Liputan6.com, Jakarta - Tak ada ruang untuk tindak kekerasan dan pelecehan seksual, termasuk di lingkungan kampus. Upaya kolektif pun telah mulai digerakkan demi memberi rasa aman pada setiap orang yang berkegiatan di cakupan area tersebut.
Dalam perwujudan aman dari kasus kekerasan seksual, ada beberapa poin yang jadi catatan penting. Yanuarisca N.C.P., Ketua BEM Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, menjelaskan hasil survei yang dilakukannya kepada mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip).
"Bisa terlihat di sana 6,3 persen responden pernah jadi korban kekerasan seksual selama kuliah di Undip. Lalu, 40,9 persen mengaku pernah melihat atau mendengar kasus kekerasan seksual di lingkungan Undip," katanya dalam Campus Online Talkshow 4: "Gerak Bersama Civitas Academica Lawan Kekerasan Seksual" Jumat, 26 Februari 2021.
Advertisement
Baca Juga
Persentasenya, kata Yanuarisca, terbilang masih rendah. Namun, mereka tak ingin menunggu angka lebih tinggi untuk kemudian merespons kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Survei serupa juga dilakukan di Universitas Padjajaran (Unpad). Putri I. Sharafina, President of Girl Up Universitas Padjadjaran, menjabarkan bahwa dari riset yang dilakukan Fakultas Hukum Unpad, 223 dari 616 responden mengaku pernah jadi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Putri menyebut, sebanyak 86 responsepn mengaku mendapat kekerasan seskual dalam bentuk fisik, sementara 101 lainnya mengalami pelanggaran secara verbal. "Sebanyak 452 responden mengaku pernah mendengar adanya tindak kekerasan seksual di Unpad. Sedangkan, 67 responsen menyatakan pernah melihat langsung," ucapnya di kesempatan yang sama.
Pelaporan atas tindak kekerasan dan pelecehan seksual juga tercatat di Universitas Indonesia (UI). Zeni Tri Lestari, Waka Dept. Kajian dan Aksi Strategis BEM FISIP UI 2021, menerangkan bahwa dalam kurun waktu 6--8 bulan, pihaknya menerima puluhan laporan atas pelanggaran tersebut.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menghadirkan Kesadaran
Ketiganya mengatakan, bersama mahasiswa dan lintas organisasi di kampus, telah menciptakan ruang yang bersifat reaktif bagi korban pelecehan, juga kekerasan seksual. Namun, tindakan pencegahan tetap jadi bagian tak terpisahkan dalam upaya menciptakan lingkungan kampus yang aman.
Nirmala Ika Kusumaningrum, M. Psi, psikolog Yayasan Pulih, mengatakan bahwa seharusnya ada layanan komprehensif, termasuk edukasi dan membangun kesadaran akan isu kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"SOP harus memuat suara berbagai pihak. Misal, jangan hanya dosen karena nanti kalau ada kasus dan pelaku diduga dosen, bagaimana? Lalu, jangan cuma anggota BEM, nanti kalau ada kasus dan pelaku diduga anggota BEM? Makanya harus mencakup berbagai aspek," tuturnya.
Pemerhati isu gender, Kalis Mardiasih, menambahkan bahwa modus kekerasan seksual bisa berlangsung dengan sangat halus. "Tapi, itu sebenarnya paksaan, bikin tidak nyaman, dan ada proses manipulasi. Ini bahkan bisa dilakukan tidak langsung, misal lewat chat atau media sosial," tuturnya.
Sebagai benteng awal, sambung Kalis, setiap individu harus menghadirkan kesadaran atas ketidaknyamanan diri. "Langsung komunikasikan semisal ada tindakan, ucapan, atau apapun itu bentuknya yang bikin tidak nyaman. Misal, 'Maaf saya tidak nyaman kalau harus bertemu di sini,' 'Maaf, saya tidak nyaman kamu panggil begitu,'" ungkapnya.
Advertisement
Mewadahi Penindakan Kasus Kekerasan dan Pelecehan Seksual
Terkait isu pelecehan dan kekerasan seksual di kampus, Putri mengatakan, sebenarnya di Unpad sudah ada aturan rektor. "Tapi, alur dan sosialisasinya sangat minim. Jadi, malah belum banyak (mahasiswa) yang tahu," katanya.
Lalu, di UI, kata Zeni, regulasi atas kasus pelecehan dan kekerasan seksual cenderung rumit dan lama. Sementara di Undip, Yanuarisca menjelaskan, pihaknya memutuskan melakukan pengabdian melalui "Kita Teman Cerita."
Layanan itu menyediakan konselor sebaya yang terlatih dan telah memenuhi kompetensi tertentu. Dengan begitu, mereka berharap, korban pelecehan dan kekerasan seksual bisa bercerita dengan aman dan nyaman.
Ika menyambung, berbagai upaya ini mestinya harus dinaungi payung hukum dan Undang-Undang yang jelas. Menyambung narasi itu, Ratu Ommaya, Public Relations and Community Manager The Body Shop Indonesia, mengungkap bahwa pihaknya tengah mengumpulkan petisi untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) .
"Sekarang masih 280-an ribu dari target 500 ribu. Nantinya di peringatan Women International Day (8 Maret 2021) petisi ini akan dibawa ke komisi VIII DPR untuk mendesak pengesahan RUU PKS," katanya.
Anda bisa berpartisipasi menandatangi petisi tersebut melalui laman tbsfightforsisterhood.co.id/sign_petition/share/story_1.
Tarik Ulur RUU PKS
Advertisement