Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari jelang Ramadan, banyak orang mengeluarkan fidiah. Secara umum, fidiah diwajibkan bagi orang maupun golongan tertentu sebagai pengganti karena tidak berpuasa.
"Yang boleh mengganti puasa Ramadannya dengan bayar fidiah adalah mereka yang tidak sanggup berpuasa," kata Ahmad Hilmi, Lc., M.H, pengajar di Pondok Pesantren Babul Hikmah, Kedaton Kalianda, Lampung Selatan, dalam jawaban tertulis pada Liputan6.com, Minggu, 4 April 2021.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam hal ini, terutama orang lanjut usia dan orang sakit menahun yang secara medis tidak sembuh lagi," tuturnya. "Adapun orang sakit yang masih dimungkinkan sembuhnya menurut medis, ia tetap harus qada puasa, bukan dengan fidiah."
Hilmi mengatakan, syariat fidiah ini tertuang dalam surah al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi, "... Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin."
"Fidiah hanya diberikan pada fakir miskin saja. Distribusinya boleh lewat panitia zakat di masjid, boleh juga disampaikan secara mandiri ke orang miskin," sambung Hilmi.
Soal jenis fidiah, yang dibebankan secara umum adalah memberi makan orang miskin. Wujudnya berupa makanan mentah dari bahan makanan pokok masyarakat setempat. "Kalau di Indonesia umumnya makan pokok, ya beras," ujar peneliti di Rumah Fiqih Indonesia ini.
Kemudian, lanjut Hilmi, tentang berapa ukuran fidiah per hari tidak puasa, para ulama mengungkap pendapat berbeda dalam masalah ini. Kalangan Hanafiyah berpendapat, fidiah sama denan zakat fitrah, yaitu satu sho, ukuran zakat fitrah.
Sementara, ulama dari mazhab Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa ukuran fidah itu satu mud, yakni seperempatnya ukuran zakat fitrah.
Tapi, untuk masyarakat Indonesia, mayoritas mengikuti mazhab Syafi'i dengan ukuran fidiah satu mud. "Nah, satu mud itu konversinya lebih kurang 676 gram atau enam ons. Itu untuk satu hari tidak puasa," ujar Hilmi.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Waktu Membayar Fidiah
Pendapat para ulama tentang waktu pembayaran fidiah juga berbeda. Kalau pembayaran yang dipercepat, misal untuk lansia yang sudah pasti tidak kuat puasa, menurut pendapat kalangan Hanafiyah yang disampaikan Imam Ibnu Abidin al-Hanafi dalam kitab Al-Durr al-Mukhtar wa Hayiyah Ibni Abidin, mereka boleh membayarkan fidiah sekaligus untuk satu bulan sejak masuk Ramadan.
"Tapi, berbeda menurut ulama Syafi'iyah, seperti yang disampaikan Imam al-Khotib Asy-Syirbini, dalam kitab Mughni al-Muhtaj, seseorang boleh mempercepat pembayaran fidiah hanya untuk hari itu saja, sejak pagi hari. Tapi, tidak boleh untuk dua hari atau lebih ke depan," tutur Hilmi.
Untuk batas akhir pembayaran fidiah, boleh kapan pun, yang penting dibayar. Menurut pemilik kanal YouTube Mas Hilmi Ngaji Fiqih ini, tidak ada batas maksimal. Setidaknya ini menurut pendapat mazhab Syafi'i seperti yang disampaikan Imam Zakaria al-Anahori dalam kitab Asna al-matholib.
"Beliau mengatakan, tidak ada masalah bagi lansia atau bagi orang yang tidak kuat menjalankan puasa untuk menunda pembayaran fidiah hingga berakhirnya tahun pertama," imbuh alumnus Universitas Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia (LIPIA), Jakarta, tersebut.
Menurut Hilmi, tidak ada lafaz khusus yang diucapkan terkait pembayaran fidiah. Yang penting niat dalam hati untuk membayar fidiah.
Advertisement