Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan ratu kecantikan Myanmar, Htar Htet Htet dilaporkan bergabung dengan kelompok pemberontak dan telah mengangkat senjata melawan junta militer di negaranya. Lewat akun Twitter-nya, Selasa, 11 Mei 2021, ia menunjukkannya potret dirinya dengan senapan serbu.
Dalam potret itu, ia terlihat mengenakan seragam hitam dan topi membawa senapan laras panjang di bahunya. Dia mengklaim telah menjalani pelatihan senjata di hutan selama sebulan, tetapi ia tidak memberikan banyak detail lainnya.
Advertisement
Baca Juga
Dalam unggahnya perempuan berusia 32 tahun itu, ia menuliskan kata-kata Che Guevara, “Revolusi bukanlah apel yang jatuh ketika sudah matang. Anda harus membuatnya jatuh. Dia menambahkan, "Kita harus menang."
Melansir laman independent.co.uk, Jumat, (14/05/21), Htet Htet mewakili Myanmar berkompetisi di kontes kecantikan Miss Grand International pertama di Thailand pada 2013 melawan 60 kontestan lainnya.
Sementara itu, di halaman Facebook-nya, ia juga menggungah potretnya dan menulis, “Waktunya telah tiba untuk melawan. Baik Anda memegang senjata, pena, keyboard, atau menyumbangkan uang untuk gerakan pro-demokrasi, setiap orang harus melakukan bagian mereka agar revolusi berhasil. "
Mantan ratu kecantikan yang kini menjadi instruktur senam itu menambahkan, “Saya akan melawan sebanyak yang saya bisa. Saya siap dan siap untuk menyerahkan segalanya. Saya bahkan siap membayar dengan hidup saya. ”
Kontestan ratu kecantikan lainnya, Han Lay juga pernah menjadi kritikus vokal junta militer di Myanmar. Dia mengatakan kepada media, "Begitu banyak orang tewas di Myanmar oleh senjata militer ... Tolong selamatkan kami."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perwakilan Miss Grand International
Di halaman Facebook-nya, Lay menulis, “Rakyat Myanmar, kami berjalan di jalanan untuk memperjuangkan demokrasi. Sebagai perwakilan Myanmar, saya akan berjalan di atas panggung Miss Grand International dengan (pesan untuk) menghentikan perang dan kekerasan. "
11 Mei 2021 menandai hari ke-100 sejak kudeta junta militer di negara itu berlangsung. Massa telah memenuhi jalan-jalan di Yangon dan di seluruh negeri menuntut kembalinya demokrasi. Myanmar telah berada dalam perselisihan politik sejak 1 Februari 2021, ketika junta menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan menguasai Myanmar.
UN News melaporkan bahwa pada 10 Mei 2021, setidaknya 782 orang telah terbunuh karena pasukan keamanan menggunakan kekuatan yang tidak perlu untuk menekan demonstrasi dan bentuk partisipasi publik lainnya.
Banyak kelompok pemberontak telah meningkatkan serangan mereka terhadap militer dan polisi dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai pembalasan, junta telah melakukan serangan udara yang membuat puluhan ribu orang mengungsi di Myanmar. (Jihan Karina Lasena)
Advertisement