Liputan6.com, Jakarta - Sudah beberapa bulan lalu sejak Thailand melancarkan berbagai inisiatif untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata yang babak belur terpukul pandemi COVID-19. Salah satu wilayah yang masih harus menelan pil pahit dampak krisis kesehatan global adalah Phuket.
Melansir laman South China Morning Post, Rabu (3/3/2021), 80 persen bisnis pariwisata di pulau itu bangkrut, menurut Bhummikitti Ruktaengam, presiden Asosiasi Turis Phuket. Pejabat pulau sekarang berusaha melompati rencana pemerintah pusat terkait peluncuran vaksinasi COVID-19 dengan mendapatkan vaksin secara mandiri.
"Tujuannya agar 70 persen dari populasi Phuket diinokulasi, setidaknya 2,5 jiwa sehari untuk membuka kembali destinasi sepenuhnya pada 1 Oktober," kata Ruktaengam. "Kami harus membuka perbatasan tanpa karantina, ini satu-satunya cara agar Phuket bisa bertahan."
Advertisement
Baca Juga
Ruktaengam menyebut, pihaknya tidak akan "duduk menunggu belas kasihan." "Kami akan memesan vaksin secara langsung dan kami tidak akan mengambil satu pun kuota pemerintah. Kemudian, kami dapat mendeklarasikan diri sebagai immunity island," tuturnya.
Beberapa bisnis Phuket telah memulai proses pengadaan vaksin COVID-19 mereka sendiri, meski Food and Drug Administration Thailand hanya menyetujui vaksin Oxford-AstraZeneca dan Sinovac.
Sementara itu, pemerintah Thailand berencana mengirimkan 60 ribu dosis ke Phuket, yang akan diberikan antara Maret dan Mei. Namun, prioritas penyuntikan vaksin COVID-19 merupakan kelompok berisiko tinggi, seperti para lansia.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Vaksinasi Nasional Thailand Dianggap Lambat
Thailand telah menawarkan "pelukan hangat" pada turis asing dengan uang, waktu, dan keberanian yang cukup untuk bepergian. Pihaknya memberi opsi untuk menyelesaikan masa karantina wajib selama dua minggu di resor golf atau vila mewah dengan biaya mandiri.
Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) berencana menarik turis asing mulai dari jutawan cryptocurrency hingga influencer media sosial guna memenuhi tujuannya mencapai delapan juta kedatangan dari Juli hingga akhir tahun. Angka ini bergantung pada peluncuran vaksin COVID-19 dan berakhirnya penguncian wilayah di seluruh dunia.
TAT mengharapkan turis Tiongkok, Korea, dan Jepang untuk kembali ke Thailand lebih dulu, baru disusul pelancong negara-negara Barat yang mencari liburan khas negara tropis. Tapi, waktu dinilai masih belum berpihak pada wilayah-wilayah di Thailand yang sangat bergantung pada turis.
Dari Pattaya, Phuket, Krabi, hingga Chiang Mai, pemilik bisnis mengeluhkan kurangnya dukungan pemerintah untuk pekerja mereka, serta peluncuran vaksin nasional yang lambat. Karantina wajib selama dua minggu bagi pelancong asing, kata mereka, mengesampingkan semua golongan, kecuali turis kaya.
Bill Heinecke, ketua Minor International yang menjalankan lebih dari 500 hotel di 55 negara, baru-baru ini menerbitkan surat terbuka pada kantor Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, yang mengatakan bahwa vaksin COVID-19 adalah "satu sinar harapan" bagi negara tersebut.
Ia juga menyebut ekonomi Thailand sebagai "bencana," dengan mengatakan, kebijakan pemerintah untuk "mempertahankan nol kasus transmisi lokal dengan menjaga negara tertutup rapat" telah mengorbankan ekonomi. Sementara itu, Prayuth telah mengisyaratkan pelonggaran pembatasan pada kedatangan asing lewat gagasan "paspor vaksinasi COVID-19" yang akan memungkinkan wisatawan luar negeri yang telah menerima suntikan vaksin COVID-19 melewati masa karantina.
Advertisement