Liputan6.com, Jakarta - Tidur jadi salah satu kegiatan yang banyak dilakukan orang selama puasa Ramadhan. Bahkan, tidur siang mereka bisa dikatakan sangat berlebihan.
"Benarkah tidur saat Ramadhan itu merupakan ibadah?" tanya pembawa acara Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) Jakarta, Ronal Surapradja dan Kikan Namara kepada dua narasumber, yaitu Ibnu Kharis, Lc, M.Hum alias ustaz Ahong dan Ahmad Sarwat, Lc., MA.
Advertisement
Baca Juga
"Itu yang sering disalahpahmi oleh masyarakat. Secara umum orang tidur secara medis, usia 17-65 tahun itu antara tujuh hingga delapan jam. Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa nabi itu tidur sekitar delapan jam. Nah, jika malam sudah tidur delapan jam, kemudian siangnya tidur lagi itu malas-malasan," ujar Ibnu Kharish.
Padahal, menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi itu mengatakan bahwa puasa itu menguji kesabaran. Artinya, dengan tidur saja, maka kesabaran orang itu tidak terlatih.
"Sementara itu, Allah dalam Alquran surat Al Qashash ayat 73 bahwa berfirman bahwa malam dijadikan tempat untuk istirahat dan siang untuk mencari rezeki. Nah, sunatulahnya sudah seperti itu," jelas ustaz Ahong.
Selain itu, Ahong juga merujuk pada buku karya KH Ali Mustofa Yaqub menyebutkan bahwa tidurnya orang puasa itu ibadah itu termasuk hadis palsu. "Artinya, Rasulullah tidak bilang seperti itu, tapi ada perawi yang menisbatkan itu pada Rasulullah. Dengan menisbatkan kepada Rasulullah, maka orang akan percaya," ujar Ahong.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tidur Membudaya
Sementara itu, menurut Ahmad Sarwat, mereka yang tidur siang saat Ramadhan beralasan karena malamnya banyak beribadah. Oleh karena itu, mereka balas dendam paginya dengan tidur.
"Akhirnya, menjadi kebiasaan bahkan sudah membudaya. Nggak usah di Indonesia, di Arab Saudi maupun Mesir, bulan Ramadhan pagi-pagi sekitar jam delapan kita ke jalanan, masih sepi. Kehidupan baru dimulai pada jam dua siang. Pagi mereka tidur semua. Bukan karena mengamalkan hadis palsu, tapi memang sudah membudaya," kata Ahmad.
Ahmad menambahkan, mereka yang hidup di Jakarta atau Indonesia itu lebih islami. Ia beralasan karena orang pagi-pagi sudah masuk kantor.
"Meski agak telat karena jamnya kantornya dimajukan dengan tujuan bisa pulang lebih cepat untuk bisa berbuka puasa di rumah. Itu lebih Islami kita dibandingkan dengan negara-negara Arab. Bagi mereka yang pernah tinggal di Arab, tahulah bahwa bulan Ramadhan itu bulannya tidur. Kompetisi lama-lamaan tidur siang," tegas Ahmad Sarwat.
Advertisement