Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah merilis kebijakan larangan mudik dari 6--17 Mei 2021 di masa pandemi, dalam upaya menekan transmisi Covid-19. Ketentuan ini telah melahirkan beragam cerita, termasuk bagi orang-orang yang tidak bisa Lebaran di kampung halaman.
Di tengah larangan mudik, mereka yang berada di perantauan harus menahan rindu beberapa waktu untuk berkumpul kembali bersama keluarga. Kendati demikian, ada kiat-kiat yang dilancarkan guna melepas kangen.
Salah satu cerita datang dari seorang pegawai swasta, Kenang Andraspati yang tak bisa pulang ke rumah keluarganya di Denpasar, Bali. Kenang kini tinggal di Jakarta untuk bekerja di bidang pengiriman dan logistik.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak bisa mudik lebih terasa sepi karena jauh dari keluarga. Terlebih ini pertama kalinya momen Lebaran tidak kumpul karena jauh merantau. Sudah hampir tujuh bulan tidak pulang kampung," kata Kenang kepada Liputan6.com, Kamis, 6 Mei 2021.
Sebelum pandemi, biasanya saat Lebaran, Kenang dan keluarga silaturahmi ke keluarga dan teman-teman. Ia mengaku kangen dengan open house yang berkesan saat Idul Fitri.
Kala rindu menyapa, Kenang menyiasatinya dengan memanfaatkan teknologi. "Sesekali saat sudah pulang kerja, menyempatkan waktu untuk video call dengan keluarga, terutama orangtua," lanjutnya.
Ramadan 2021 ini menjadi momen yang sangat berbeda bagi Kenang. Jauh dari keluarga membuatnya harus merayakan Lebaran nanti dengan merayakannya seorang diri di Ibu Kota.
"Enggak ada makan-makan bersama, terlebih saat pandemi Covid-19 harus ikut protokol tidak boleh berkumpul beramai-ramai," ungkap Kenang.
Jauh sebelum pandemi melanda, dahulu Kenang dan keluarga mudik ke kampung halaman sang ayah di Bondowoso, Jawa Timur. "Tapi sudah lima tahun belakangan ini selalu merayakan di rumah ibu di Bali," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lepas Rindu Lewat Sajian Khas
Kerinduan berkumpul bersama keluarga di momen Ramadan dan Lebaran juga dirasakan oleh pegawai swasta, Dody Iryawan. Sejak Lebaran 2020 ia tidak merayakan bersama keluarga tercinta di Malang, Jawa Timur.
Bersama sang istri, kini ia tinggal di Jakarta karena pekerjaan. Salah satu momen Lebaran yang membuatnya kian kangen kampung halaman adalah saat sungkem dengan kedua orangtua, kakek, dan neneknya.
"Sungkeman itu bermakna banget dan itu yang tidak bisa dilakukan sekarang," kata Dody saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.
Meski begitu, ia melepas rindu dengan keluarga melalui video call. "Sekarang lebih gampang karena ada video call dan telepon sama sempat sebelum Ramadan minta ibu kirim bumbu pecel dari Malang," tambahnya.
"Ibu kirim bumbu pecel dibikinin satu kotak gede sekitar tiga kilogram kayaknya itu. Bumbu pecel tinggal dikasih air panas dicairkan untuk makan pecel itu yang paling gampang," jelas Dody.
Meski ada begitu banyak sajian khas Malang di Ibu Kota, namun rasanya tetap berbeda, tidak seperti buatan sang ibunda. "Buatan ibu yang asli Malang sama di Jakarta ada rasa yang beda, jadi bumbu pecel buatan ibu itu yang bisa melepas rindu," lanjutnya.
Saat Lebaran sebelum pandemi, Dody dan keluarga biasanya berkumpul dan menikmati sajian di Idul Fitri. "Paling ibu bikin opor sama lontong, jadi habis sungkeman makan dulu, setelah itu keliling ke saudara-saudara dan tetangga," tutupnya.
Advertisement
Bertukar Kabar
Kisah berbeda datang dari pasangan suami istri, Cipto Haryabri dan Astri Ayunani. Saat ini, keduanya tinggal di Manado, Sulawesi Utara usai Cipto mendapat penugasan di sana sejak beberapa tahun lalu.
Sudah cukup lama jauh dari orangtua, membuat mereka terbiasa akan jarak yang memisahkan, mengingat orangtua Cipto berada di Tangerang dan orangtua Astri yang semula di Balikpapan, kini menetap di Magelang.
