Liputan6.com, Jakarta - Komisi Eropa bakal mengajukan proposal terkait pengadaan paspor digital vaksinasi COVID-19 bernama "Digital Green Pass." Pengajuan ini rencananya dilakukan bulan ini guna menyelesaikan masalah yang "telah memecah negara anggota," kata Ketua Komisi Ursula von der Leyen.
Melansir laman VOA News, Selasa (2/3/2021), lebih lanjut dijelaskan bahwa pemerintah semakin melirik paspor vaksin atau bentuk lain dari sertifikat status vaksin COVID-19. Ini dilakukan untuk mencari jalan keluar dari siklus penutupan dan jam malam yang membuat perjalanan darat hampir terhenti.
Sertifikat tersebut nantinya akan memungkinkan orang menunjukkan bukti vaksinasi COVID-19. Dengan demikian, ia bisa melewati protokol karantina saat tiba di negara baru, dalam kasus ini terutama anggota Uni Eropa.
Advertisement
Baca Juga
Yunani telah meluncurkan sertifikat digital vaksinasi COVID-19 pada Februari bagi mereka yang telah menerima dua dosis vaksin. Negara lain yang saat ini mengeluarkan atau meminta sertifikat vaksin adalah Republik Ceko, Polandia, Italia, Spanyol dan Portugal.
Namun, beberapa negara, seperti Prancis dan Jerman, menyuarakan kekhawatiran bahwa kemudahan perjalanan bagi orang-orang yang telah disuntik vaksin COVID-19 akan mendiskriminasi kelompok lain.
Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran telah berulang kali mengatakan bahwa terlalu dini untuk membahas paspor vaksinasi karena kurang dari tiga juta orang Prancis telah menerima dosis pertama. Juga, masih belum jelas apakah vaksin tersebut dapat mencegah penularan.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sarat Isu Diskriminasi
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, di masa depan, memang bagus memiliki sertifikat vaksinasi COVID-19. "Tapi, itu tidak berarti hanya mereka yang memiliki paspor seperti itu yang bisa bepergian," katanya, berdasarkan laporan New York Times.
Upaya vaksinasi di Uni Eropa dinilai "dimulai dengan lambat." Sejauh ini, hanya lima persen dari populasi blok tersebut yang telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin. Tapi, sertifikat tersebut akan melampaui status vaksinasi dengan memasukkan riwayat medis pemegang paspor digital, menurut Christian Wigand, juru bicara komisi.
"Kami juga akan melihat kategori informasi lain untuk menghindari diskriminasi warga, seperti hasil tes dan pernyataan pemulihan," kata Wigand.
Menyiapkan sistem dan menerbitkan sertifikat akan memakan waktu setidaknya tiga bulan, ungkap komisi itu. Belum dijelaskan secara eksplisit langkah-langkah legislatif dan teknis apa yang akan diperlukan, atau apakah sistem tersebut akan melampaui warga negara Uni Eropa.
Komisi tersebut mengatakan harus ada cara untuk meningkatkannya secara global, bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tapi, ketika diminta penjelasan lebih rinci, Wigand meminta "sedikit bersabar," menjelaskan bahwa "ini semua masih sangat baru."
Advertisement