Liputan6.com, Jakarta - Hari Bumi yang jatuh setiap 22 April semestinya bukan disambut dengan seremonial belaka. Kondisi Bumi yang makin mengkhawatirkan, terutama akibat ulah manusia, tak bisa lagi ditanggapi secara pasif. Harus ada tindakan lebih progresif agar planet satu-satunya yang kita diami bisa nyaman ditempati oleh semua makhluk.
Lalu, bagaimana sejarah Hari Bumi bermula? Dikutip dari earthday.org, Kamis (22/4/2021), perayaan Hari Bumi muncul dari gagasan senator junior asal Wisconsin, Amerika Serikat, Gaylord Nelson. Ia telah lama mengkhawatirkan kerusakan lingkungan yang terus memburuk setiap tahunnya. Puncaknya adalah pada Januari 1969, tumpahan minyak besar-besaran mencemari perairan di Santa Barbara, California.
Advertisement
Baca Juga
Terinspirasi dari gerakan mahasiswa anti-perang, Nelson ingin menanamkan kesadaran publik terutama mahasiswa terkait polusi udara dan air yang mengancam negerinya. Ia lalu mengumumkan ide untuk mengajar di kampus-kampus terkait upaya tersebut kepada media nasional. Ia juga membujuk Pete McCloskey, seorang Anggota Kongres Partai Republik yang peduli terhadap konservasi alam untuk menjadi wakil ketua.
Mereka lalu merekrut Denis Hayes, seorang aktivis muda untuk mengatur kegiatan edukasi lingkungan tersebut. Mereka memilih tanggal 22 April, yang merupakan hari kerja antara libur musim semi dan ujian akhir untuk lebih memaksimalkan partisipasi dari mahasiswa. Menyadari potensinya untuk menginspirasi semua orang Amerika, Hayes membentuk 85 staf nasional untuk mempromosikan acara di seluruh negeri serta memperluas dampak positif kegiatan ini pada kelompok agama, organisasi dan lain-lain.
Mereka mengganti nama menjadi Hari Bumi, yang kemudian menarik perhatian media nasional dan menyebar ke seluruh negeri. Hari Bumi telah menginspirasi 20 juta orang pada saat itu. Sepuluh persen dari total populasi Amerika Serikat ikut turun ke jalan, taman dan auditorium untuk mendemonstrasikan dampak dari 150 tahun pembangunan industri yang menghasilkan dampak buruk.
Pada akhir 1970, Hari Bumi pertama mengarah pada pembentukan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat dan pengesahan undang-undang lingkungan pertama yang sejenis, termasuk Undang-Undang Pendidikan Lingkungan Nasional, Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta Undang-Undang Udara Bersih.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perjalanan Hari Bumi Kini
Dua tahun kemudian, Kongres AS mengesahkan Undang-Undang Air Bersih. Setahun setelah itu, Kongres mengesahkan Undang-Undang Spesies Terancam Punah, Undang-Undang Insektisida, Fungisida, dan Rodentisida Federal. Pengesahan dan pemberlakuan Undang-Undang ini telah melindungi jutaan pria, wanita, dan anak-anak dari penyakit dan kematian, serta melindungi ratusan spesies dari kepunahan.
Mendekati 1990, sekelompok pecinta lingkungan mulai mengajak Denis Hayes untuk membuat kampanye besar lain terkait planet ini. Kampanye yang dilakukan pada tahun tersebut berubah menjadi Hari Bumi Global dan mampu memobilisasi 200 juta orang di 141 negara, serta mengangkat masalah lingkungan ke panggung dunia.
Hari Bumi yang dilaksanakan pada 1990 memberikan dorongan besar bagi upaya daur ulang di seluruh dunia dan membantu membuka jalan bagi KTT Bumi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1992 di Rio de Janeiro. Hal ini juga mendorong Presiden Bill Clinton untuk memberi Medal of Freedom atau penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga sipil di Amerika Serikat kepada Senator Nelson, atas perannya sebagai pendiri Hari Bumi.
Tahun ini, peringatan Hari Bumi 2021 mengangkat tema Memulihkan Bumi Kita. Mengingat situasi pandemi Covid-19, rangkaian acara menyambut Hari Bumi digelar secara virtual dan paralel pada 22--23 April 2021. Di dalamnya termasuk Leader's Summit on Climate atau KTT Iklim yang dipimpin Amerika Serikat sebagai tuan rumah, dan Pertemuan Puncak Aksi Iklim Eksponensial untuk Mendanai Perlombaan Menuju Nol Emisi.
Tahun ini, Presiden AS Joe Biden akan menjadi host dalam Leaders' Summit on Climate yang akan dihadiri 40 pemimpin dunia, termasuk Presiden RI Joko Widodo. Hal ini menandai kembalinya AS dalam upaya mengatasi krisis iklim global setelah sebelumnya Donald Trump menyatakan mundur dari upaya tersebut.
Tujuan utama konferensi tingkat tinggi (KTT)Â ini adalah untuk mendesak upaya negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia agar mengawal tujuan penting Perjanjian Paris dalam membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius. Negara-negara tersebut diharapkan meluncurkan rencana aksi iklim nasional yang baru, yang disebut sebagai Nationally Determined Contributions atau NDC's.
KTT juga akan berkumpul kembali di Forum Ekonomi Utama (MEF) tentang Energi dan Iklim, sebuah prakarsa yang dipimpin AS yang memainkan peran utama dalam mewujudkan Perjanjian Paris. Para pemimpin negara-negara tersebut akan berpartisipasi dalam agenda tersebut, termasuk negara-negara yang menunjukkan kepemimpinan kuat terkait isu perubahan iklim, terutama yang rentan terhadap dampak perubahan iklim maupun yang memiliki peta jalan inovatif menuju ekonomi bersih. (Dinda Rizky Amalia Siregar)
Advertisement