Sukses

6 Fakta Menarik tentang Sawahlunto, Tambang Batu Bara Tertua di Asia Tenggara Berada

Sawahlunto sempat menjadi kota mati setelah tambang batu bara mulai menipis persediaannya.

Liputan6.com, Jakarta - Sawahlunto adalah kota kota di Provinsi Sumatera Barat, yang memiliki luas wilayah 273,45 kilometer persegi. Kota di sebelah timur laut Kota Padang ini dikelilingi oleh tiga kabupaten di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Sijunjung. 

Secara geografis, tempat ini terletak di lembah yang sempit di sepanjang pegunungan Bukit Barisan sehingga berbentuk bagaikan kuali. Sebab itu, warga sekitar sering menyebutnya sebagai Kota Kuali. Saat ini, Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua dengan multietnis, seperti Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, dan Sunda, yang hidup harmonis.

Terdapat banyak bangunan tua peninggalan Belanda, terutama berkaitan dengan fungsi kota tersebut sebagai pusat tambang batubara terbesar di Asia Tenggara. Sebagian besar wilayah di Sawahlunto bahkan ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan visi dan misi Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang Multi Etnik yang Berbudaya.

Namun, bukan hanya itu hal menarik dari Kota Sawahlunto. Berikut enam fakta menarik tentang Sawahlunto yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Tambang Batu Bara Tertua di Asia Tenggara

Sawahlunto terbilang sangat unik karena dikenal sebagai kota yang memiliki situs tambang batu bara tertua di Asia Tenggara. Tambang Batu Bara Ombilin bahkan diakui sebagai salah satu warisan dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Tak hanya itu, Tambang Batu Bara Ombilin ini juga menjadi tambang batu bara satu-satunya yang berada di bawah tanah. Bangunan yang mirip dengan pertambangan di Belgia ini masih memiliki beberapa peninggalan asli, seperti terowongan Mbah Soero, perumahan pekerja dan pekerja tambang (Tangsi Baru dan Tanah Lapang), pemfilteran batu bara, pabrik kereta api, kantor pemerintah, pemukiman, dan pemkot.

2. Dikenal Sebagai Kota Arang

Disebut sebagai kota arang lantaran wujud batu bara yang berwarna hitam seperti arang. Batu bara merupakan sumber energi yang menghidupkan warga kota itu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Julukan kota ini ditandai dengan didirikannya patung orang rantai yang terpasang di kompleks Museum Tambang Lobang Mbah Soero. Sekarang, setelah cadangan batu bara menipis, Sawahlunto memanfaatkan jejak sejarahnya sebagai objek wisata yang menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara.

 

 

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

3. Kisah Manusia Rantai

Manusia Rantai menjadi salah satu sejarah kelam dalam perkembangan tambang di Sawahlunto. Sebutan Manusia Rantai ini dijuluki untuk rakyat pribumi yang menjadi budak-budak Belanda dan dipekerjakan sebagai penambang. Tugas orang-orang tersebut yaitu mengangkat barang tambang dari dalam lubang dengan kedalaman belasan meter.

Manusia Rantai bekerja siang hingga malam hari tanpa henti. Kaki mereka dirantai agar tidak bisa lari. Apabila melawan, mereka akan menerima cambukan dan berbagai macam siksaan. Akibat siksaan itu, tak sedikit dari mereka yang akhirnya jatuh sakit dan ditaruh begitu saja di dalam lubang tambang. Lubang ini disebut dengan Lubang Mbah Soero.

4. Sempat Dianggap Kota Mati

Sekitar tahun 2000, Kota Sawahlunto sempat dianggap sebagai kota mati. Hal ini dikarenakan batu bara di Sawahlunto dianggap sudah hampir habis, sedangkan perekonomian Sawahlunto nyaris seratus persen bergantung pada pertambangan batu bara. Maka, ketika produksi batu bara hampir habis, penduduk Sawahlunto hanya tersisa sekitar 20 persen.

Tak ingin menyerah pada nasib, pemerintah setempat akhirnya membanting stir dengan mengubah kota arang menjadi kota wisata. Kota Sawahlunto pun dipromosikan sebagai Heritage City, kota peninggalan kolonial Belanda yang dahulu terkenal sebagai pusat pertambangan.

3 dari 4 halaman

5. Tradisi Makan Bajamba

Keberagaman budaya di Sawahlunto melahirkan keharmonisan pada kehidupan masyarakat melalui tradisi Makan Bajamba atau makan besar secara bersama-sama. Tradisi ini dilakukan setiap 1 Desember. Acara dilakukan mulai dari jam delapan pagi dan seluruh warga berkumpul di Lapangan Segitiga.

Saat itu, para perempuan membawa jamba atau nampan yang berisi berbagai makanan tradisional dari etnisnya masing-masing. Makanan tersebut dijunjung di atas kepala. Setibanya di lapangan, jamba diletakan di atas tikar atau karpet. Tradisi itu akan didahului oleh pengantar dari ninik mamak (pemuka adat) dan penghulu suku.

6. Makanan Khas Ale-ale Apam

Ale-ale Apam merupakan salah satu kuliner khas Desa Silungkang Duo, Sawahlunto. Bentuknya mirip serabi. Bahan pembuatnya juga mirip, yakni tepung beras, gula aren, santan, dan pandan. Proses pembuatannya membutuhkan waktu 6-7 jam lamanya.

Ale-ale Apam juga memiliki rasa serta aroma yang khas dan menjadi salah satu incaran para pecinta kuliner ketika mengunjungi Sawahlunto. Cita rasa yang dimilikiny berbeda dari serabi Solo maupun surabi Bandung. Makanan ini biasa dijajakan setiap hari, dan umum dipesan perantau untuk dijadikan oleh-oleh saat kembali ke perantauan. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

 

4 dari 4 halaman

Kalender Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021