Sukses

Rencana Australia Buka Perbatasan dan Nasib Penerbangan Internasionalnya

Rencana Australia buka perbatasan sangat tergantung pada "pengendalian wabah COVID-19" di wilayah mereka dan negara lain yang terkait.

Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan luar negeri untuk warga Australia baru akan kembali jadi agenda mulai pertengahan 2022 saat Negeri Kanguru berencana resmi membuka perbatasan mereka, lapor Concrete Playground, Senin (17/5/2021). Perkiraan ini pun dibuat dengan anggapan setiap orang Australia telah menerima vaksinasi COVID-19 secara lengkap pada akhir 2021.

Menanggapi kebijakan yang sangat mungkin berubah berkaca pada "pengendalian wabah COVID-19," maskapai Qantas dan Jetstar telah mengumumkan penundaan rencana mereka untuk membuka kembali rute penerbangan internasional.

Awalnya, maskapai tersebut berencana mulai terbang ke sejumlah tempat di luar negeri pada Oktober 2021. Qantas telah menguraikan rencana memulai kembali penerbangan ke 22 dari 25 tujuan internasionalnya, termasuk London, Singapura, dan Los Angeles.

Kemudian, Jetstar bermaksud melanjutkan perjalanan ke semua 13 rute internasionalnya pada tanggal yang sama. Qantas Group, perusahaan di belakang kedua maskapai, telah memperbarui jangka waktu tersebut, mengumumkan bahwa mereka sekarang berharap bisa memulai kembali penerbangan internasional ke tempat-tempat selain Selandia Baru pada akhir Desember 2021.

Sudah lebih dari setahun sejak pandemi COVID-19 memaksa Qantas dan Jetstar menangguhkan penerbangan internasional. Terkait perubahan rencana penerbangan, maskapai akan menghubungi penumpang yang telah memesan penerbangan mulai Oktober dan seterusnya.

Pihaknya juga mencatat bahwa "tingkat ketidakpastian baru-baru ini bisa membuat tingkat pemesanan penerbangan internasional relatif rendah." Sementara, pro kontra kebijakan waktu buka perbatasan ini tidak dapat dihindari.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pro Kontra Kebijakan

Berdasarkan laporan Guardian, Virgin Airlines mendukung komentar kepala eksekutifnya bahwa perbatasan Australia harus dibuka kembali lebih cepat daripada pertengahan tahun depan meski "beberapa orang mungkin meninggal."

CEO maskapai penerbangan itu, Jayne Hrdlicka, mengatakan bahwa Australia berisiko tertinggal jika tidak membuka kembali perbatasan setelah sebagian besar populasi divaksinasi.

"Covid akan jadi bagian dari komunitas, kami akan jatuh sakit dan tidak akan membawa kami ke rumah sakit. Itu (COVID-19) tidak akan membuat orang kesulitan karena (ada) vaksin,” kata Hrdlicka.

Menyusul komentar kepala petugas kesehatan Victoria, Brett Sutton, bahwa negara tidak dapat seterusnya jadi "benteng," penjabat perdana menteri negara bagian James Merlino mengatakan bahwa perubahan dapat dilakukan "begitu kita dapat mencapai titik di mana vaksin telah berhasil diluncurkan secara luas."

Perdana Menteri New South Wales, Gladys Berejiklian, pun mengatakan ia ingin perbatasan dibuka "secepat mungkin," dengan mengatakan biaya penutupan negara adalah 1,5 miliar dolar Australia (Rp16,7 triliun) sebulan.

Komentar serupa juga disuarakan anggota parlemen federal Partai Liberal Dave Sharma, Tim Wilson, dan Jason Falinski agar perbatasan dibuka lebih cepat dari target pertengahan 2022, mengatakan peluncuran vaksinasi harus memungkinkan pelonggaran pembatasan.

Hrdlicka bukan satu-satunya kepala maskapai besar Australia yang menyerukan pembukaan kembali perbatasan lebih cepat. Bulan lalu, kepala eksekutif Qantas, Alan Joyce, mengatakan Australia "tidak dapat tertinggal" dari seluruh dunia dalam peluncuran vaksinnya.

Komentar itu kemudian dikritik beberapa pakar kesehatan masyarakat, termasuk pakar penyakit menular dari Kirby Institute, Bill Bowtell, yang menulis di Twitter bahwa Hrdlicka harus menguraikan "berapa banyak kematian dan infeksi" yang dapat diterima.

3 dari 3 halaman

Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca