Sukses

Cerita di Balik Inovasi Tempe Berbahan Mi Instan yang Mudah Dibuat

Sang peneliti menemukan tempe berbahan mi instan ternyata sudah diteliti sejak 1980an. Daya tahannya juga lebih lama dibandingkan tempe kedelai.

Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari kerinduannya akan tempe saat melanjutkan pendidikan di University of Massachusetts Amherst, Amerika Serikat, seorang ilmuwan Indonesia bereksperimen membuat tempe sendiri. Hal ini dilakukan oleh Dr. Driando Ahnan-Winarno lantaran tempe yang ditemuinya saat tinggal di Amerika jauh berbeda dengan tempe yang ada di Indonesia.

Di AS, tempe biasanya harus melalui proses pasteurisasi atau pemanasan agar daya simpannya lebih lama serta memenuhi aturan dari negera tersebut. Hasilnya, tempe yang dijual teksturnya menjadi lebih layu.

Driando pun mencoba membuat sendiri tempe dengan menumbuhkan jamur tempe pada bahan baku berupa kedelai. Ia merasa tertarik dengan proses fermentasi tersebut. Dengan latar belakang pendidikannya di bidang sains, Driando mencoba memfermentasi beragam bahan,  seperti kacang hijau, kacang merah, maupun kacang hitam, menjadi tempe.

Ia berpikir jika bahan makanan yang dapat direbus, dimasak, dan dikeringkan bisa ditumbuhi oleh jamur tempe, bahan lain seperti mi instan atau pasta pun dapat menjadi bahan dasar pembuatan tempe.

"Saya coba bikin tempe dengan bahan dasarnya mi dan berhasil, itu eksperimennya tahun 2016. Saat saya baca-baca, ternyata kegiatan ini itu sudah didokumentasikan sejak tahun 1980-an, di mana ada orang yang bereskperimen dengan berbagai bahan termasuk mi, pasta dan lainnya," kata Dr. Driando Ahnan-Winarno pada Liputan6.com, Jumat, 21 Mei 2021.

"Jadi sebenarnya fermentasi dengan bahan dasar mi bukan hal yang baru. Hanya karena di Indonesia sebagian besar pembuatan tempe itu menggunakan kedelai, sehingga tempe dari bahan dasar mi terlihat seperti sesuatu yang baru," tambahnya.

Proses pembuatannya tidak sulit dan bisa dilakukan oleh siapa pun. Langkah pertama, mi yang akan dibuat menjadi tempe harus direbus hingga matang lalu ditiriskan, selanjutnya ditaburi dengan ragi tempe. Lalu, masukkan ke bungkus mi yang telah dilubangi agar udara bisa masuk, dan terakhir didiamkan selama 30 jam.

"Tempe mi ini sebenarnya bisa dibuat dengan mi jenis lain, tapi nanti warna dan teksturnya sedikit berbeda. Karena waktu itu kebetulan saya juga lagi rindu dengan mi instan Indonesia, akhirnya saya eksperimennya pakai mi instan asal Indonesia," ujar Driando.

Hal yang juga harus diperhatikan saat proses pembuatan tempe ini adalah suhu. Setiap daerah memiliki suhu yang berbeda.

Jika daerah dengan suhu tinggi seperti di Jakarta, proses fermentasi bisa dilakukan dengan cepat. Sebaliknya, daerah dengan suhu rendah seperti Bandung atau Malang, proses fermentasi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Kebersihan tangan pun wajib diperhatikan. Jika tangan tidak bersih, tempe yang dihasilkan rasanya akan lebih masam.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

2 dari 3 halaman

Lebih Tahan Lama

Uniknya tempe dengan bahan dasar mi ini bisa bertahan lebih lama dibandingkan tempe kedelai. Jika biasanya tempe dengan bahan dasar kedelai bertahan kurang lebih tiga hari di lemari pendingin, tempe mi bisa bertahan sekitar satu minggu di dalam kulkas.

Tempe berbahan dasar mi ini mulai ramai diperbincangkan oleh warganet setelah Driando mengunggah hasil dari workshop pembuatan tempe mi melalui akun Instagram @tempemovement.  Tempemovement merupakan gerakan yang dibuat oleh Driando untuk meningkatkan pengetahuan banyak orang mengenai segudang manfaat dari tempe yang sering dianggap sebelah mata.

"Saya sebenarnya gemas karena orang-orang memandang rendah tempe padahal sebagian besar ilmuwan bilang tempe itu menyehatkan, ramah lingkungan, dan terjangkau. Saya coba cerita ke temen-temen, tapi mereka nggak percaya karena masih ada mindset bahwa tempe nggak keren dan nggak terlalu relevan untuk kesehatan, salah satunya untuk body building," jelas Driando.

"Ibu dan kakek saya yang kebetulan tahu tentang manfaat tempe untuk pencernaan berpikir kita harus melakukan sesuatu, akhirnya tahun 2015 kita bikin konferensi ilmiah dan mendapat dukungan yang luar biasa. Kita memutuskan hal ini jangan hanya sampai di konferensi ilmiah dan harus terus bergulir, akhirnya dibuatlah gerakan ini," tambahnya.

Bertepatan dengan Hari Tempe Sedunia pada 6 Juni 2021, Tempemovement telah menyiapkan beberapa rangkaian program untuk memperingatinya selama sebulan penuh.  (Dinda Rizky Amalia Siregar)

3 dari 3 halaman

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner