Liputan6.com, Jakarta - Pernah dengar putu piring? Atau, familiar dengan krenas? Kalau belum, Anda berarti senasib dengan saya. Dua jajanan tradisional khas Kepulauan Riau (Kepri) itu sukses membuat saya penasaran saat berkunjung ke Batam atas undangan Dinas Pariwisata Provinsi Kepri, pertengahan Maret 2021.
Perkenalan dengan putu piring dimulai tak sengaja. Adalah rekan seperjalanan, Zacka Mega, traveler yang memulai bisnis kulinernya sejak akhir 2019, dan masa pandemi membuatnya semakin fokus menggarap bisnis berbasis kuliner tradisional.
Advertisement
Baca Juga
Ia menyodorkan sekotak putu piring yang masih hangat jelang malam. Lima buah putu piring berwarna kuning dengan aroma pandan bercampur gula aren seketika membangkitkan alarm lapar meski sebelumnya baru saja selesai menyantap makan malam.
Bentuknya bundar agak pipih, sekilas mirip dorayaki hingga tercetus sebutan dorayaki Melayu. Menurut Zacka, putu piring adalah jajanan khas Melayu yang kerap ditemukan di pasar tradisional. Tak hanya di Kepri, tapi juga dijajakan di Pontianak, Singapura, dan Malaysia. Biasanya dijadikan menu sarapan warga setempat, walau belakangan penjualnya bisa ditemui dari pagi hingga malam hari.
"Cuma kalau di Malaysia, Singapura, dan Pontianak itu, putu piringnya warna putih," terangnya.
Warna kuning pada putu piring Kepri berasal dari kunyit yang digiling bersama beras hingga jadi tepung. Proses pembuatan tepung itu bisa memakan waktu seharian. Selanjutnya, adonan tepung yang telah siap, ditaruh di batok kelapa, kemudian diisi dengan gula merah dan parutan kelapa. Adonan itu dikukus selama tiga menit bersama daun pandan di atas air yang mendidih.
Rasanya mengingatkan saya pada kue putu bambu yang ternyata masih 'saudara' dengan putu piring. Teksturnya lembut dengan sedikit cacahan gula aren dan taburan serutan kelapa yang bisa dikunyah. Rasanya gurih manis tanpa bikin enek. Pas dimakan sambil menyeruput teh hangat atau kopi.
"Rp15 ribu isi lima pieces," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bicara Krenas
Bila yang manis diwakili dengan putu piring, yang asin adalah krenas. Warga Kepri mengasosiasikannya dengan perkedel. Makanan khas Natuna itu sebenarnya bukan jajanan, hanya saja bisa dicamil sambil menunggu menu utama dihidangkan.
Saya mencobanya pertama kali atas rekomendasi tim Dispar Kepri di salah satu warung makan di Batam, Pondok Abah. Pemilik restoran, seorang pria berjanggut putih tebal dan berkopiah menerangkan, bahan utama krenas adalah ikan tongkol.
Daging ikan dicacah hingga halus kemudian dicampur bumbu-bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, dan jahe. Lalu, ditambahkan sagu biji yang didapat dari pasar lokal. Adonan dicetak bundar pipih, kemudian digoreng hingga kecokelatan.
Bentuknya terlihat biasa, tapi soal rasa menurut lidah saya, juara. Gurih tanpa rasa amis sama sekali, apalagi kalau disajikan panas-panas. Bagi yang butuh cocolan, tersedia saus cabai sebagai pelengkap.
Satu, dua, tiga potong tidak terasa sudah masuk ke dalam perut. Selanjutnya, saya berhenti, menyisakan ruang untuk makanan utama. Kalau tidak, menu berikutnya tidak bisa tertampung lagi.
Krenas juga bisa dijadikan oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Tersedia dalam produk beku untuk digoreng di tempat tujuan. Namun, sebaiknya Anda perhitungkan dulu waktu di perjalanan agar krenas tidak jadi mubazir karena keburu basi.
Advertisement