumpukannya tidak terulang kembali," tuturnya.
Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Advertisement