Sukses

Suara Hati Model Berhijab atas Larangan Pakai Hijab Pemerintah Prancis: HandsOffMyHijab

Rawdah mengaku sulit mendapatkan pekerjaan terutama di bidang fesyen karena ia memakai hijab, bukan karena ia tidak punya keahlian.

Liputan6.com, Jakarta - Sikap Senat Prancis yang mengusulkan larangan bagi wanita di bawah 18 tahun maupun wanita yang mendampingi mereka memakai hijab, menuai banyak protes termasuk di media sosial. Kampanye dengan tanda pagar (tagar) 'HandsOffMyHijab' pun memenuhi lini masa media sosial.

Menurut seorang warganet, memaksa seorang wanita memakai hijab itu salah. Hal yang sama berlaku juga bagi mereka yang memaksanya untuk melepaskannya, karena itu merupakan pilihan mereka. Rawdah Mohamed termasuk salah satunya.

Model berhijab berdarah Somalia-Norwegia yang tinggal di Prancis ini memprotes kebijakan tersebut di akun Instagram miliknya. Rawdah mengunggah foto dirinya dan menuliskan kalimat 'Hands Off My Hijab' di dalam unggahan pada 5 April 2021. Ia juga menceritakan bagaimana sulitnya mendapatkan pekerjaan, terutama di bidang fesyen, karena hijab yang dipakainya, bukan semata karena ia tidak mampu.

Dilansir dari Harpers Bazaar, 22 April 2021, unggahan itu mendapat banyak dukungan. Ratusan wanita berhijab dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Nigeria, Afrika Selatan dan Qatar, membagikan foto serupa dengan tagar 'HandsOffMyHijab'.

Menurut Rawdah, larangan memakai hijab berarti melanggar hak dan kebebasan wanita dalam menjalankan kepercayaannya. Situasi ini juga dianggap bisa mendiskriminasi para wanita di tempat kerja maupun di tempat umum.

Rawdah menambahkan, menurut CCIF (The Collective Against Islamophobia in France/Perlawanan Kolektif Terhadap Islamofobia di Prancis), pada 2018 ada 676 laporan resmi mengenai tindakan Islamofobia, dan 70 persen yang menjadi target adalah para wanita dam 50 persen tindakan tersebit dilakukan oleh berbagai institusi.

Bagi Rawdah, ini adalah situasi berbahaya yang harus segera diatasi. Begitu juga dengan kebijakan melarang hijab yang dianggap bisa menambah persepsi keliru tentang Islan dan berusaha memisahkan wanita muslim dari area publik.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

2 dari 3 halaman

Berharap pada Media Sosial

Rawdah yang sudah cukup lama berkiprah di bidang fesyen mengaku tidak begitu mendapat masalah dalam berinteraksi dengan para pekerja kreatif. Ia bahkan diberi kebebasan untuk memasukkan unsur hijab dalam pembuatan koleksi pakaian.

"Hal yang paling menantang dan sangat diskriminatif adalah saat aku bertemu dengan para pelaku industri, terutama yang berhubungan dengan publikasi dan casting," ujarnya. Rawdah Mohamed mengakui, ia hanya bisa berharap banyak pada media sosial untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya dalam berbagai hal.

Menurut laporan Aljazeera, pasar fesyen muslim pada 2023 nanti akan sangat besar yaitu sekitar 361 miliar dolar AS. Para konsumen muslim milenial adalah pasar yang sangat potensial, tapi sayangnya produsen fesyen masih belum memahami apa yang sebenarnya diinginkan para wanita muslim.

Bagi Rawdah, jika saja para produsen menciptakan sesuatu dengan rasa respek, akan menghasilkan produk yang membuat para wanita merasa disukai dan dihargai.

3 dari 3 halaman

Teror Beruntun dan Status Darurat Tertinggi Prancis.