Liputan6.com, Jakarta - Rutin memakai produk skincare telah jadi bagian gaya hidup tak sedikit orang, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Tak heran bila kemudian muncul berbagai klaim atas rangkaian produk perawatan tersebut. Di antara banyak, istilah natural skincare jadi satu yang sudah akrab di telinga.
Dengan mencatut nama "natural," apakah pengunaan jenis produk ini selalu aman? Dr. Arini Astasari Widodo, SpKK, selaku dokter spesialis kulit, menjelaskan bahwa bahan natural dalam produk kecantikan umumnya didapatkan dari tanaman, binatang, mikrobiologi, atau mineral.
"Termasuk juga materi yang kemudian diproses, difermentasi, atau diproses dengan cara tradisional," katanya melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 26 Februari 2021. "Ada juga istilah natural derived ingredients, yaitu bahan alami mentah untuk membuat bahan kimia baru yang hasil akhirnya tidak dapat kita temukan di alam."
Advertisement
Baca Juga
Kategori produk ini, merujuk pada ISO 16128, imbuh dr. Arini, bisa merupakan bahan natural turunan, yakni cosmetic ingredients terbuat lebih dari 50 persen bahan alami yang diperoleh melalui proses kimia dan/atau biologis. "Tingkat kenaturalan diukur dari berat molekul dan karbon terbarukan," sambung dosen, sekaligus peneliti dari Universitas Ukrida tersebut.
Natural skincare enthusiast, sekaligus pemilik akun @organicbeauty.id, Wina, mengatakan, berbicara tentang klaim natural skincare, Indonesia Natural Skincare Society (INSS) merujuk pada standar ECOCERT. Pihaknya menjelaskan bahwa untuk mengklaim sebuah produk masuk dalam kategori tersebut, setidaknya harus memanfaatkan 95 persen bahan natural dalam formulasinya.
"Artinya, 95 persen bahan dasar harus berasal dari alam. Lima persen diperbolehkan menggunakan kimia sintetis tertentu yang dikategorikan natural allowed. Tentunya mereka tidak boleh mengandung paraben, phenoxyethanol, silikon, bahan dari produk GMO, pewangi, dan perisa sintetik," paparnya lewat pesan, Kamis, 25 Februari 2021.
Lebih lanjut ia menyambung, kandungan Polyethylene Glycol (PEG), SLS/SLES, Hydroquinone (HQ), Propylene Glycol (PPG), BHT, EDTA, dan Mineral Oil (petroleum) juga tidak diperbolehkan dalam standar natural maupun clean skincare.Â
Sementara itu, Divanda Gitadesiani, founder natural skincare brand, Klei & Clay, menjelaskan, sebagai catatan, produk perawatan natural juga mengalami proses kimia dalam pembuatan, tapi tidak semua senyawanya merupakan bahan kimia.
"Kalau dalam Klei & Clay, kami menggunakan bahan-bahan natural yang notabene kandungan bahan kimianya hanya preservatif. Itu juga hanya di beberapa skincare saja. Misal, face oil yang merupakan best seller kami, itu menggunakan (bahan) plant-based, tidak pakai preservatif sama sekali," paparnya melalui pesan suara, Kamis, 25 Februari 2021.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Apakah Lebih Aman?
Dr. Arini menjelaskan bahwa bahan alami dalam skincare tidak berarti lebih aman. Pasalnya, bahan alami memiliki risiko yang sama dengan bahan lain, termasuk dalam potensi iritasi dan alergi.
Hal senada juga diungkap Diva. Ia menjelaskan, "Semua skincare entah berbahan alami, organik, atau kimia, pasti punya risiko. Karena pada dasarnya kulit kita berbeda-beda. Bila (skincare) natural organik identik lebih aman, itu benar. Tapi, itu tergantung juga dengan persentase bahan yang kita pilih."
Pasalnya, sambung Diva, ada beberapa bahan yang punya limitasi tertentu dalam formulasi. "Misal, lavender essential oil, itu paling okay dipakai hanya dua persen dari total keseluruhan. Begitu juga yang bahan kimia, misal di bawah lima persen," tuturnya.
Wina pun sepakat dengan narasi tersebut. Ia mengatakan, dosis bahan, formulasi yang benar, dan apakah ada sensitivitas terhadap bahan tertentu sangat memengaruhi indikator keamanan natural skincare.
Sementara itu, soal sertifikasi skincare natural di Indonesia, Diva menyebut, sejauh ini baru ada tolak ukur yang dikurasi INSS. "Klei and Clay sendiri sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan INSS," ucapnya.
Di samping itu, dr. Monika Hadimuljono, Sp.KK, board certified dermatologist Klinik Dermaplus, menjelaskan, risiko kontaminasi bahan kimia berbahaya juga tetap ada dalam natural skincare.
"Contohnya, kandungan lumpur dalam produk skincare, seperti masker atau scrub. Itu bisa saja terkontaminasi racun yang berasal dari logam," jelasnya melalui email, Jumat, 26 Februari 2021.
Advertisement
Pertimbangan Membeli Natural Skincare
Perihal membeli produk natural skincare, dr. Arini menyarankan agar selalu memerhatikan apakah produk tersebut legal dan memiliki notifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Kemudian, apakah hanya mengatakan produknya natural atau ada klaim maupun sertifikasi resmi dari BPOM atau organisasi lain," tuturnya.
Kendati demikian, dr. Monika menyambung bahwa BPOM sendiri belum mengarah spesifik pada sertifikasi komponen alami. Ia menyambung, agar terhindar dari bahan berbahaya, selalu lihat komposisi kandungan pada kemasan produk.
"Perlu diketahui, bahan-bahan alami membutuhkan zat pendukung untuk membuatnya konsisten, tidak terkontaminasi bakteri, dan tidak busuk, dalam kasus ini berubah tekstur, berubah warna, maupun berubah aroma," paparnya.
"Kemudian, tidak semua permasalahan kulit bisa ditangani dengan bahan alami. Masalah kulit, seperti jerawat, peradangan, bintik hitam, dan kerutan harus ditangani produk berbahan kimia atau bahan aktif," sambung dr. Monika.
Karenanya, Anda harus selalu memerhatikan reaksi kulit atas penggunaan suatu produk, di samping bisa mengonsultasikan permasalahan kulit dengan dokter spesialis kulit.
Sebagai catatan tambahan, Wina menyoroti bahwa produk natural pun dibuat sesuai kebutuhan konsumen. "Bagi ibu hamil dan ibu menyusui, disarankan untuk menjauhi bahan-bahan yang sifatnya menghambat pertumbuhan sel," tuturnya.
Bahan-bahan tersebut, sambung Wina, biasanya digunakan untuk terapi penyembuhan kanker. "Bumil pada trimester awal juga disarankan menghindari bahan-bahan yang merangsang meluruhnya dinding rahim," katanya menambahkan bahwa bahan natural tak berbahaya secara umum, melainkan penggunaannya harus sesuai kebutuhan.
"Yang penting itu kita tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang kita pakai. Bukan asal ikut hype atau kemakan iklan," tutupnya.
Pakai Masker Boleh Gaya, Biar COVID-19 Mati Gaya
Advertisement