Sukses

Picu Kontroversi, Patung Wanita Menyusui Ibu Mertua Akhirnya Dipindah

Awalnya, pengelola taman bersikeras mempertahankan patung wanita menyusui ibu mertuanya itu.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah patung di Taman Yingpanshan di Huzhou, provinsi Zhejiang, China, menuai kecaman. Keberadaan patung wanita yang sedang menyusui ibu mertuanya diniai tak pantas.

Pihak taman tersebut mengatakan kepada Xi'an Business Times bahwa setelah kontroversi, pihak berwenang turun tangan dan pengelola taman tersebut diperintahkan untuk memindahkan patung tersebut.

Patung itu menunjukkan gambar yang jelas dari seorang wanita, mengenakan kostum kuno, mengangkat kemejanya untuk memperlihatkan salah satu payudaranya. Seorang wanita tua duduk di sampingnya, menyusu dari putingnya, seperti melansir dari laman AsiaOne, Selasa (20/4/2021).

Seorang turis yang melihat patung itu minggu lalu mengeluh ke pihak taman. Gambar dan video patung telah menyebar secara online, dengan banyak yang mengkritiknya sebagai tidak pantas.

Pengelola taman sebelumnya menanggapi dengan mengatakan bahwa orang yang mengajukan keluhan masih muda dan tidak tahu berbakti. Staf taman mengklaim bahwa patung itu didasarkan pada tindakan dari The Twenty-four Filial Exemplars, sebuah buku yang digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai moral Konfusianisme tentang kesalehan berbakti yang ditulis oleh Guo Jujing selama Dinasti Yuan (1260-1368).

"Jika kita tidak diizinkan menampilkan 24 kesalehan berbakti, lalu di mana letak nilai-nilai berbakti China?" tanya pihak taman di awal perdebatan.

Dalam buku tersebut, wanita yang sedang menyusui ibu mertuanya diduga berdasarkan kisah nyata nenek dari Cui Shannan, seorang pejabat di Dinasti Tang (618 - 907 M). Ibu mertuanya telah kehilangan semua giginya karena usia tua sehingga wanita itu menyusuinya dari payudaranya setiap hari untuk menjaganya tetap sehat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Reaksi Publik

Namun, opini publik sangat tidak setuju bahwa  apa yang digambarkan itu bertentangan dengan nilai-nilai zaman modern. "Di dunia modern, dapatkah Anda membayangkan seorang wanita menyusui mertuanya? Itu membuat orang tidak nyaman dan menyesatkan anak-anak," kata seseorang di Weibo.

"Kita tidak harus mengikuti semua yang ada dalam tradisi kita, kita bisa menjaga apa yang baik dan mengabaikan yang (tak baik) lainnya," kata yang lain.

Konsep bakti telah memainkan peran yang kuat dalam budaya Tiongkok di zaman kuno. Selain berbakti kepada orangtua, kelas penguasa menyerukan kesalehan berbakti kepada penguasa, dengan pepatah berbunyi, "Ketika seorang penguasa menginginkan subjek mati, maka subjek harus mati; ketika seorang ayah menginginkan anaknya mati, maka anaknya harus mati."

Namun, beberapa cerita dalam buku tersebut sekarang dianggap negatif dan tidak pantas. Ini termasuk contoh ekstrem dari Guo Ju, seorang pria yang tinggal di Dinasti Han timur (25 - 220 M), yang dikatakan sangat berbakti kepada ibunya.

3 dari 3 halaman

Negara Pertama Suntik Vaksin Covid-19, Inggris atau China?