Kendati demikian, rasa untuk kembali ke rumah berkumpul dengan keluarga selalu ada. "Rasa ingin pulang ada, tapi kalau enggak, juga tidak apa-apa. Lepas rindu bisa video call dan WhatsApp itu sudah cukup," kata Cipto saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.
Cipto menambahkan, ia dan sang istri lebih menerima keadaan karena tinggal jauh hingga tidak masalah jika tidak mudik. "Karena larangan mudik kita jadi pasrah. Yang lebih berasa pasti dari sisi orangtua yang ingin kita pulang," lanjutnya.
"Kalau tidak mudik sudah dua kali Lebaran semenjak Covid, tapi saat larangan bepergian dicabut sempat ke Balikpapan pas November kemarin," kata Astri.
Di sisi lain, Cipto dan Astritidak berkirim hantaran ke orangtua, namun lebih kepada komunikasi, baik melalui telepon atau video call. "Karena sebenarnya mereka enggak mau itu, tapi ingin anaknya pulang," tambah Astri.
"Jadi ibu lebih senang ditelepon setiap hari daripada dikirim makan," tutupnya.
Hantaran Manis
Menjelang Lebaran jadi momen yang padat bagi para pelaku usaha, termasuk mereka yang menyediakan hantaran. Terbatasnya ruang gerak antara beberapa anggota keluarga yang tak bisa berkumpul menjadikan hantaran sebagai bentuk perhatian manis.
Kini, ada beragam jenis hantaran yang ditawarkan, salah satunya oleh Jajan Si Manis, yang menyediakan ragam kue tradisional yang dibalut dengan kemasan menarik. Paket-paket kue ini diletakkan dalam wadah unik dan dibungkus dengan scarf Furoshiki, yakni teknik membungkus barang ala Jepang.
"Untuk hantaran itu Alhamdulilah saat hari-hari besar kita dapat banyak orderan. Perbandingannya hari biasa kita jual 1.000--1.500 pieces, untuk hari besar seperti Idul Fitri bisa ordernya 2--3 kali lipat," kata Liza Olivia Nurrachman, co-founder Jajan Si Manis, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.
Bukan tanpa alasan hingga akhirnya hantaran ini dibalut scarf Furoshiki. Liza melanjutkan, pihaknya ingin membuat kemasan yang semenarik mungkin yang eye catching, dan membuat bakulan yang diberi nama Bakulan Jajan Si Manis.
"Ide kemasan itu awalnya kita tertarik banget dengan budaya Jepang karena buat kita mereka sangat menghargai budaya mereka, termasuk makanan tradisional," jelas Liza.
Jajan Si Manis pun memiliki beberapa bakulan, yang terdiri atas Bakul Ijo, Bakul Kecil, Bakul Campur, Bakul Tumpuk. Ada pula klakat untuk dimsum yang turut dijadikan wadah jajanan pasar mereka.
Rekanan Liza yang juga co-founder Jajan Si Manis, Ratna Fedara Fatimah menyampaikan, klakat dipilih karena beberapa kue yang mereka buat adalah kue yang dikukus, seperti kue mangkok, lupis, dan bacang.
"Kita mau semua kemasan yang kita pakai itu bisa di reuse dan recycle, seperti menggunakan kotak cardboard, kotak thinwall itu bisa dipakai lagi," jelas Feda.
Isian setiap bakul pun bervariasi, mulai dari 1--6 macam, tergantung paket bakul yang dipilih pelanggan. Untuk harga, Bakul Kecil dijual Rp250 ribu sudah mendapat dua macam kue dan scarf Furoshiki.
Scarf juga dapat dibeli terpisah seharga Rp175 ribu. Lalu, Bakul Campur berisi enam jenis kue berkisar dari Rp400 ribu--Rp800 ribu, Bakul Tumpuk Rp350 ribu, serta Bakul Klakat seharga Rp300 ribu.
Sementara, kue yang dapat dipilih sebagai menu harian, yakni ada serabi, klepon, pastel, spicy quiche puff, spicy puff, klepon ubi, bacang telur asin, onde-onde pelangi. Untuk sajian yang ada di hari khusus, yakni lupis, panada sambal dabu-dabu, pisang goreng sambal roa, lumpia, risol bihun, dan kue mangkok.
Advertisement