Liputan6.com, Jakarta - Paradigma yang menganggap sampah sepenuhnya tak berguna harus dibuang jauh-jauh. Cilacap membuktikan bahwa pengelolaan dan teknologi yang tepat bisa mengubah sampah jadi berkah, dalam hal ini menjadi pengganti batu bara.
Cilacap memiliki fasilitas tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang menerapkan teknologi refuse-derived fuel (RDF) di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah, sejak 2017. Hal itu menjadikannya sebagai wilayah pertama yang memiliki teknologi pengubah sampah jadi batu bara.
Advertisement
Baca Juga
RDF dibangun di lahan seluas tiga hektare dengan menelan biaya investasi sebesar Rp 90 miliar. Teknologi itu disebut menjadi solusi baru dalam penanganan sampah di Indonesia. Pembangunannya melibatkan sejumlah pihak, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemkab Cilacap, PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) sebagai produsen Semen Holcim, Pt Unilever Indonesia, dan Pemprov Jateng.
RDF didefinisikan sebagai teknologi pengolahan sampah yang menggunakan proses homogenizers untuk mengubah ukuran sampah menjadi lebih kecil atau sesuatu yang bermanfaat. Hasilnya akan menjadi sumber energi dalam proses pembakaran, yaitu sebagai pengganti batu bara.
"Nantinya dapat sebagai pengganti batu bara dalam pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara maupun industri semen," ucap Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji dalam webinar Sinergi Pemerintah dan Swasta dalam Peningkatan Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Terbarukan di Fasilitas RDF Cilacap, Rabu, 3 Maret 2021.
Tatto menerangkan, sebanyak 917 ton sampah dihasilkan setiap hari oleh lebih dari 1,9 juta penduduk Cilacap. Sampah-sampah sebanyak itu adalah hasil dari sampah di Kota Cilacap seperti Cilacap Utara, Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, dan beberapa wilayah lainnya, yakni Jeruklegi dan Kecamatan Kesugihan. Keberadaan TPST dengan RDF diklaim bisa mengurangi 119,57 ton per hari.
"Semenjak ada RDF ini Jawa Tengah, kini dalam capaian pengurangan sampahnya sudah meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh tahun 2018 yakni sebanyak 13,38 persen dan 2019 berkurang sebanyak 19,8 persen, sedangkan untuk penanganan sampah pada 2018 sebanyak 36,77 persen dan 49,50 persen pada 2019," ujar Prasetyo Aribowo, Pejabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Minimal 10 Titik
Melihat potensi pengurangan timbulan sampah yang signifikan, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar menyebut akan memaksimalkannya. Tahun ini, pemerintah menargetkan minimal 10 titik RDF dibangun. Bila sesuai rencana, ia memprediksi 20 ribu ton bisa diolah. Syaratnya, harus juga melibatkan kalangan industri sebagai pengguna, seperti PLTU, PLN, dan industri semen.
"Dan Kementerian ESDM punya target bangunan energi 2025 itu 23 persen untuk menjadi energi terbarukan dan di tahun 2030 itu 29 persen. Hal ini juga akan dimasukkan rencana umum kelistrikan nasional dan rencana umum energi baru terbarukan," jelas Novrizal.
Novrizal juga menambahkan bahwa menjadikan sampah sebagai RDF produk selain menyelesaikan persoalan sampah, juga meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan sehingga dapat mereduksi emisi gas metana dan CO2. Potensinya sangat besar karena dapat menjadi pengganti batu bara.
Saat ini, pemerintah sedang memetakan serta merencanakan aturan-aturan teknis untuk mendorong pemanfaatan RDF sebagai cara lain dalam mengelola sampah di berbagai daerah di Indonesia. Di sisi lain, Pemprov Jawa Tengah akan membuat fasilitas berteknologi RDF di sejumlah daerah lain untuk mengatasi persoalan sampah.
"Harapan untuk Jawa Tengah ke depannya agar di masa pandemi ini tidak mengurangi atau menghalangi kita semua untuk semakin peduli terhadap lingkungan," ucap Prasetyo. (Melia Setiawati)
Advertisement