Sukses

Sosok Emily Wilder, Jurnalis yang Dipecat karena Serukan Dukungan untuk Palestina

Emily Wilder dipecat hanya 16 hari setelah bergabung dengan kantor berita Associated Press karena "melanggar kebijakan media sosial perusahaan."

Liputan6.com, Jakarta - Nama jurnalis Emily Wilder sedang ramai dibicarakan sejak dipecat dari kantornya, lantaran aktivitas selama di perguruan tinggi. Associated Press (AP), tempat Emily bekerja, memecatnya karena "melanggar kebijakan media sosial perusahaan."

AP merupakan kantor berita nirlaba yang berkantor pusat di New York City dan telah didirikan sejak 1846. Kantor berita ini memecat jurnalisnya, Wilder, hanya 16 hari setelah bergabung dengan dugaan tendensi "dukungan pada Palestina."

Mengutip The Guardian, Sabtu (22/5/2021), ini dilatarbelakangi unggahan Wilder di media sosial yang menunjukkan bahwa dirinya adalah bagian dari kelompok pro Palestina. Beberapa kelompok konservatif, termasuk Stanford College Republicans, kembali memunculkan unggahan Wilder saat di perguruan tinggi yang menyerukan kecaman atas tindakan-tindakan Israel pada Palestina.

"Saya dipecat karena melanggar kebijakan media sosial perusahaan dalam hal Nilai dan Prinsip berita, namun AP tidak memberikan keterangan lebih rinci cuitan Twitter mana yang melanggar aturan tersebut," katanya.

Wilder lulus dari Universitas Stanford pada 2020. Ia mulai bekerja sebagai jurnalis AP yang berbasis di Maricopa County, Arizona sejak 3 Mei 2021. Namun, sayang, ia harus dipecat dua minggu kemudian.

Sebelum bergabung dengan kantor berita AP, Emily adalah seorang reporter, peneliti, dan penulis di Phoenix, Arizona. Ia juga telah menulis banyak berita terbaru tentang kepolisian, penahan massal, dan gerakan politik untuk The Arizona Republic dan USA today. Juga, pernah bekerja sebagai direktur komunikasi FEED LOVE.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Awal Kepedulian pada Kehidupan Palestina

Wilder juga memiliki pegalaman dalam bidang penulisan akademis, penyuntingan, analisa data, dan penyelidikan sejarah selama bertahun-tahun. Ia memiliki "kemampuan analisa yang cermat menggunakan alat kualitatif dan kuantitatif," serta sosok yang mudah membangun hubungan sosial dengan orang lain.

Saat jadi mahasiswa tingkat dua di Universitas Stanford, ia pernah mempelajari sejarah dengan konsentrasi regional Timur Tengah. Wilder juga melakukan penelitian yang berfokus pada perpindahan dan migrasi, hal inilah yang membuatnya menaruh perhatian dan mulai peduli dengan kehidupan di Palestina.

Ia pun bergabung dan jadi anggota kelompok pro Palestina, Suara Mahasiswa Yahudi untuk Perdamaian dan Keadilan di Palestina. Sejak itu, ia kerap membagikan unggahan memperlihatkan kondisi masyarakat Palestina dari waktu ke waktu melalui akun Twitter-nya @w1lder. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

3 dari 3 halaman

Rentetan Konflik Terbaru Israel-Palestina