Sukses

Sosok Pendongeng Konservasi Keliling, Mundur Jadi Guru demi Selamatkan Hutan dan Satwa Indonesia

Samsudin atau akrab disapa Paman Sam lebih banyak berkeliling dengan berjalan kaki atau bersepeda saat melakoni profesinya sebagai pendongeng keliling.

Liputan6.com, Jakarta - Menyambut Hari Bumi 2021, Liputan6.com menghadirkan satu sosok menarik yang bisa dijadikan inspirasi. Namanya Samsudin, biasa dikenal dengan nama panggung Paman Sam. Ia memantapkan diri berkarir sebagai pendongeng keliling yang memfokuskan diri pada isu lingkungan hidup, tepatnya tentang upaya konservasi hutan dan satwa langka.

"Saya berpikir kalau saya bisa menjadi tenaga relawan untuk membantu menyebarluaskan pengetahuan konservasi kepada seluruh masyarakat Indonesia akan jadi hal yang baik," kata Samsudin selaku penggagas kegiatan Dongeng Keliling, kepada Liputan6.com, Selasa, 20 April 2021.

Sebelum menjadi pendongeng, pria asal Desa Krasak, Indramayu, Jawa Barat itu berprofesi sebagai guru SD. Pada 2014, ia berkesempatan mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon. Sepulang dari sana, Samsudin bertekad agar para siswanya harus memahami upaya konservasi untuk penyelamatan satwa dan hutan di Indonesia.

Ia menggunakan teknik mendongeng untuk membantu anak-anak memahami pesan yang disampaikan. Acap kali ia mengangkat tema hutan dan satwa yang ada di Indonesia. Namun, ia merasa ruang geraknya terbatas jika hanya bergerak di ruang kelas. Akhirnya, ia mundur sebagai tenaga pengajar dan beralih menjadi pendongeng pada tahun yang sama.

Semua cerita yang disampaikan oleh Samsudin saat menyampaikan dongeng konservasi merupakan kenyataan yang dia pelajari di lapangan. Sebelum memulai bercerita, biasanya Samsudin melakukan riset tentang tema yang akan dibahas bersama lembaga atau pihak terkait, maupun riset dari literatur.

"Tujuan saya ingin memberikan pencerahan tentang kondisi hutan dan satwa di Indonesia, berarti hal ini harus sesuai dengan realitas dan berdasarkan kaidah keilmuan bukan hanya cerita fiksi," jelas Samsudin.

"Saya menyampaikan poin-poin penting terkait kondisi hutan dan satwa di Indonesia yang dikemas dengan bahasa yang sesuai dan mudah dimengerti oleh pendengar dongeng," tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Tantangan Saat Mendongeng

Terkesan mudah, faktanya mendongeng menghadapi sejumlah tantangan. Samsudin harus berjuang agar mempertahankan fokus anak-anak yang jadi audiensnya.

"Bagi anak-anak yang tinggal jauh dari kawasan hutan, biasanya memiliki minat dan pengetahuan yang rendah mengenai satwa dan keadaan hutan di Indonesia saat ini. Hal ini yang jadi PR bagi saya untuk membuat mereka fokus dan paham pada cerita yang saya sampaikan," ucap peraih penghargaan Citra Kehati. 

Penggunaan bahasa menjadi tantangan lain bagi Samsudin saat mendongeng. Saat mengunjungi suatu tempat yang anak-anak lebih sering menggunakan bahasa ibu, penggunaan Bahasa Indonesia saat mendongeng menjadi tidak efektif. Mengatasi hal ini, ia biasanya mengulang cerita dan menyampikannya lewat gestur agar para pendengar memahami isi cerita.

Penggunaan properti juga bisa menjadi solusi dari masalah yang dialami oleh Samsudin selama mendongeng. Ia biasanya menggunakan wayang yang terbuat dari kertas atau kardus untuk memudahkan penyampaian cerita. Pemilihan wayang dari kertas atau kardus dirasa lebih efektif dan efesien saat harus dibawa untuk kegiatan mendongeng di tempat yang jauh.

"Saya juga terinspirasi dari Sunan Kalijaga, di mana ia menyebarkan ilmu pengetahuan melalui kesenian wayang," kata Samsudin.

Ia tak membatasi usia pendengar dongengnya, dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi pun pernah didatanginya. Tetapi, sebagian besar para audiensnya adalah anak PAUD hingga siswa SD kelas 6.

Beberapa pihak menyangsikan keefektifan kegiatan yang dilakukan oleh Samsudin, karena anak-anak belum memegang pengaruh besar terhadap keadaan alam dan satwa yang ada di Indonesia. Namun, Samsudin percaya bahwa pengetahuan sejak dini pada anak-anak mengenai kondisi hutan dan satwa di Indonesia adalah tindakan yang baik.

 

 

3 dari 4 halaman

Beradaptasi dengan Pandemi

Samsudin sudah pergi ke 14 provinsi untuk mendongeng, mulai dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Jambi, Riau, Medan, Aceh, Kalimantan Timur dan Lombok. Ia sering melakukannya dengan berjalan kaki atau bersepeda. Kegiatan ini biasa diprakarsa oleh lembaga swadaya masyarakat serta Taman Nasional dari daerah masing-masing.

Pada 2018, ia juga mendongeng untuk anak-anak korban bencana gempa di Lombok. Kegiatan ini dilakukan untuk membantu anak-anak di Lombok mengatasi trauma serta memberikan pelajaran kepada mereka mengenai kekayaan alam yang mereka miliki. Belum lama ini, pria kelahiran 8 September 1971 itu juga melakukan kegiatan serupa kepada anak-anak korban kebakaran kilang minyak di Indramayu.

Selama pandemi ini, ia membatasi berkeliling ke luar rumah, tetapi menggantinya lewat kegiatan daring. Mendongeng Virtual dengan diiringi alunan musik yang dimainkan oleh anak-anak menjadi pilihan Samsudin. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh bapak satu anak itu beberapa kali dalam sebulan, dan disiarkan melalui akun media sosialnya. Kegiatan ini tak bisa selalu dilakukan karena memerlukan persiapan yang baik.

"Anak-anak yang nantinya akan menjadi pengelola serta pemangku kebijakan dan bersentuhan langsung dengan kondisi hutan dan satwa di Indonesia, sehingga penting untuk memiliki kesadaran sejak dini mengenai keadaan alam di Indonesia. Ke depannya, saya harap anak-anak lebih mencintai alam Indonesia dengan cara menjaga dan melestarikan alam dan kekayaan yang ada di dalamnya," ucap Samsudin. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

4 dari 4 halaman

Pasukan Oranye Pembersih Lingkungan