Sukses

6 Fakta Menarik tentang Pariaman yang Terkenal dengan Perayaan Tabuik

Pariaman, Sumatera Barat, menyimpan segudang pesona, baik dari perayaan hingga adat yang masih dipegang teguh.

Liputan6.com, Jakarta - Pariaman menjadi daerah yang cukup dikenal oleh pedagang asing sejak 1500-an silam. Pariaman juga tersohor sebagai pusat pengembangan ajaran Islam yang tertua di pantai barat Sumatera.

Nama Pariaman berasal dari kata dalam bahasa Arab, yakni "barri aman", yang artinya tanah daratan yang aman sentosa. Kota ini secara administratif adalah wilayah pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman yang terbentuk pada 2 Juli 2002.

Selain itu, ada sederet fakta menarik lainnya soal Pariaman. Simak seperti yang dirangkum dari berbagai sumber, Rabu, 24 Maret 2021, berikut ini.

1. Tabuik

Tabuik merupakan perayaan yang memperingati Asyura, gugurnya Hussein bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Peringatan ini digelar masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman.

Upacara melabuhkan Tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10 Muharam sejak 1831. Upacara tersebut diperkenalkan di daerah Pariaman oleh pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sana oleh Inggris saat berkuasa di Sumatera bagian barat.

Dalam ritual ini, masyarakat menyumbangkan seikhlasnya. Sumbangan yang didapatkan lalu digunakan untuk pelaksanaan acara hingga selesai.

2. Tradisi Pernikahan Bajapuik

Di Pariaman terdapat tradisi pernikahan "Bajapuik" atau prosesi menjemput pengantin laki-laki oleh pihak perempuan dengan menggunakan sejumlah uang di daerah itu. Tradisi ini sendiri telah ada sejak dahulu kala.

Adat Pariaman melihat laki-laki ketika menikah dan menjadi suami diibaratkan sebagai pendatang di keluarga istrinya, sehingga keluarga dari istri akan menghormati dan memperlakukan pendatang sebaik-baiknya. Maka dari itu, di Pariaman sendiri memiliki nilai moral "datang karano dipanggia, tibo karano dijapuik", yang artinya datang karena dipanggil, tiba karena dijemput.

3. Uang Japuik

Uang japuik diberikan sebagai tanda memuliakan laki-laki. Hal ini masih berkaitan dengan sistem matrilineal yang dianut masyarakat Minang untuk memuliakan kaum ibu.

Seluruh harta warisan dan Rumah Gadang akan diberikan kepada kaum ibu, sehingga laki-laki yang akan menikah diberikan uang "jemputan" untuk meningkatkan derajatnya. Nominal uang japuik ini berbeda-beda tergantung status sosial laki-laki dan hasil musyawarah kedua keluarga besar pasangan.

Usai proses pernikahan dan pemberian uang japuik selesai, akan ada tradisi "manjalang mintuo", yakni mengembalikan "uang jemputan" dalam bentuk perhiasan kepada sang istri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

4. Banyaknya Hewan Baruak

Baruak adalah sejenis kera. Di Pariaman, hewan ini digunakan oleh warga setempat untuk memetik kelapa. Bahkan, terdapat tempat khusus untuk melatih baruak-baruak agar bisa memetik kelapa.

Berada di daerah pesisir dan dataran rendah, tanah Pariaman banyak ditumbuhi kelapa atau dalam bahasa Minang disebut karambia. 

5. Wisata Pulau

Kota Pariaman memiliki pantai dengan panorama yang indah. Salah satu destinasi wisata Pantai Gandoriah dan juga memiliki enam buah pulau kecil, Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Ujung, Pulau Tangah, Pulau Angso Duo dan Pulau Kasiak.

Kota ini juga memiliki kawasan pesisir yang terbentang dengan potensi perikanan dan pariwisata yang bernilai tinggi. Berkembangnya kegiatan perdagangan dan pariwisata membuat posisi Kota Pariaman sebagai pusat perdagangan hasil pertanian dan pariwisata pantai, menjadi kian penting.

6. Makanan Khas Pariaman

Sumatera Barat identik dengan wisata kuliner kaya rempah dan cita rasa yang tinggi, termasuk di Kota Pariaman. Salah satunya adalah Nasi Sala yang terdiri dari nasi dengan kuah gulai atau kuah sayur santan, lalapan dan ikan goreng tepung.

Sajian ini juga sering dikenal sebagai Nasi Sek yang diberi tambahan ikan goreng tepung, bentuknya mirip nasi kucing. Nasi Sala adalah kuliner khas Pariaman, karena letak Pariaman sendiri yang di dekat pesisir pantai memungkinkan banyak pasokan ikan yang tersedia.

Juga, Sate Padang khas Pariaman. Sekilas seperti Sate Padang pada umumnya, yang berbeda adalah kuah satai ini berwarna lebih merah dan bercita rasa pedas. Tekstur kuahnya juga sedikit encer karena ditambah dengan tepung beras. (Melia Setiawati)

3 dari 3 halaman

Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021